almuhtada.org– Ramadhan selalu datang setiap tahunya dengan membawa cahaya keberkahan dihari-harinya, Ramadhan sendiri menjadikan hari-hari kita penuh dengan kedamaian dan ketenangan.ramadhan juga merupakan bulan yang sangat dinantikan oleh umat islam,namun Ramadhan juga bukan hanya sekedar tentang menahan lapar dan dahaga saja,akan tetapi jauh dari pada itu, ramdhan mengajarkan umat mukmin untuk dapat merefleksikan diri,memperbaiki diri,dan mensucikan jiwa
Ramadhan selalu hadir dengan keberkahan dan kedamaian. Bulan yang dinanti-nantikan oleh umat Islam ini bukan sekadar tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga waktu untuk merenung, memperbaiki diri, dan membersihkan hati. Dalam hembusan angin Ramadhan, kita merasakan betapa dekatnya rahmat Allah, indahnya kebersamaan dalam berbagi, dan manisnya rasa syukur saat berbuka puasa. Namun, ketika takbir menggema, umat Muslim bersorak gembira merayakan kemenangan dalam mengendalikan hawa nafsu. Di saat yang sama, Ramadhan pun berlalu. Bagi mereka yang benar-benar beriman, kepergian bulan suci ini menghadirkan kesedihan, seolah kedamaian ikut pergi bersamanya.
Memang benar, Ramadhan akan datang kembali setiap tahunnya. Tetapi, pertanyaannya adalah: Apakah kita masih diberi umur untuk bertemu Ramadhan berikutnya? Kekhawatiran ini sering muncul di benak setiap Muslim. Apakah tahun depan kita masih akan diberi kesempatan menikmati bulan penuh ampunan ini? Apakah kita masih bisa meraih pahala yang berlipat ganda? Dan yang lebih penting, setelah Ramadhan usai, apakah kita masih akan tetap rajin beribadah, ataukah semangat itu perlahan-lahan pudar?Benarkah Ramadhan benar-benar pergi? Ataukah justru kita yang menjauh dari kebiasaan baik yang telah kita bangun selama sebulan penuh?
Tapi ketahuilah wahai orang-orang mukmi : Tuhan yang kita sembah di bulan Ramadhan adalah Tuhan yang sama dengan yang kita sembah di hari-hari lainnya. Dia tetap Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan selalu menerima siapa saja yang ingin kembali kepada-Nya. Lantas, mengapa semangat ibadah seorang mukmin sering kali berkurang setelah Ramadhan? Mengapa masjid yang penuh saat tarawih menjadi sepi setelah Idul Fitri? Mengapa Al-Qur’an yang kita baca setiap hari selama Ramadhan, kembali tertutup setelah Syawal tiba?
Ramadhan seharusnya menjadi titik awal, bukan sekadar fase sementara dalam hidup kita. Bulan ini mengajarkan kita untuk lebih sabar, lebih ikhlas, dan lebih peduli terhadap sesama. Ramadhan melatih kita untuk lebih dekat dengan Allah dan menyadari bahwa hidup ini bukan hanya tentang dunia, tetapi juga perjalanan menuju akhirat. Jika selama Ramadhan kita bisa bangun lebih awal untuk sahur dan shalat tahajud, mengapa setelahnya kita kesulitan menjaga kebiasaan itu? Jika di bulan suci ini kita dengan mudah bersedekah dan berbagi, mengapa setelahnya kita kembali enggan melakukan kebaikan?
Ramadhan tidak benar-benar pergi, ia hanya berubah bentuk. Ia hadir dalam setiap doa yang kita panjatkan, dalam setiap shalat yang kita dirikan, dalam setiap sedekah yang kita berikan, dan dalam setiap kebaikan yang kita lakukan. Ramadhan adalah perjalanan spiritual yang harus terus kita jalani, bahkan setelah bulan-bulan berikutnya datang.
Mari kita bertanya pada diri sendiri: Apakah kita akan kembali ke kebiasaan lama setelah Ramadhan berlalu? Ataukah kita akan mempertahankan semangatnya sepanjang tahun? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Semoga kita selalu menjaga semangat Ramadhan dalam hati, dalam tindakan, dan dalam doa-doa kita. Karena Ramadhan tidak akan pernah benar-benar pergi—ia tetap ada dalam diri kita, selama kita mau menjaganya.[]Juliana Setefani Usaini