almuhtada.org – Belakangan ini, dunia perfilman Indonesia dihebohkan oleh pernyataan salah satu aktor dalam wawancara terkait film Business Proposal, yang merupakan remake dari drama Korea dengan judul yang sama.
Dalam wawancara tersebut, aktor tersebut mengungkapkan bahwa ia tidak menonton drama aslinya secara menyeluruh dan hanya menyaksikan satu episode saja. Alasannya adalah ingin menciptakan karakter sendiri.
Bagi sang aktor, hal ini mungkin dianggap sebagai kebanggaan karena ingin memberikan interpretasi yang berbeda terhadap karakternya. Namun, bagi banyak penonton, tindakan ini justru dianggap tidak profesional dan melanggar etika dalam dunia akting, terutama dalam proyek remake.
Seorang aktor yang memerankan karakter dalam film adaptasi seharusnya terlebih dahulu mempelajari dan mendalami tokoh aslinya agar tetap menghormati sumber materi. Jika tujuan utama adalah menciptakan karakter yang benar-benar baru, maka seharusnya film tersebut berdiri sendiri tanpa membawa embel-embel remake dari karya sebelumnya.
Kontroversi ini pun berujung pada boikot dan cancel culture dari para penonton yang merasa kecewa. Mereka menuntut sang aktor untuk meminta maaf dan mengakui kesalahannya. Namun, hingga film tersebut tayang, kritik tersebut tampaknya tidak dihiraukan, yang akhirnya berimbas pada jumlah penonton yang rendah. Berdasarkan laporan media, film ini hanya meraih sekitar 19.631 penonton, jauh di bawah ekspektasi.
Perbandingan dengan Drama Korea
Jika dibandingkan, drama Korea yang merupakan adaptasi dari novel atau manhwa cenderung lebih serius dalam proses produksinya. Mereka selalu mengedepankan kualitas, memastikan bahwa alur cerita tetap sesuai dengan sumber aslinya, dan berusaha memenuhi ekspektasi para penggemar. Proses produksi yang matang serta dedikasi tinggi dari tim produksi dan para aktor membuat drama Korea memiliki kualitas yang lebih baik.
Para aktor dan aktrisnya pun dikenal memiliki totalitas dalam mendalami karakter yang mereka perankan. Mereka melakukan riset mendalam, menonton referensi, hingga menjalani pelatihan khusus demi menampilkan akting yang autentik. Dengan komitmen seperti ini, tidak heran jika drama Korea berhasil menarik banyak penonton dan memiliki basis penggemar yang loyal di seluruh dunia.
Padahal, jika melihat dari segi potensi, Indonesia sebenarnya memiliki sumber daya yang tak kalah besar. Industri film dan drama Indonesia memiliki banyak aktor berbakat serta cerita yang kaya dengan budaya lokal yang unik. Dengan konsep yang matang, produksi yang berkualitas, dan eksekusi yang serius, bukan tidak mungkin drama Indonesia bisa bersaing di panggung internasional. Bahkan, beberapa film Indonesia sudah mulai mendapat pengakuan di festival film dunia, menunjukkan bahwa kualitas produksi Indonesia mampu bersaing jika digarap dengan baik.
Namun, untuk benar-benar maju dan menembus pasar global, industri perfilman Indonesia harus meningkatkan standar kualitasnya. Tidak hanya dalam hal akting, tetapi juga dalam pemilihan cerita, sinematografi, hingga cara pemasaran. Kesuksesan drama Korea bukan semata-mata karena faktor tren, tetapi karena kerja keras dan dedikasi yang tinggi dari seluruh tim yang terlibat. Jika Indonesia ingin mencapai level yang sama, maka totalitas dan profesionalisme harus menjadi prinsip utama dalam setiap produksi.
Pada akhirnya, kualitas sebuah film atau drama sangat dipengaruhi oleh profesionalisme tim produksi dan para aktornya. Jika ingin bersaing di industri hiburan global, sineas Indonesia perlu lebih serius dalam menggarap proyek adaptasi agar mampu menghasilkan karya yang berkualitas dan sesuai dengan ekspektasi penonton. [Raffi Wizdaan Albari]
Editor: Syukron Ma’mun