Almuhtada.org- Mengutip dari lirik lagu yang berbunyi: ”harta yang paling berharga adalah keluarga, istana yang paling indah adalah keluarga”. Siapa sangka, ditengah huru hara keluarga yang lebih fokus dengan duniawi dan melupakan esensi nilai kehidupan akhirat, terdapat satu kisah inspiratif yang diceritakan oleh Al-Qur’an yakni keluarga Imran.
Keluarga Imran merupakan keluarga yang mulia dalam Islam, penuh keberkahan, dan memiliki perhatian yang mendalam terhadap urusan akhirat. Muhammad bin Ishaq menjelaskan bahwa Imran, yang namanya juga disebut dalam Al-Qur’an sebagai ayah dari Maryam, adalah keturunan dari Sulaiman bin Daud. Abul Qasim Ibnu ‘Asaqir menyebut Imran sebagai keturunan Sulaiman bin Daud dengan silsilah yang terjaga hingga ‘Imran bin Maataan.
Dalam kisahnya, Al-Qur’an menceritakan mengenai nazar yang dilakukan oleh istri Imran, yaitu Hannah binti Faqudza. Dikisahkan bahwa Hannah kesulitan memiliki anak hingga menjelang masa menopause. Pada suatu masa Hnnah bernaung di bawah pohon melihat seekor burung memberikan makan kepada anaknya. Ketika itu ia memohon kepada Allah agar ia diberikan anak laki-laki. Hingga seketika Allah berikan masa Haid kepada Hannah, lalu Hannah menceritakan kabar gembira itu kepada Imran.
Kabar bahagia ini berlanjut hingga Hannah diberikan kesempatan untuk mengandung janin dalam rahimnya. Di sela masa hamil, ia bernadzar kepada Allah dengan berkata, “Jika Allah memperlancar dan aku melahirkan, akan aku jadikan anak kandunganku ini sebagai muharrar.” Muharrar merujuk pada seseorang yang sepenuhnya mengabdikan dirinya kepada Allah, bebas dari belenggu duniawi dan kepentingannya, sehingga memiliki kebebasan sepenuhnya untuk beribadah. Dalam konteks ini, muharrar menggambarkan manusia yang hidupnya didedikasikan hanya untuk memenuhi kehendak Allah.
Sang suami, Imran menegur sang istri dengan menanyakan, “Bagaimana jika yang kau kandung ternyata perempuan?” Saat itu, hanya laki-laki yang dapat menjadi biarawan, “Apa yang akan kau lakukan?”
Allah pun menjawab perihal ini sebagaimana hal ini membuat Hannah merasa sakit hati.
“(Ingatlah), ketika istri Imran berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Q.S. Ali ‘Imran [2]: 35).
Hanya saja, Allah berkehendak lain. Hannah melahirkan seorang anak perempuan. Karenanya, terdapat rasa kegelisahan di dalam diri Hannah. Pasalnya, ia telah menazarkan bahwa anak yang dikandungnya kelak akan dijadikan khadam di Bait al-Muqaddas.
“Maka Dia (Allah) menerimanya dengan penerimaan yang baik, membesarkannya dengan pertumbuhan yang baik dan menyerahkan pemeliharaannya kepada Zakaria…” (Q.S. Ali Imran [3]: 37).
Hannah sempat merasa kecewa karena tidak mendapatkan anak laki-laki sesuai nazarnya. Namun, seperti banyak kekasih Allah lainnya, ia melepaskan rasa itu dan menerima dengan penuh ridha apa yang Allah karuniakan. Doanya, “…Sesungguhnya aku memohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk,” menunjukkan ketulusan hatinya. Ini menjadi teladan bagi orang tua, bahwa apapun kondisi anak mereka, termasuk jika tidak sesuai dengan harapan awal, harus diterima dengan lapang dada. Allah selalu memberikan yang terbaik, dengan banyak hikmah di balik segala ketentuan-Nya. []Lailia Lutfi Fathin
Editor: Nayla Syarifa