Almuhtada.org – Mbah Jum merupakan wanita lansia asal Bantul Yogyakarta yang keseharian sebagai penjual tempe, beliau merupakan seorang tuna netra, tetapi beliau merupakan orang yang istimewa, beliau mempunyai hati yang sangat dermawan dan beliau juga hafal Al-quran 30 juz.
Beliau juga menghidupi lima cucunya, sebenarnya cucunya hanya satu yaitu yang paling besar yang selalu mengantarkan mbah Jum ke pasar untuk menjual tempe, dan yang empat cucunya adalah anak yatim piatu yang di urusnya.
Dalam menjual tempe mbah Jum hanya bermodalkan 20 ribu dan mendapat untung paling maksimal 50 ribu, tetapi pada kenyataannya banyak orang yang beramal kepada mbah Jum, karena mbah Jum tidak bisa melihat kadang pembeli yang seharusnya hanya membayar 5 ribu tetapi mereka mengasih lebih ada yang membayar 20 ribu, 50 ribu dan mereka mengatakan “uangnya pas ya mbah”.
Pada suatu saat mbah Jum pernah mendapatkan 350 ribu dalam menjual tempe, tetapi uang 300 ribu tersebut dimasukan kotak amal masjid oleh mbah Jum, hal tersebut sangat luar biasa dimana di zaman sekarang yang orang-orang berlomba untuk mengubah semuanya menjadi uang, tetapi mbah Jum memilih bersedekah karena dia merasa haknya hanyalah 50 ribu tadi.
Mbah Jum tidak hanya menjadi penjual tempe tetapi beliau juga merupakan tukang pijat bayi “begitulah orang kampung menyebutnya”. Jadi jika ada anak-anak yang batuk, demam, diare, susah makan, rewel, dan lain-lain, biasanya orang tua mereka langsung membawa ke rumah mbah Jum, bahkan tidak hanya anak-anak mbah Jum juga bisa membantu pemulihan kesehatan orang dewasa, seperti memar, keseleo, patah tulang, dan sejenisnya.
Tetapi luarbiasanya lagi mbah Jum tidak pernah memberikan tarif kepada mereka, jika ada yang memberi beliau imbalan beliau langsung memasukan semua imbalan tadi ke kotak amal masjid, karena penasaran kenapa mbah Jum melakukan semua itu, suatu saat pernah ada orang yang bertanya “kenapa harus semuanya di masukan ke kotak amal?”
Mbah Jum menjawab sambal tersenyum: “ kulo niki sakjane mboten pinter mijet, nek wonten sing seger waras mergo dipijet kalih kulo, niku sanes kulo seng ndamel waras, niku kersane gusti Allah, lha dadose mbayare mboten kalih kulo, tapi kalih gusti Allah.” (Saya itu sebenarnya nggak pinter mijit. Kalau ada yang sembuh karena saya pijit, itu bukan karena saya, tapi karena gusti Allah. Jadi bayarnya bukan sama saya, tapi sama gusti Allah).
“Kulo niki tiang kampong. Mboten saget ningali nopo-nopo ket bayi. Alhamdulillah kersane gusti Allah kulo diparingi berkah, saget apal Quran. Gusti Allah niku bener-bener adil kaleh kulo.” (saya ini orang kampong. Tidak bisa melihat apapun dari bayi. Alhamdulillah kehendak gusti Allah, saya diberi keberkahan, bisa hafal Al-Quran. Gusti Allah itu benar-benar adil sama saya).
Itu merupakan kata-kata terakhir yang iya ucapkan setelah orang itu bertanya, sontak orang itu terharu dan disadarkan oleh kisah dan kata-kata mbah Jum yang sangat luarbiasa ini. [] Muhammad Ikhsanudin
Editor : Raffi Wizdaan Albari