Almuhtada.org – Mengapa sebagian orang terlihat sukses dan mampu bangkit dari keterpurukan, sementara yang lain terpuruk padahal tantangan yang dihadapi serupa?
Hakikat hidup adalah sebuah perjalanan panjang yang dipenuhi dengan perjuangan, tantangan, dan impian yang harus diraih.
Dalam pandangan Islam, keberhasilan sejati bukanlah sekadar hasil dari usaha manusia melainkan buah usaha manusia dan campur tangan Allah.
Oleh karena itu, ketika berjuang tidak diwujudkan dengan usaha saja, namun dengan doa dan juga tawakal.
Inilah saatnya kita belajar tiga kunci dalam perjuangan, yaitu usaha (ikhtiar), doa, dan tawakal.
Tiga elemen ini bukanlah pilihan yang berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan tak terpisahkan, menjadikannya resep keberhasilan sejati, baik di dunia maupun di akhirat.
Kunci Pertama: Usaha (Ikhtiar), Aksi Nyata
Fondasi pertama dalam perjuangan seorang mukmin adalah usaha atau ikhtiar. Ikhtiar adalah mengerahkan segala daya dan upaya yang dimiliki secara maksimal dan sungguh-sungguh.
Dalam islam, konsep menunggu hasil tanpa bergerak adalah hal yang sia-sia dan tidak diperbolehkan.
Oleh karena itu, tindakan nyata adalah wujud kepatuhan dan keseriusan hamba.
Usaha merupakan pembuktian kesungguhan kita di hadapan Sang Pencipta, bahwa kita layak atas pertolongan-Nya.
Sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri” (QS. Ar-Ra’d: 11).
Dalil ini dengan tegas menegaskan bahwa perubahan dan kesuksesan harus dimulai dari gerakan diri sendiri.
Kunci Kedua: Doa, Kekuatan Spiritual dan Komunikasi
Setelah mengerahkan usaha secara maksimal, langkah selanjutnya yang tak kalah vital adalah doa.
Doa adalah jantung dari ibadah dan merupakan senjata terkuat seorang mukmin.
Ia berfungsi sebagai penghubung utama dan komunikasi langsung dengan Allah.
Dalam perjuangan hidup, doa bukanlah sekadar pelengkap atau ritual di akhir, melainkan inti yang menguatkan usaha kita.
Fungsi utama doa adalah memohon pertolongan, kemudahan, dan keberkahan agar usaha yang telah dilakukan dapat membuahkan hasil terbaik.
Lebih dari sekadar permintaan, doa juga berfungsi menenangkan hati dari kecemasan akan hasil, serta menghilangkan kesombongan diri karena menyadari bahwa sekeras apa pun kita berusaha, keputusan akhir tetap berada di tangan-Nya.
Saat berdoa, kita mengakui kelemahan diri di hadapan Allah.
Penting untuk dilakukan dengan adab dan keyakinan penuh, terutama di waktu-waktu mustajab, agar hati kita selalu terhubung dengan Allah.
Kunci Ketiga: Tawakal, Penyerahan Diri Total
Inilah kunci terakhir yang sering disalahpahami yaitu tawakal.
Banyak orang keliru mengartikannya sebagai sikap pasrah dan menunggu tanpa usaha.
Padahal, tawakal yang benar adalah penyerahan total hasil kepada Allah setelah seluruh proses ikhtiar dan doa telah selesai dilaksanakan.
Tawakal adalah puncak dari kepercayaan kita kepada rencana Allah.
Efek terbesar dari tawakal adalah lahirnya kedamaian batin yang sebenar-benarnya.
Seorang hamba yang bertawakal akan meyakini dengan sepenuh hati bahwa apa pun hasil akhirnya baik sukses maupun kegagalan adalah yang terbaik menurut Allah yang Maha Mengetahui.
Ketika kegagalan datang, tawakal menjadi pondasi yang kokoh.
Ia membantu hamba untuk bangkit tanpa putus asa, karena kegagalan dilihat sebagai takdir, pelajaran, dan kesempatan untuk kembali berjuang dengan strategi yang lebih baik.
Dengan tawakal, hati terbebaskan dari rasa khawatir dan bergantung pada makhluk, karena sandaran utamanya hanya pada Allah.
Keberhasilan sejati dalam pandangan Islam adalah hasil dari harmonisasi tiga kunci yang tak terpisahkan: aksi nyata kita (usaha), komunikasi dan pengakuan kerendahan hati kita (doa), dan penyerahan total hati kita (tawakal).
Tidak ada satu pun kunci yang bisa berdiri sendiri.
Karena usaha tanpa doa adalah kesombongan, doa tanpa usaha adalah kemalasan, dan tawakal tanpa keduanya adalah kepasrahan yang keliru.
Mari kita mulai mengamalkan tiga kunci ini dalam setiap aspek kehidupan dan perjuangan kita untuk kebahagiaan sejati baik dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bisshowab [Pranita Wulan Andini]