almuhtada.org – Belakangan ini, kita disuguhi kasus yang menggetarkan hati seperti adanya rumah-rumah pejabat publik, seperti anggota DPR dan menteri, ikut dijarah dalam aksi demonstrasi. Rumah Ahmad Sahroni, rumah Uya Kuya, Sri Mulyani, hingga Eko Patrio jadi sasaran massa. Massa menyerbu kediaman, mengambil barang-barang perabotan, bahkan peralatan elektronik, dengan alasan protes terhadap ketidakadilan atau kritik terhadap pejabat yang dianggap terlalu glamor. Pertanyaannya, benarkah Islam membolehkan hal seperti ini?
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا ٢٩
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S An-Nisa : 29)
Dalam hukum Islam, perbuatan semacam ini bisa masuk ke beberapa kategori:
- Sariqah (pencurian) yaitu mengambil harta orang lain secara diam-diam.
- Ghasab (perampasan) yaitu merampas harta orang lain secara terang-terangan.
- Hirabah (perampokan/teror) yaitu merampas harta dengan menimbulkan rasa takut, kerusakan, atau ancaman terhadap masyarakat.
Jika kita melihat fenomena penjarahan dalam kerusuhan, maka perbuatan tersebut lebih dekat dengan kategori ghasab atau bahkan hirabah, karena dilakukan secara terbuka, menimbulkan keresahan, dan merugikan banyak pihak. Inilah sebabnya penjarahan dipandang sebagai perbuatan tercela yang berat dalam hukum Islam.
Dari Abu Hurairah, lalu ia berkata: “Abu Bakar menambahkan dalam hadits tersebut dengan redaksi: ‘Tidaklah seseorang merampas harta orang lain yang karenanya orang-orang memandangnya sebagai orang yang terpandang, ketika dia merampas harta tersebut dalam keadaan mukmin.’” (H.R. al-Bukhari, No. 5150).
Rasulullah SAW pun memperkuat larangan ini melalui sabdanya:
«لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ»
Artinya: “Tidak halal harta seorang Muslim kecuali dengan kerelaan hatinya.” (HR. Ahmad).
Hadis ini menjadi penegasan bahwa mengambil harta orang lain tanpa izin adalah perbuatan yang terlarang. Maka dari itu, Menjarah di tengah kekacauan, apapun alasannya, tetaplah haram dalam Islam. Perlawanan sejati bukanlah dengan merusak dan merampas, melainkan dengan perjuangan yang halal, bersih, dan penuh keberkahan.
Mari berjuang dengan cara yang diridai Allah, bukan dengan kezaliman. Karena Islam tidak pernah membenarkan penjarahan, meskipun atas nama perjuangan.
Penulis: [Fitri Novita Sari]