Apakah Lebih Baik Kita Buta, Tuli, Bisu dan Lumpuh?

Oleh:

Sudarto

Jika kita ditanya siapakah orang yang paling sedikit dosanya maka kebanyakan dari kita mungkin akan menjawabnya seorang alim ulama, seorang ahli ibadah, atau seorang yang sering bersedekah. Semua jawaban tersebut tidaklah salah namun perlu ditekankan lagi kita di sini membahas tentang orang yang paling sedikit dosanya maka sebenarnya orang yang paling sedikit memiliki dosa adalah orang yang buta, tuli, bisu dan lumpuh. Mengapa demikian,karena yang sering membuat dosa kebanyakan adalah orang yang sehat panca indranya.

Mata adalah anugrah Allah SWT yang sangat berharga, karena dengan mata dan penglihatan yang sehat kita dapat melihat indahnya dunia. Bayangkan bagaimana jika manusia dilahirkan tidak bisa melihat pasti manusia akan selalu berada dalam kegelapan dan sulit untuk melanjutkan hidup. Namun bagi mereka yang dilahirkan dalam keadaan buta memiliki anugrahnya sendiri yaitu dihindarkan Allah dari maksiat yang ditimbulkan oleh mata. Mereka akan terhindar dari yang namanya zina mata, melihat perbuatan keji, dan perbuatan tercela.

Telinga juga merupakan anugrah Allah sangat berharga, karena dengan telinga dan pendengaran yang sehat kita dapat mendengarkan orang bicara, kita dapat mendengar suara alat musik dan suara nyanyian yang indah. Bayangkan jika kita tidak bisa mendengar. Hidup kita akan terasa sunyi dan sepi. Kita sering merasa kasihan dengan orang yang tuli. Namun sebenarnya mereka diberikan anugrah Allah agar terhindar dari perbuatan dosa yang diakibatkan oleh telinga. Mereka tidak perlu lagi mendengar berita yang belum tentu kebenarannya. mereka juga tidak perlu mendengar omongan orang-orang yang tidak baik.

Baca Juga:  Book Review 'Aspek Hukum Bayi Tabung dan Sewa Rahim Perspektif Hukum Perdata dan Hukum Islam'

Mulut merupakan anugrah Allah yang sangat bermanfaat bagi manusia untuk dapat bicara. Dengan mulut kita dapat berkomunikasi dengan orang lain. dengan mulut juga kita dapat bernyanyi dengan suara yang merdu dan menyuarakan pendapat kita. Akan tetapi mulut merupakan salah satu yang membuat manusia sering melakukan dosa. Dengan mulut kita sering membicarakan keburukan orang lain, menyebarkan berita yang belum tentu kebenarannya, menjelek-jelekan orang lain dan banyak lagi lainnya.

Sehat Fisik, orang yang sehat fisiknya dapat melakukan banyak hal. jika kita memiliki fisik yang sehat kita dapat berolahraga setiap hari, kita dapat pergi ke pasar untuk berbelanja, kita dapat pergi bermain bersama teman-teman dan lain sebagainya. Namun dengan fisik yang sehat tidak dapat menutup kemungkinan juga jika kita melakukan perbuatan yang tercela dan pergi ke tempat-tempat maksiat. Maka berutunglah bagi mereka yang terhindar darinya.

Seorang alim ulama pasti juga tidak akan dapat terhindar dari perbuatan dosa. Jika saja ia dapat menjaga, perilakunya, perkataannya namun apakan akan menjamin ia terhindar dari mendengar sesuatu yang tidak baik dan melihat kemaksiatan. Begitu juga dengan orang ahli ibadah dan orang yang sering bersedekah apakah ia akan terhindar dari mendengar perkataan yang tidak baik dan terhindar dari melihat perbuatan maksiat.

Semua manusia pasti akan sangat sulit terhindar dari perbuatan dasa. Karena semua indra manusia merupakan jalan masuk bagi seseorang berbuat dosa. Jika saja ia berhasil terhindar dari salah satunya tidak menutup kemungkinan ia akan melakukan perbuatan dosa dari indra yang lainnya. Maka dari itu orang yang paling terhindar dari dosa adalah orang yang buta, bisu, tuli dan lumpuh. Karena ia tidak akan melihat perbuatan maksiat, mendengar sesuatu yang tidak bermanfaat, berucap yang tidak perlu dan terhindar dari pergi ke tempat maksiat.

Baca Juga:  Jangan Jadi Anak Muda yang Biasa-Biasa Saja. Yuk Usahakan dengan Terapkan Langkah Ini!

Lalu apakah sebaiknya kita dilahirkan dalam keadaan buta, tuli dan bisu saja agar bisa terhindar dari perbuatan dosa. Jawabannya adalah tidak, kita seharusnya mensyukuri semua nikmat yang telah diberikan Allah. Semua yang diciptakan Allah sebenarnya adalah sesuatu yang baik tinggal bagaimana cara kita menggunakannya dan menjaganya Apakah kita menggunakannya untuk kebaikan atau untuk keburukan.

Penulis adalah Santri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang

Related Posts

Latest Post