Seni Mengatasi Ketakutan Terhadap Penilaian Orang dalam Islam di Dunia yang Penuh Standar Sosial

Almuhtada.org – Media sosial menjadi wadah interaksi manusia dalam kegiatan sehari-hari. Dari media sosial terbentuklah standar hidup dan cara berpikir baru. Meskipun bukan hanya media sosial yang menjadi pengaruh standar sosial dan gaya hidup, tetapi media sosial menjadikan informasi menyebar dengan cepat. Konten-konten yang menunjukkan kegiatan sehari-hari, pencapaian pribadi, gaya hidup, serta tampilan fisik ideal membentuk persepsi bahwa kehidupan harus selalu terlihat sempurna dan menarik. Kita melihat orang lain berlibur ke tempat mewah, memiliki pasangan ideal, sukses dalam pendidikan atau pekerjaan, dan menjalani kehidupan yang tampak tanpa masalah. Tanpa disadari, hal ini menciptakan budaya perbandingan yang terus-menerus.

Banyak orang mulai menilai hidup mereka dari seberapa menarik kehidupan mereka terlihat di mata publik. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh diri kita yang takut akan penilaian orang lain. Takut bagaimana manusia lain memandang seperti apa diri kita. Padahal, jika itu terus-menerus dilakukan, kita tidak akan tahu bagaimana jati diri kita yang sebenarnya.

Berikut ini cara mengatasi ketakutan terhadap penilaian orang lain yang diambil dari refleksi nilai-nilai Islam. Berikut Seni menghadapi Ketakutan Terhadap Penilaian Orang dalam islam

1. Menyadari bahwa nilai diri ditentukan oleh Allah, bukan manusia

Islam menegaskan bahwa yang paling mulia di hadapan Allah bukanlah yang paling kaya, berkuasa, atau populer, melainkan yang paling bertakwa. Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 13:

Baca Juga:  Perkembangan Teknologi dalam Perspektif Islam Masa Kini

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Jika kita memegang teguh ayat ini, maka kita tidak lagi tertekan dengan standar dunia, namun justru berlomba-lomba menjalankan kewajiban kita sebagai umat islam.

2. Menghindari perilaku riyaa

Takut dinilai sering muncul karena seseorang ingin melakukan sesuatu demi terlihat baik di hadapan manusia. Padahal, Islam melarang riyaa, karena hal itu merusak keikhlasan dan menjauhkan dari ketenangan hati. Dari hadist riwayat Ahmad, Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.”

Para sahabat bertanya: “Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,

“Riyaa.” (HR. Ahmad)

Sebenarnya tidak masalah jika ingin terlihat baik, tetapi haruslah kebaikan itu bukan hanya ketika ada orang lain yang melihat saja, melainkan setiap saat dilakukan untuk beribadah kepada Allah.

3. Menyadari kesalahan dan kekurangan adalah bagian dari fitrah manusia

Islam mengajarkan bahwa manusia tidak diciptakan untuk menjadi sempurna. Kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran dan pintu untuk kembali kepada Allah.

Rasulullah SAW bersabda:

“Setiap anak Adam pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi)

4. Menjadikan Allah sebagai tujuan utama

Ketika seorang muslim menjadikan Allah sebagai tujuan utama, rasa takut terhadap penilaian manusia akan berkurang. Hatinya menjadi tenang karena ia memahami bahwa manusia tidak berkuasa atas hidupnya.

Baca Juga:  Jangan Membunuh Dirimu Sendiri! Ketahuilah Bagaimana Islam Memandangnya

Allah berfirman:

“Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dan sebaik-baik pelindung.”

(QS. Ali Imran: 173)

Orang yang bersandar kepada Allah tidak mudah goyah oleh komentar negatif atau penolakan sosial, sebab ia tahu bahwa yang menentukan keberhasilan adalah Allah, bukan manusia.

Islam mengajarkan bahwa kemuliaan sejati datang dari ketakwaan dan keikhlasan, bukan dari validasi manusia. Allah menilai hati dan amal, bukan tampilan dan pencitraan. Ketika seseorang mampu menata niat, memperkuat keyakinan diri, dan fokus pada nilai-nilai taqwa, maka ia akan menemukan ketenangan dan keberanian untuk menjalani hidup tanpa harus membuktikan apapun kepada siapa pun. Pada akhirnya, hidup bukan tentang terlihat sempurna di mata manusia, tetapi tentang menjadi hamba yang dicintai Allah. Ketika hati bergantung kepada-Nya, maka komentar manusia tidak lagi menakutkan, dan kita dapat hidup dengan lebih tenang, bebas, dan penuh makna. []Nathasya Putri Ratu

 

 

 

 

 

 

 

Related Posts

Latest Post