Urip Iku Urup

Oleh : Anur Wahyu Ningtyas

Kalimat “Urip Iku Urup” menjadi salah satu filosofi hidup masyarakat Jawa, yang dalam bahasa Indonesia kata “Urip” berarti hidup, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Sedangkan, kata “Iku” berarti itu, dan kata “Urup” berarti nyala. Sehingga, apabila digabungkan mempunyai arti bahwa Hidup itu Nyala. Namun, kalimat Urip Iku Urup apabila kita renungkan mempunyai makna dan pelajaran yang sangat mendalam.

Hidup itu harus menyala, layaknya sebuah lilin yang meleleh memberikan cahaya dalam kegelapan, memberikan kehangatan dari cahaya yang dipancarkan bagi setiap makhluk yang berada di dekatnya, tidak hanya memancarkan kobaran api dan asap yang menghitam. Perjalanan hidup manusia layaknya sebuah lilin yang sewaktu-waktu dapat meredup akibat terpaan angin, dapat menerangi sekitar dengan memberikan manfaat, dan padam saat telah mencapai masanya. Manusia seperti itu bukan? Yang sewaktu-waktu dapat memberikan cahaya kebaikan, meredup tertiup angin dan padam saat masanya datang.

Hidup itu hendaknya dapat memberikan manfaat bagi orang lain di sekitar kita, baik melalui perbuatan kita secara langsung maupun tidak langsung. Semakin banyak manfaat yang dapat kita berikan maka semakin banyak pula kebaikan yang akan kita lakukan. Manfaat yang kita berika kepada orang lain ibaratnya sebuah lilin yang menyala, memberikan kehangatan dan cahaya. Oleh karena itu, hidup harus mempunyai nilai manfaat yang selalu memberikan cahaya penerang untuk orang lain. Dalam Islam sendiri juga diperintahkan untuk senantiasa berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.

Baca Juga:  Sambat, bentuk ekspresi rasa syukur yang dilupakan

Jangan hanya menjadi bara api yang mengepulkan asap lewat lilin saja, tetapi juga harus berusaha untuk menjadi nyala api yang memancarkan cahayanya. Jangan takut untuk menebarkan manfaat dengan menjadi manusia yang baik karena dengan perbuatan baik tersebut akan memberikan manfaat yang sangat besar tidak hanya untuk diri kita sendiri tetapi juga untuk orang disekitar kita. Jadilah sebaik-baiknya sumber kebaikan, karena semakin besar manfaat yang kita berikan maka semakin baik pula kehidupan kita.

Lantas sudah seberapa besar nyala lilin kehidupan kita untuk memberikan cahaya dan keterangan untuk orang lain? Mari kita pergunakan kesempatan kita sebaik mungkin dengan menjadi cahaya penerang dan penebar kebaikan serta manfaat sebanyak mungkin sebagai bekal kita ketika dunia mulai padam.

Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

Related Posts

Latest Post