Almuhtada.org – Pada zaman dahulu sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, sebagian besar orang Arab mengikuti ajaran Nabi Isma’il a.s yang mendorong mereka untuk mengikuti agama bapaknya, Ibrahim a.s. Inti ajaran tersebut adalah menyembah Allah, mengesakan-Nya, dan memeluk agamanya.
Seiring berjalannya waktu yang cukup lama, banyak di antara mereka yang mengabaikan ajaran yang dulunya telah disampaikan kepada mereka.
Meskipun demikian, unsur-unsur keimanan tunggal kepada Allah (tauhid) dan beberapa tanda agama Ibrahim masih ada dalam masyarakat, hingga kemudian muncul Amr bin Luhay, yang menjadi pemimpin Bani Khuza’ah.
Dia menjadi terkenal sebagai seseorang yang bijaksana, gemar memberi sedekah, dan penuh hormat terhadap urusan agama. Hal ini membuatnya dicintai oleh semua orang, hingga hampir dianggap sebagai salah satu ulama besar dan wali yang dihormati.
Setelah itu, dia melakukan perjalanan ke wilayah Syam, ketika berada di sana, dia menyaksikan bahwa penduduk Syam menyembah berhala dan dia menganggap itu sebagai praktik yang benar dan baik. Amr bin Luhay menganggap bahwa Syam adalah tempat para rasul dan kitab, sehingga dianggap tempat yang suci.
Karena keyakinan ini, dia kembali dengan membawa berhala yang disebut Hubal dan menempatkannya di dalam Ka’bah.
Kemudian, dia mengajak warga Makkah untuk menyekutukan kepercayaan kepada Allah dan banyak orang Hijaz yang juga mengikuti apa yang dilakukan warga Makkah dalam menyembah berhala, karena warga Makkah dianggap sebagai penjaga Ka’bah dan orang-orang yang mendiami Tanah Suci.
Berhala yang digunakan oleh mereka pada masa itu adalah Manat, yang diletakkan di Musyallal di sebelah pantai Laut Merah dekat Qudaid. Kemudian, mereka menciptakan Lata di Tha’if dan Uzza di Wadi Nakhlah. Inilah tiga berhala terbesar yang digunakan pada zaman itu.
Setelah itu, praktik menyembah berhala semakin meluas, dan berhala-berhala yang lebih kecil tersebar di seluruh wilayah Hijaz. Konon, Amr bin Luhay memiliki seorang pembantu yang berasal dari jenis jin. Jin ini memberitahunya bahwa berhala-berhala milik suku Num (Wud, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr) tersembunyi di Jiddah.
Maka, Amr datang ke sana, mengambil berhala-berhala tersebut, dan membawanya ke wilayah Tihamah. Ketika musim haji tiba, dia menyerahkan berhala-berhala tersebut kepada berbagai suku.
Akhirnya, berhala-berhala itu kembali ke tempat asal mereka, dan akibatnya hampir setiap suku dan hampir setiap rumah memiliki berhala masing-masing. Mereka juga memenuhi Masjidil Haram dengan berbagai macam berhala dan patung.
Ketika Rasulullah membebaskan Makkah, di sekitar Ka’bah ada 360 berhala, dan beliau memusnahkan seluruh berhala tersebut sehingga semuanya hancur. Selanjutnya, beliau memerintahkan untuk mengeluarkan berhala-berhala itu dari masjid dan membakarnya.
Begitulah cerita tentang praktik kemusyrikan dan penyembahan berhala, yang merupakan karakteristik paling mencolok dalam agama orang-orang Jahiliyah. Mereka mengklaim menganut agama Ibrahim, sementara mereka memiliki sejumlah tradisi dan upacara penyembahan berhala yang sebagian besar diperkenalkan oleh Amr bin Luhay.
Ironisnya, banyak orang yang percaya bahwa inovasi yang diperkenalkan oleh Amr bin Luhay adalah hal yang baru dan baik, dan mereka meyakini bahwa itu tidak mengubah ajaran agama Nabi Ibrahim. [] Sholihul Abidin
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah