Almuhtada.org – Istiqomah dalam melakukan kebaikan bukanlah sebuah perkara yang mudah. Selalu ada batu lompatan yang menjadi ujian sehingga jalan kita dalam mempertahankan kebaikan tidak selalu mulus.
Banyak sekali kisah dari orang-orang hebat yang menceritakan bagaimana mereka bisa berhasil melewati serangkaian ujian dalam mempertahankan kebaikan.
Salah satu kisah yang patut kita teladani dalam mempertahankan kebaikan adalah kisah dari wanita mulia di seluruh dunia yaitu Asiyah binti Muzahim atau Asiyah istri Firaun.
Ketika kita berbicara tentang Asiyah, pasti tidak akan luput dari kisahnya Nabi Musa. Kisah Nabi Musa banyak diceritakan dalam Al-Qur’an yaitu dalam surah Al-Baqarah, Al-A’raf, Thaha, dan Al-Qashas.
Nabi Musa adalah nabi yang paling mulia di kalangan bani Israel dan terkenal dengan sebutan kalimullah yang artinya Nabi yang pernah bercakap-cakap dengan Allah swt.
Sedikit penjelasan bahwasanya bani Israel sendiri adalah sebutan untuk keturunan Nabi Ya’qub a.s. yang merupakan keturunan dari Nabi Ibrahim a.s. dengan istrinya Sarah.
Nabi Ya’qub memiliki 12 anak yang kemudian menjadi 12 suku bani Israel. Putranya yang ke-11 yakni Nabi Yusuf tidak disenangi saudara-saudaranya karena merasa Nabi Ya’qub (ayahnya) paling menyayangi Nabi Yusuf sehingga Nabi Yusuf dibuang oleh saudara-saudaranya di sebuah sumur dan kemudian ditolong dan dijual oleh pedagang yang akhirnya dibeli oleh petinggi kerajaan Mesir.
Singkat cerita Nabi Yusuf kemudian menjadi tangan kanan di kerajaan. Suatu ketika negara-negara sekitar Mesir mengalami paceklik yang luar biasa namun Mesir bisa selamat dari paceklik tersebut karena sebelumnya telah mempersiapkan dengan menyimpan banyak bahan makanan dalam waktu lama.
Sehingga Nabi Yusuf yang tinggal di Mesir mengundang keluarganya yang terkena paceklik, kemudian beranak-pinaklah saudara-saudara Nabi Yusuf yang kemudian menjadi bani Israel.
Mesir memiliki seorang raja bernama Fir’aun yang mengaku dirinya sebagai Tuhan. Fir’aun juga merupakan suami dari Asiyah yaitu salah satu wanita paling mulia di seluruh dunia.
Kemuliaannya ini diriwayatkan dalam hadits Tirmidzi yang artinya : “Cukup bagimu dari segenap perempuan di alam ini empat perempuan, yaitu Maryam putri Imran, Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, dan Asiyah istri Firaun.”
Asiyah merupakan seorang muslimah yang teguh beriman dan beribadah kepada Allah secara sembunyi-sembunyi karena lingkungannya yang tidak mendukung. Asiyah inilah yang menyelamatkan Nabi Musa yang dibuang di sungai Nil ketika masih bayi.
Mengapa Nabi Musa dibuang? Sebab Allah memberikan ilham kepada ibunda Nabi Musa untuk mengalirkan Nabi Musa ke sungai Nil, karena pada saat itu berlaku kebijakan Firaun untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir pada tahun tersebut.
Ibunda Nabi Musa yang awalnya kebingungan mau menyembunyikan kemana Nabi Musa bayi kemudian menjadi lega dengan datangnya ilham dari Allah swt.
Ditemukannya Nabi Musa dengan Asiyah menjadikan Nabi Musa selamat dari kekejaman Fir’aun. Perkataan yang Asiyah lontarkan kepada Firaun kala ia menemukan bayi Musa adalah surat Al-Qashas ayat 9: لَا تَقۡتُلُوهُ عَسَىٰٓ أَن يَنفَعَنَآ أَوۡ نَتَّخِذَهُۥ وَلَدٗا وَهُمۡ لَا يَشۡعُرُونَ
“(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak”,
Dengan keteguhan hati Asiyah dalam menyelamatkan dan membesarkan Nabi Musa, sehingga Nabi Musa tumbuh menjadi sosok yang cerdas, sempurna akalnya.
Ketika Nabi Musa akhirnya mengetahui bahwa ia diperintah Allah menjadi seorang Rasul, Nabi Musa mengajak bani Israel untuk menyeru kebenaran dan memeluk Islam.
Hal ini menjadikan Fir’aun murka sehingga dikumpulkannya para penyihir untuk menunjukkan sihir yang kemudian atas izin Allah dikalahkan Nabi Musa dengan tongkatnya.
Singkat cerita, Fir’aun kemudian mengetahui bahwasanya Asiyah selama ini juga diam-diam beriman kepada Allah sebagaimana Musa.
Ketika Fir’aun ingin memberikan hukuman kepada Asiyah, Allah terlebih dahulu menyelamatkan Asiyah dengan mencabut nyawa Asiyah sehingga ketika Fir’aun menyakiti Asiyah, Asiyah tidak merasakan sakit sedikitpun.
Jadi, dari kisah yang telah disebutkan diatas dapat diambil beberapa pelajaran yaitu hendaknya kita selalu berusaha untuk istiqomah dalam menghadapi musibah, istiqomah dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta istiqomah dalam menjauhi kemaksiatan. [] Nihayatur Rif’ah
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah