Almuhtada.org – Abdullah bin Mas’ud atau yang lebih sering kita kenal dengan Ibnu Mas’ud. Beliau merupakan salah seorang sahabat Nabi dan termasuk ke dalam kelompok enam orang pertama yang dijanjikan Allah masuk surga.
Beliau juga dikenal sebagai Muhaddis dan Mufassir Al-Qur’an di era munculnya islam. Sebagai seorang sahabat Ibnu Mas’ud sangat dekat sekali dengan keseharian Rasulullah SAW.
Ia bahkan digelari dengan julukan shahibul sirri Rasulullah artinya pemegang rahasia Rasulullah. Banyak hal yang bisa diteladani dari kisah Ibnu Mas’ud salah satunya adalah bagaimana cara beliau mengatur investasi jangka panjang yang bermanfaat bagi kehidupannya.
Investasi seringkali dikaitkan dengan kekayaan jangka panjang yang bisa didapatkan apabila menanamkan harta yang dimiliki pada usaha tertentu.
Berbeda halnya dengan orang lain, Ibnu Mas’ud memandang bahwa nilai investasi jangka panjang bukan hanya perkara harta di masa depan yang bisa dikumpulkan. Tetapi investasi jangka panjang adalah dengan menjaga kesehatan tubuh dan jiwa. Beliau mengatakan dalam Kitab Tanbihul Ghofilin bahwasanya:
”Satu dirham yang digunakan untuk mencukupi kesehatan dan kebutuhanmu lebih baik dari seratus dirham yang kau jadikan wasiat saat wafat”. (Ibnu Mas’ud)
Maknanya bahwa manusia itu seringkali memprioritaskan investasi untuk materi dibanding dengan investasi untuk kesehatan, padahal menjaga kesehatan merupakan bagian dari investasi jangka panjang yang manfaatnya lebih luas dibanding harta.
Sebab dengan tubuh yang sehat akan meningkatkan kehidupan yang lebih baik dan ibadah pun bisa maksimal sehingga kemuliaan akhirat bisa digapai.
Perkataan Ibnu Mas’ud juga mengandung makna tentang sifat bakhil, yang menunjukkan bahwa manusia itu kikir/pelit terhadap hartanya.
Bahkan tubuhnya sendiri tidak mendapatkan hak dari harta tersebut dan lebih mementingkan untuk dikumpulkan dan ditumpuk. Contoh di zaman sekarang, banyak anak muda senang sekali dengan investasi trading, bitcoin, saham dan sebagainya.
Tetapi mereka lupa untuk menginvestasikan sebagian hartanya agar mendapat kebahagiaan hakiki. Tentu ini menyiksa diri sendiri di dunia dan juga di akhirat karena menahan harta dari kebaikan-kebaikan yang nyata seperti sedekah.
Oleh karena itu, jangan sampai kita menjadi manusia yang kikir terutama terhadap hak tubuh (kesehatan) dan hak orang lain (sedekah). Berinvestasi harta itu boleh dengan tetap mengedepankan prinsip kesejahteraan diri dan kebermanfaatannya bagi banyak orang. [] Andhika Putri Maulani
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah