almuhtada.org – Masa Islam adalah periode penting dalam sejarah Mesir karena membawa pengaruh besar bagi negara dan masyarakat Mesir. Masa ini berlangsung selama ± 8,5 abad, dimulai dari Penaklukan Mesir oleh Islam yang dipimpin Amr bin Ash pada tahun 641 M, pada masa khalifahan Umar bin Khattab.
Mesir awalnya menjadi provinsi Islam yang tunduk kepada Madinah sebagai ibu kota Negara Islam, sampai akhirnya menjadi pusat Kekhalifahan Abbasiyah, hingga jatuhnya negara Mamluk akibat invasi Ottoman pada tahun 1517 M.
Kondisi Ekonomi
Ciri khas sistem ekonomi Islam di Mesir adalah penerapan Jizya (pajak perorangan) pada non-Muslim, yang terdiri dari Jizya al-Ru’us (ditetapkan dua dinar untuk setiap pria yang mampu bekerja, tidak dikenakan pada wanita, anak-anak, atau orang tua renta) dan Jizya al-Ard (pajak tanah). Pendapatan total dari Jizya yang dikumpulkan oleh Muslim jauh lebih kecil daripada yang dikumpulkan oleh Romawi. Hal ini menyebabkan orang Qibti dan pemilik tanah menyukai pemerintahan Muslim, dan mereka banyak yang memeluk Islam.
Dalam bidang industri, seni dan industri Islam Mesir berkembang dan terkenal dengan corak Arab-Islam. Karena lokasi perdagangan yang strategis, peran Mesir dalam perdagangan tidak berubah; sebaliknya, aktivitas perdagangan bahkan meningkat. Pada abad keempat Hijriah, Iskandariyah dan Baghdad menjadi penentu harga komoditas global, terutama barang mewah. Mesir mengekspor gandum dan linen, serta mengimpor kayu, logam, dan material yang diperlukan untuk pembuatan kapal.
Kondisi Sosial dan Budaya
Perkembangan Arsitektur Islam dimulai dengan ibu kota Islam pertama Al-Fustat, dan masjid Amr bin Al-Ash. Karya penting lainnya termasuk Pengukur Sungai Nil di Pulau Rawdah (didirikan oleh Khalifah Abbasiyah Al-Mutawakkil Billah) dan Masjid Ahmad bin Tulun.
Arsitektur Fatimiyah pun berkembang pesat, dengan Masjid Al-Azhar sebagai contoh paling terkenal, bersama dengan Masjid Al-Anwar dan Masjid Al-Aqmar. Di masa Ayyubiyah, Benteng Salahuddin menjadi tengara terkenal. Mamluk meninggalkan warisan seni yang kaya berupa masjid, kubah, sekolah, dan benteng.
Di bidang ilmiah, gerakan keilmuan keagamaan yang luas berpusat di Masjid Amr bin Al-Ash. Seiring waktu, Mesir bertransformasi dari penerima ilmu-ilmu Arab dan Islam menjadi sumber ilmu pengetahuan. Al-Azhar Al-Sharif, khususnya di era Ayyubiyah berperan penting dalam bidang pendidikan, berkembang menjadi universitas Islam yang pengaruhnya meluas ke luar Mesir. Selain ilmu agama dan Arab, para ilmuwan periode ini juga menekuni keilmuan umum seperti astronomi, kedokteran, dan matematika.
Periode Islam di Mesir dapat diibaratkan seperti sebuah sungai besar yang bertemu dengan delta subur. Sungai (budaya dan administrasi Islam) membawa aliran kuat yang mengubah lanskap, tetapi tanah delta (peradaban dan masyarakat Mesir) memastikan bahwa aliran tersebut menyebar dan bercampur, menghasilkan sistem baru yang unik (Mesir Islam) dengan akar lokal yang kuat dan warna global. [Nabila Putri]











