Almuhtada.org – Berpikir adalah ciri khas dari manusia yang membedakannya dari makhluk yang lain. Kemampuan berpikir merupakan kemampuan yang membuat manusia dimuliakan Allah SWT.
Peristiwa dialog antara Malaikat, Adam, dan Allah SWT merupakan gambaran yang jelas betapa kita manusia dimuliakan oleh Allah SWT dengan berdasar pada kemampuan berpikir dan menyimpan ilmu.
Dengan berpikir, manusia dapat menyadari posisinya sebagai hamba dan memahami fungsinya sebagai khalifatullah di muka bumi.
Berpikir kritis merupakan sebuah kecakapan kognitif yang memungkinkan seseorang menginvestigasi sebuah situasi, masalah, atau fenomena agar dapat membuat sebuah penilaian atau keputusan.
Berpikir kritis juga salah satu hasil dari bagian otak manusia yang terus berkembang yakni cerebral cortex, bagian luar dari bagian otak manusia yang terluas.
Seseorang yang mampu untuk berpikir kritis salah satu contohnya adalah mampu untuk memastikan kebenaran suatu informasi. Dalam Islam hal ini dikenal dengan sebutan “tabayyun”.
Menurut Efendi, tabayyun diartikan sebagai sebuah tindakan yang dilakukan untuk mencari kejelasan hakekat atau kebenaran suatu fakta dengan teliti, seksama dan hati-hati.
Maka dari itu, dalam Islam setiap manusia dituntut untuk senantiasa bersikap hati-hati, tidak mudah mencerna dan mengambil informasi secara mentah tanpa usaha untuk membuktikan kebenarannya.
Di dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat (49) ayat 6 menjelaskan makna tabayyun yang menjadi konsentrasi bagi umat muslim untuk terus berpikir kritis:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.”
Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar mengatakan bahwa di dalam surah Al-Hujurat ayat 6 memberikan larangan keras untuk percaya pada berita-berita yang dibawa oleh orang fasik.
Ja’far dalam Jurnal Buletin Psikologi menyebutkan bahwa dalam Al-Qur’an perintah untuk tabayyun dimaksudkan agar menjaga kemungkinan timbulnya dampak negatif dari tidak selektifnya kita menerima suatu informasi, karena jika tidak berhati-hati akan menimbulkan instabilitas dan bahkan menyebabkan kekacauan alam kehidupan.
Hal ini menjadi bukti bahwa ada korelasi antara konsep berpikir kritis dengan tabayyun dalam Al-Qur’an. Melihat dari sisi berpikir kritis, menurut Watson dan Glaser (2008) menyatakan bahwa komponen berpikir kritis meliputi beberapa hal:
1. Penarikan kesimpulan
Melibatkan proses menganalisis data dan membuat inferensi berdasarkan bukti yang ada, tanpa mengambil kesimpulan yang tidak berdasar atau tergesa-gesa.
2. Asumsi
Pandangan maupun keyakinan yang diambil sebagai dasar dalam argumen. Mengharuskan kita untuk menyadari dan mengevaluasi asumsi yang menjadi landasan dari argumen atau klaim.
3. Deduksi
Melibatkan proses berpikir dari umum ke khusus. Dapat mengambil prinsip umum dan menerapkannya untuk menarik kesimpulan yang spesifik/khusus.
4. Menafsirkan informasi
Mencakup kemampuan membaca data, grafik, atau argumen, serta dapat menginterpretasikan maknanya secaara akurat.
5. Menganalisis argumen
Melibatkan evaluasi keseluruhan struktur. Mampu untuk mengidentifikasi pola/premis yang ada dari argumen menjadi kesimpulan serta menilai bukti yang mendukungnya.
Kelima elemen berpikir kritis tersebut saling berkaitan dan bersama-sama membentuk daya berpikir kritis yang kuat. Bagi seorang mahasiswa, kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat penting guna menghadapi berbagai informasi dan tantangan akademis.
Karena dengan kemampuan berpikir kritis yang baik, kita mampu untuk menganalisis materi secara jelas dan mendalam (deep and narrow), mampu mempertanyakan argumen yang disajikan serta mengambil keputusan yang tepat berdasarkan bukti yang ada.
Sebagai seorang mahasiswa sekaligus sebagai seorang muslim, berpikir kritis sangat relevan dengan Al-Qur’an, sesuai dengan perintah Allah SWT agar kita para muslim bisa lebih selektif dalam menerima sebuah informasi.
Karena dengan memahami berpikir kritis, seorang Muslim dapat dengan mudah memahami ajaran agamanya, menjawab beberapa tantangan yang akan dihadapi dan dapat berkontribusi positif dalam masyarakat. []Raffi Wizdaan Albari