Kesalahpahaman Umum tentang Dosa Jariyah di era digitalisasi

Ilustrasi Dosa Jariyah di Era Digitalisasi (Freepik.com - Almuhtada.org)

Almuhtada.org – Apa itu Dosa Jariyah?

Dosa jariyah mengacu pada tindakan seseorang yang memulai suatu dosa dan mengajak orang lain untuk terlibat. Jika seseorang mengajak kepada keburukan, ia akan menanggung dosa yang sama dengan orang yang mengikuti jejaknya. Menurut as-Sa’di, setiap kesalahan akan dibalas secara terus menerus selama ada orang yang melakukan dosa serupa disebabkan perbuatan mereka membuat, mengajak, memfasilitasi atau karena mereka membuat jejak (dosa) kemaksiatan selama hidup yang apabila di-qiyas-kan dengan dunia digital serupa dengan orang-orang yang menyebarkan ujaran kebencian (hate speech), sharing kemaksiatan, dan jejak digital (digital footprint).

Sebagaimana disebutkan dalam hadits:

Barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun.” (HR. Sahih Muslim)

Sayangnya, di era digital ini banyak orang yang mengaitkan dosa jariyah hanya pada perempuan yang mengunggah foto di media sosial. Stigma ini menciptakan anggapan bahwa perempuan adalah penyebab utama dari berbagai dosa.

Padahal, semua individu, baik pria maupun wanita, memiliki tanggung jawab untuk menjaga pandangan dan perilaku mereka. Menganggap perempuan sebagai sumber dosa jariyah menciptakan ketidakadilan dan memperkuat narasi negatif yang merugikan.

Baca Juga:  Yuk Kita Kenali Lebih Dekat Salah Satu Walisongo, Sunan Gresik!

Dalam QS. Fatir: 18 dijelaskan bahwa:

“Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”

Ketika perempuan mengunggah foto, sering kali muncul anggapan bahwa mereka menambah dosa orang lain. Ini mengabaikan fakta bahwa pria juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga pandangannya. Menganggap perempuan sebagai sumber dosa jariyah tidak hanya tidak adil, tetapi juga merugikan. Kecuali jika stigma ini diberlakukan juga bagi kaum adam sehingga tidak hanya perempuan saja yang dianggap dilarang mengunggah foto di sosmed maka itu barulah adil. Sehingga stigma berdasarkan human centric bukan man centric.

Pemahaman yang tepat tentang dosa jariyah sangat penting untuk menciptakan interaksi sosial yang sehat. Dengan tidak membebankan stigma hanya pada satu pihak, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih adil dan saling menghormati.

Kesadaran akan pentingnya pengendalian diri dan saling menghormati adalah kunci untuk menghindari kesalahpahaman yang merugikan dalam masyarakat. Seperti yang ditegaskan dalam hadits:

Barangsiapa yang memulai suatu kebiasaan yang buruk dalam Islam, maka ia akan memikul dosa atasnya dan juga dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun.” (HR. Sahih Muslim, no. 2398). []Adinda Aulia

Editor : Raffi Wizdaan Albari

Related Posts

Latest Post