Ambruknya Tata Kelola dan Budaya Korupsi yang Mengakar Kuat Pada Perusahaan Sektor Publik di Indonesia

Sumber gambar: pixabay.com fraud fraud

almuhtada.org – Tata kelola perusahaan atau good corporate governance (GCG) merupakan serangkaian prinsip, nilai dan praktik dalam mengelola perusahaan yang baik. Tujuan dari tata kelola itu sendiri adalah untuk memastikan bahwa perusahaan baik di sektor publik maupun swasta dapat menjalankan aktivitas bisnisnya secara bertanggung jawab, adil dan juga transparan bagi para pemangku kepentingan (stakeholder).

Menurut Rustam (2022) tata kelola dapat membantu perusahaan dalam menciptakan sebuah struktur untuk merumuskan berbagai kebutuhan dan kepentingan dalam menjalankan bisnis, sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan yang diinginkan dengan tetap mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku. Prinsip-prinsip tata kelola atau GCG diantaranya akuntabilitas, transparansi, kewajaran, profesional dan pertanggungjawaban. Dan perusahaan harus memenuhi kelima prinsip tersebut jika ingin mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik.

Baca Juga:  Inilah Perbedaan Ilmu Filsafat dan Ilmu Aqidah Dalam Menghadapi Persoalan-Persoalan Hidup!

Hadirnya GCG atau tata kelola perusahaan berawal dari maraknya kasus pengelolaan bisnis yang tidak baik terutama pada kasus keuangan perusahaan. Kasus-kasus tersebut memberikan dampak negatif bagi pasar saham, di Amerika Serikat pada tahun 1987 banyak perusahaan multinasionalnya terkena banyak skandal kasus keuangan sehingga menyebabkan kerugian finansial yang cukup besar.

Contohnya saja kasus Enron pada tahun 2001 yang menjadi guncangan besar bagi Amerika Serikat, dimana terungkap bahwa Enron merekayasa pendapatannya dengan menyembunyikan utang dan kerugian pada anak perusahaan mereka. Beberapa pihak yang terlibat ditangkap termasuk CEO Enron, kasus ini menjadikan Enron dijuluki sebagai perusahaan dengan penipuan dan korupsi berskala besar.

Dari kasus tersebut Amerika Serikat kemudian mengeluarkan Sarbanes Oxley Act pada tahun 2002 tentang aturan bagi perusahaan untuk mengevaluasi temuan-temuan dalam pengendalian internal mereka serta dipublikasikan setiap tahun. Evaluasi pengendalian internal ini kemudian didasarkan atas kerangka kerja COSO (Commite of Sponsoring Organizations of the Treadway Commision) yang menetapkan definisi pengendalian internal dan kerangka kerja efektivitas pengendalian internal sehingga pelaksanaan GCG menjadi penting bagi perusahaan.

Baca Juga:  Menjadi Sosok Ayah yang Dicintai seperti Rasulullah SAW

Negara Indonesia sendiri baru menerapkan GCG saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997, saat itu banyak perusahaan nasional yang merugi. Hal ini disebabkan karena adanya tata Kelola perusahaan yang tidak sesuai serta maraknya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pemerintah lalu mendirikan sebuah lembaga yang bertugas secara khusus untuk merumuskan dan menyusun kebijakan nasional mengenai GCG yakni Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG).

Hingga hari ini pelaksanaan GCG di Indonesia masih dilaksanakan terutama dalam lingkup perusahaan sektor publik. Namun anehnya penerapan prinsip tata kelola pada perusahaan publik di Indonesia tidak dapat menghindari munculnya praktek korupsi. Selama beberapa dekade terakhir, kasus-kasus korupsi justru semakin marak terjadi. Salah satu contohnya yakni PT Pertamina pada tahun 2025 ditetapkan melakukan tindak pidana korupsi. Kerugian yang dialami negara selama tahun 2023 mencapai Rp 198 triliun, belum lagi jika diakumulasikan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Baca Juga:  Skandal Dibalik Layar: Dikira Sukses Startup Indonesia Ini Malah Terbukti Fraud

Kasus korupsi besar lain yang pernah dilakukan perusahaan publik adalah PT Timah, dimana diketahui bahwa ada kerja sama pengolahan lahan anatara PT Timah dengan perusahaan swasta secara ilegal selain itu terjadi juga kecurangan pada CSR mereka. Berita ini menjadi semakin booming di masyarakat karena salah satu pihak yang terlibat adalah Harvey Moes, suami dari aktris Sandra Dewi. Kerugian negara pada kasus ini mencapai Rp 300 triliun.

Selain itu ada kasus lain yang tak kalah besarnya seperti Asabri, Jiwasraya, Bank Indonesia, PT Dutapalma, TPPI, PT Musim Mas, Garuda Indonesia dan BTS 4G Kominfo. Menjadi bukti nyata bahwa penerapan tata kelola belum maksimal terutama pada bisnis-bisnis milik negara yang seharusnya menjadi penopang bagi perekonomian masyarakat Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai faktor yang ada seperti lemahnya hukum, lemahnya regulasi, serta adanya kepentingan diantara petinggi perusahaan publik sehingga memunculkan KKN.

Baca Juga:  Mengupas Tipe Kepribadian! Pandangan Tentang Tipe Kepribadian Ambivert

Tantangan pelaksanaan tata kelola di Indonesia memang sangat berat apalagi jika budaya korupsi sudah mengakar kuat dalam budaya organisasi Secara idealisme penerapan GCG sangat efektif dalam memberantas masalah korupsi misalnya saja yang terjadi di AS. Namun adakalanya penerapan ini akan berbeda dari yang seharusnya dikarenakan banyak tantangan yang perlu diatasi. Contoh saja untuk menerapkan GCG yang baik perlu adanya komitmen manajemen puncak, tanpa hal tersebut GCG hanya akan menjadi formalitas dalam pelaporan.

Lalu budaya organisasi pada perusahaan juga penting, jika praktek KKN terlalu mengakar pada budaya perusahaan apalagi dalam konteks sektor publik tentu akan sulit untuk diubah. Karena sistem di dalamnya mendukung perbuatan-perbuatan yang tidak bertanggung jawab tersebut.

Baca Juga:  Ramadhan sebagai Momen Mempererat Persaudaraan

Kemudian regulasi yang lemah, penerapan GCG tidak akan efektif jika penegakan hukum tidak konsisten atau berat sebelah. Terkadang banyak kasus korupsi di Indonesia itu hukumannya sangat tidak efektif. Hal ini kemudian bisa menjadi kelemahan karena para petinggi akan menganggap ringan jika melakukan kecurangan pada perusahaan.

Oleh karena itu, banyak hal yang sebenarnya harus dibenahi oleh pemerintah dan juga masyarakat. Baik itu dari sistem terbawahnya sampai yang teratasnya, sebab tata kelola atau GCG harusnya menjadi suatu prinsip bukan sekedar formalitas.

“Corruption is a cancer that steals from the poor, breaks the trust in public institutions, and undermines democracy.” (Nelson Mandela)

[Andhika Putri Maulani]

 

Related Posts

Latest Post