Almuhtada.org – Ada beberapa waktu yang memang di makruhkan untuk melaksanakan shalat, yang dimaksud shalat disini tentunya sholat sunnah mutlak.
Adapun sholat lainnya yang memiliki sebab pelaksanannya seperti sholat qodho’ yang dilakukan untuk mengganti sholat yang ditinggalkan sebelumnya.
Serta sholat gerhana yang dilakukan karena terjadi gerhana baik gerhana bulan maupun matahari. Dan sholat istiqa’ yang dilakukan karena ingin meminta diturunkan hujan karena kemarau yang berterusan, itu tidak dimakruhkan untuk dilaksanakan
Seperti yang diterangkan dalam Kitab taqrib karya syekh syihabuddin Abu Suja’ Al-Ashfani pada fashl ke sepuluh bab sholat
(فصل) وخمسة أوقات لا يصلى فيها إلا صلاة لها سبب: بعد صلاة الصبح حتى تطلع الشمس وعند طلوعها حتى تتكامل وترتفع قدر رمح وإذا استوت حتى تزول وبعد صلاة العصر حتى تغرب الشمس وعند الغروب حتى يتكامل غروبها
“Ada lima waktu yang tidak boleh melakukan shalat kecuali shalat yang memiliki sebab yaitu setelah shalat subuh sampai terbit matahari; saat terbit matahari sampai sempurna dan naik sekitar satu tombak; saat matahari tepat di tengah sampai condong; setelah shalat ashar sampai matahari terbenam; saat matahari terbenam sampai sempurna terbenamnya”.
Waktu- waktu yang dimakrukahkan untuk melaksanakan sholat yaitu;
- Pada waktu setelah sholat subuh sampai dengan terbitnya matahari
- Sholat pada saat matahari terbithingga matahari keluar secara sempurna dan kira-kira matahari naik setinggi satu tombak sesuai dengan pandangan mata
- Shalat saat waktu istiwa’, yaitu waktu ketika matahari tepat ditengah langit
- Shalat yang dilakukan setelah melaksanakan sholat ashar
- Shalat Ketika terbenamnya matahari
Beberapa keterangan mengenai alasan mengapa kelima waktu tersebut diharamkan untuk melakukan sholat ialah karena pada waktu tersebut merupakan tingkah polahnya orang-orang munafik dan pada waktu-waktu tersebut merupakan saat dimana setan mengeluarkan sepasang tanduknya. Sebagaimana yang diterangkanan dalam hadis shahih muslim No, 662 yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik:
تِلْكَ صَلاَةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَىِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلاَّ قَلِيلاً
‘Ini adalah shalat orang munafik. Ia duduk hingga matahari berada antara dua tanduk setan. Lalu ia mengerjakan shalat ‘Ashar empat raka’at dengan cepatnya. Ia hanyalah mengingat Allah dalam waktu yang sedikit.”
Juga diterangkan dalam kitab Al Iqna’
وَسبب الْكَرَاهَة مَا جَاءَ فِي الحَدِيث أَنه صلى الله عَلَيْهِ وَسلم قَالَ إِن الشَّمْس تطلع وَمَعَهَا قرن الشَّيْطَان فَإِذا ارْتَفَعت فَارقهَا فَإِذا اسْتَوَت قارنها فَإِذا زَالَت فَارقهَافَإِذا دنت للغروب قارنها فَإِذا غربت فَارقهَا رَوَاهُ الشَّافِعِي بِسَنَدِهِوَاخْتلف فِي المُرَاد بقرن الشَّيْطَان فَقيل قوهه وهم عباد الشَّمْس يَسْجُدُونَ لَهَا فِي هَذِه الْأَوْقَات وَقيل إِن الشَّيْطَان يدني رَأسه من الشَّمْس فِي هَذِه الْأَوْقَات ليَكُون الساجد لَهَا سَاجِدا لَهُ وَقيل غير ذَلِك
Matahari itu terbit bersama dgn tanduk setan. Jika sudah mulai naik, maka tanduk itu terpisah darinya. Jika tepat di atas kepala, tanduk itu mendampinginya lagi. Jika telah tergelincir, tanduk itu menjauhinya. Jika sudah menjelang tenggelam, tanduk itu mendatanginya kembali. Jika telah tenggelam, tanduk itu meninggalkannya.”(HR. As Syafi’i)
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai maksud dari “tanduk syeitan” sebagian ulama’ mengatakan maksudnya adalah para penyembah matahari yang bersujud kepada syetan pada waktu tersebut, sebagian ulama juga mengatakan bahwa pada waktu tersebut syetan mendekatkan kepalanya pada matahari agar orang-orang yang bersujud pada waktu tersebut juga bersujud kepadanya.
Namun kemakruhan ini tidak berlaku jika kita melakukan sholat di kota makkah, di makkah kita melakukan sholat sunnah mutlak kapanpun itu tidak apa-apa. [] Nayla Syarifa
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah