almuhtada.org – Dalam sebuah hadits sahih, Rasulullah saw. menjelaskan bahwa iman itu bisa naik dan turun.
Naik ketika seseorang berada dalam ketaatan, dan turun ketika ia lengah atau tergelincir dalam maksiat.
Hadits ini bukan hanya konsep teologis, tetapi cermin kehidupan manusia modern yang penuh dinamika, tekanan, dan perubahan.
Iman Naik-Turun adalah Hukum Kehidupan
Setiap manusia mengalami fase-fase perasaan lebih dekat kepada Allah, lebih rajin ibadah, lebih semangat dalam kebaikan.
Ada kalanya pula seseorang merasa futur, malas, bahkan terjatuh dalam kesalahan.
Fenomena ini normal, karena manusia punya jiwa, emosi, kesibukan, lingkungan, dan ujian yang terus berubah.
Ekspektasi Masyarakat vs Realitas Diri
Di era kehidupan, seseorang sering dibebani ekspektasi publik seperti, orang yang dianggap baik dituntut untuk selalu sempurna dan tidak boleh berbuat kesalahan.
Namun realitasnya, setiap manusia tetap manusia, bukan simbol kesempurnaan.
Ketika seseorang yang dikenal baik tergelincir, masyarakat sering lupa bahwa ia juga sedang berjuang dengan goncangan batinnya.
Relevansi dengan Kehidupan Modern
Tekanan akademik, media sosial, tuntutan sosial, dan lingkungan yang kurang baik membuat stabilitas iman dan mental seseorang naik turun.
Hari ini kuat melawan godaan, besok bisa kalah oleh emosi, lingkungan, atau kesepian.
Turunnya iman tidak selalu berarti seseorang rusak, kadang itu tanda bahwa ia sedang butuh bimbingan, atau lingkungan yang lebih sehat.
Kesadaran Diri: Fondasi Pertumbuhan
Yang paling penting bukan tidak pernah turun, tetapi bagaimana menumbuhkan kesadaran dan bangkit setelahnya.
Inilah konsep tazkiyatun nafs pembersihan jiwa yang berjalan sepanjang hidup.
Bukan garis lurus yang terus naik, tapi lika-liku yang dipenuhi pembelajaran.
Menjadikan Turunnya Iman sebagai Jalan Naik
Saat iman turun, seseorang bisa mulai jujur pada diri sendiri dan mengevaluasi diri agar dapat lebih baik dan semangat ke depannya.
Realitas hidup memang tidak selalu sesuai ekspektasi. Tapi dalam Islam, yang dinilai bukan dari reputasi, melainkan dari usaha perjalanan diri.
Iman naik turun adalah sifat manusia. Ekspektasi masyarakat sering tidak sesuai kenyataan diri seorang hamba.
Namun dalam pandangan Islam, nilai seseorang bukan pada citra luar, tetapi pada kejujuran dan usaha terus-menerus untuk kembali kepada Allah.
Kadang turunnya iman bukan akhir, tetapi tanda bahwa seseorang sedang dipanggil untuk naik dengan cara yang lebih matang, lebih tulus, dan lebih manusiawi. []Muhammad Fadli Noor











