Oleh: Muhammad Miftahul Umam
Sekitar tahun 1998 hingga 1999 terdapat sebuah peristiwa menarik yang terjadi di desa saya, tepatnya di Desa Guyangan, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara. Pada masa itu terjadi gonjang ganjing yang sangat luar biasa yaitu teror yang dilakukan oleh para ninja. Terdapat sebuah kelompo krahasia yang berusaha membunuh para tokoh NU di desa-desa khususnya para kyai dan guru ngaji yang berpengaruh di masyarakat. Salah satu tokoh yang menjadi incaran para ninja adalah KH. Mustofa Abdul Hamid atau biasa dikenal dengan sebutan Mbah Zain. Beliau merupakan pengasuh pondok pesantren Nurul Hidayah yang terletak di Dusun Umbuk-umbuk, Desa Guyangan dan seorang ulama yang cukup terkenal di berbagai daerah sekitar.
Mbah Zain merupakan seorang kyai yang sangat disegani dihormati oleh masyarakat. Banyak santri dari berbagai daerah yang mondok atau menimba ilmu kepada beliau. Hingga akhirnya beliau menjadi target pembunuhan para ninja. Sebelum melakukan eksekusi, biasanya para ninja memberikan isyarat atau tanda terlebih dahulu kepada calon target. Tanda yang digunakan berupa tanda panah berwarna merah yang di tulis di tembok atau tiang listrik rumah. Tujuannya agar calon korban ini merasa diintimidasi dan dapat bersiap-siap karena sewaktu-waktu para ninja ini dapat melancarkan aksinya.
Kelompok rahasia tersebut memakai pakaian serba hitam hingga menutupi wajah mereka seperti ninja. Selain itu mereka juga membawa berbagai macam senjata seperti pisau belati, pedang samurai dan lain sebagainya. Pernah pada suatu malam saat Kang Arifin yang juga merupakan santri Mbah Zain sedang berjaga dan mengasah pedang di pondok, ia melihat sesosok ninja yang sedang mengintai rumah Mbah Zain dari atas pohon kelapa di dekat masjid. Melihat hal tersebut akhirnya Kang Arifin berteriak meminta bantuan kepada para santri lain. Namun setelah ninja tersebut melihat Kang Arifin berteriak, akhirnya ninja tersebut menghilang.
Pada masa yang genting itu, hampir setiap malam para warga mengasah senjata atau pedang mereka dan selalu begadang untuk menjaga keluarga maupun sesepuh atau tokoh desa. Selain itu, para warga juga tidak berani tidur diatas kasur. Mereka memilih tidur di tanah agar tidak mempan jika disantet. Begitu juga dengan para santri Mbah Zain yang senantiasa menjaga kyainya. Setiap berjaga para santri ini membekali diri mereka dengan senjata baik parang, pedang dan lain sebagainya agar dapat mengantisipasi bahaya yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Memang selain diajarkan ilmu agama, beberapa santri beliau juga diajari ilmu kebatinan atau kanuragan. Pada saat itu memang ilmu kanuragan sangat berguna untuk menghadapi para ninja. Apabila para santri tidak diajari dengan ilmu kanuragan maka akan sangat sulit menghadapi para ninja tersebut yang memiliki kekuatan yang cukup hebat seperti menghilang, meloncat dari satu pohon kepohon lain, berjalan dibawah tanah dan lain sebagainya. Terlebih lagi para ninja tersebut juga dibekali dengan senjata tajam.
Salah seorang yang terkenal pada masa itu yang juga putra dari Mbah Zain adalah Kyai Zaini. Suatu ketika rombongan ninja datang hendak mengeksekusi Mbah Zain. Akhirnya terjadi pertempuran antara ninja dengan santri Mbah Zain dan juga Kyai Zaini. Untuk melawan ninja tersebut, Kyai Zaini mengenakan sebuah jas sebagai tameng. Jas tersebut tidak mempan dengan tebasan pedang. Justru kaos yang dipakai Kyai Zaini robek-robek meskipun dilapisi dengan jas sedangkan Jas dan Kulitnya tetap aman. Selain itu Kyai Zaini juga menggunakan kacang ijo. Kacang ijo tersebut disebar di tanah dan tiba-tiba kacang tersebut berubah menjadi tentara-tentara.
Suatu ketika ada mobil pick-up yang sedang berjualan perabotan rumah tangga seperti sapu, gayung, kemoceng dan lain sebagainya. Gerak gerik mobil tersebut sangat mencurigakan karena sering bolak balik seperti sedang mengawasi. Melihat hal tersebut akhirnya para warga berinisiatif untuk menghadang mobil tersebut. Diberhentikanlah mobil tersebut secara paksa. Setelah digeledah ternyata terdapat sebuah senjata tajam seperti pisau, pedang samurai dan kain hitam yang biasa dipakai ninja. Seseorang yang dianggap ninja tersebut hampir dibunuh oleh para warga. Namun tidak jadi dan akhirnya di serahkan kepada pihak yang berwenang.
Menurut informasi yang beredar, para ninja tersebut berasal dari banyuwangi dan anak buah dari pejabat tinggi di daerah tersebut. Pada mulanya misi dari para ninja tersebut adalah membunuh para dukun santet. Namun ternyata yang para ninja tersebut incar adalah para tokoh NU, kyai-kyai kampung, guru ngaji dan tokoh yang berseberangan dengan mereka. Saat ini, saksi sejarah peristiwa tersebut masih hidup sampai sekarang yakni Kyai Zaini dan para warga yang juga menyaksikan peristiwa tersebut. Kisah ini saya dapatkan langsung dari Mbah Zain. Bahkan beliau menunjukkan kepada saya bekas luka sabetan pedang atau clurit di leher belakangnya. Sejarah kejahatan pembantaian atas para guru ngaji sampai sekarang diingat sebagai salah satu tragedi menggetirkan bagi warga NU, sekaligus menunjukkan penyelesaian yang tidak jelas atas kejahatan tersebut.
Penulis merupakan Santri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang