Almuhtada.org – Hari yang terus berganti berjalan seiring dengan aktivitas manusia. Kadang kala terlalu banyak aktivitas membuat kita penat, bahkan kehilangan semangat hidup.
Salah satu kunci yang bisa kita pegang saat kehilangan semangat adalah meyakini akan masa depan. Sebab seseorang yang meyakini masa depan, maka ia akan meyakini kehidupan selanjutnya, yang membuatnya terus berpikir agar bertahan hidup untuk mencapai masa depan yang ia impikan.
Menjadi seorang muslim tidak cukup sebatas identitas saja, melainkan suatu hal yang harus kita syukuri karena mampu memeluk agama yang benar. Salah seorang mualaf mengatakan, bahwa momen terbaik dirinya adalah ketika ia menjadi orang islam. Begitu dahsyatnya kekuatan agama islam sehingga masuk agama islam menjadi momen terbaik dalam hidup. Kemudian ia mengatakan kembali, bahwa momen kebahagiaan yang ia rasakan tak cukup sampai disitu. Katanya, memiliki pasangan hidup dan memiliki anak juga menjadi momen bahagia dalam hidupnya.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap momen kebahagiaan yang berdatangan akan menjadi semangat kita untuk terus menjalani hidup. Momen kebahagiaan tidak melulu soal senang, bahkan saat kita sedihpun bisa termasuk kebahagiaan.
Saat kamu menyaksikan atau merasakan dalam momen tertentu, pernahkah kamu menangis? T1ernyata seseorang yang menangis bukan hanya berarti bahwa dia sedang sedih, akan tetapi bisa jadi ia menangis bahagia. Hal ini disebabkan air mata seseorang digolongkan menjadi 2, yaitu air mata dingin dan air mata panas. Air mata dingin adalah air mata bahagia, sedangkan air mata panas adalah air mata sedih.
Filosofi semangat karena ada harapan juga dapat kita jumpai saat berada dalam bulan suci ramadhan, dimana saat kita berpuasa 1 bulan lamanya. Seiap satu hari berpuasa kita akan menantikan berbuka. Sebab berbuka puasa ini menjadi salah satu harapan kita untuk tetap semangat dalam berpuasa 1 harian penuh.
Rasulullah Saw bersabda
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ
Artinya: “Orang yang berpuasa akan meraih dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka puasa/berhari raya, dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya,” (HR Muslim).
Hadits di atas memiliki 2 makna,
Pertama, gembiranya seseorang saat berbuka karena terbebas dari perintah Allah
Kedua, gembiranya seseorang saat bertemu Allah sebab mendapatkan balasan amal berpuasa
Begitu dahsyatnya kekuatan harapan akan masa depan, maka seseorang akan terus semangat dalam menjalani kehidupan.
Sesulit apapun hidup yang kamu jalani saat ini, yakinlah kepada Allah bahwa Allah akan menjadi penolong pertama, walaupun melalui perantara.
Sun Tzu, seorang ahli strategi perang Cina mengatakan bahwa ketika kamu berada dalam perang, dan hanya memiliki 3 kekuatan berupa harapan, senjata, makanan, lalu manakah yang akan kamu berikan terlebih dahulu?
Maka Sun Tzu mengatakan bahwa ia akan memberikan senjata atau makanan, sedangkan harapan akan terus ia pertahankan sebab harapan membuatnya akan terus bertahan.
Begitu pula dengan kehidupan, saat seseorang masih ada harapan. Maka akan selalu ada peluang atau kesempatan akan kebahagiaan. Meskipun butuh waktu lama untuk mencapai harapan tersebut, setidaknya kita meyakini bahwa harapan itu akan menjadi kenyataan sehingga kita masih memiliki alasan untuk bertahan hidup.
Perumpamaan dunia dengan akhirat yang diibaratkan dengan mencelupkan jari ke laut terdapat dalam hadits riwayat Ahmad, yang berbunyi:
“Perumpamaan antara dunia dengan akhirat ibarat seorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke dalam lautan, maka hendaklah ia melihat apa yang menempel padanya”
Perumpamaan ini menggambarkan bahwa dunia hanya setetes air yang menempel di jari ketika dicelupkan ke laut.
Hadits ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa dunia sebagai tempat untuk mempersiapkan kehidupan di akhirat. Maka hiduplah di dunia dengan menanam amal baik yang dapat menjadi ladang kita di surga.
Selagi ada harapan, semangat akan terus ada. Selagi ada masa depan, maka kamu harus tetap bertahan. Yakinlah bahwa Allah bersama kita, yakinlah bahwa masa depan yang menjadi harapan kita akan datang dihari esok, meskipun butuh waktu puluhan bahkan ribuan tahun, hal itu tidak akan mustahil terjadi jika Allah memang berkehendak. [] Eka Diyanti
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah