Kekuatan Pemikiran: Manusia Seringkali Terbatas Pada Kemauan

Perubahan pemikiran itu penting (Pixabay.com - Almuhtada.org)

almuhtad.org – Pada Buku Rencana Pembebasan Baitul Maqsis karya Prof. Abdul Fattah El-Awaisi ada salah satu kalimat yang menarik yaitu Liberation of Mind before Liberation of Land.

Pada Buku Baitul Maqdis For Dummies juga disampaikan bahwa ada kekuatan besar tentang pemikiran seseorang yang nantinya melahirkan suatu tingkah laku bahkan bisa pada suatu kebangkitan.

Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam Kitab Peraturan Hidup dalam Islam, “Kebangkitan manusia tergantung pada pemikirannya tentang hidup, alam semesta, dan manusia serta hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan dunia dan ada sesudahnya”

Ketiga buku di atas menyampaikan bahwa segala tindakan yang terwujud pasti diawali dengan apa yang ada di dalam pikiran manusia. Inilah kekuatan pemikiran.

Seadainya tidak dipikirkan, maka mustahil untuk dapat diwujudkan. Hal yang tergambar dengan jelas dan kuat akan memiliki peluang tinggi untuk terwujud.

Begitupun sebaliknya, semakin terbatas dan samar hal tersebut dalam pikiran kita maka akan memiliki peluang terwujud yang lebih rendah.

Manusia itu seringkali terbatas bukan pada kemampuannya, melainkan kemauan. Jika kita berpikir bahwa kita tidak mampu melakukan suatu hal dan tidak mau mencobanya, apa yang terjadi?

Yes, besar kemungkinan untuk menjadi suatu kenyataan itu tidak akan pernah terwujud. Sebaliknya jika kita sudah mau maka ada dua kemungkinan, berhasil atau gagal.

Baca Juga:  Learn, Share & Care Tugas Generasional: Inilah 11 Alasan Mengapa Kita Harus Bebaskan Baitul Maqdis

Sobat, kekuatan pemikiran ini sangat penting untuk kita ketahui lho. Mengapa demikian? Yes, pemikiran ini soal non-fisik, ghaib sementara kenyataan soal perkara fisik.

Pada dua buku yang sebelumnya telah disebutkan di atas menyampaikan bahwa Islam selalu teguh mengajarkan bahwa non-fisik lebih utama daripada fisik.

Mengapa bisa demikian? Yes, karena sesuatu yang ghoib adalah fondasi bagi hal-hal lahirial yang dibangun diatasnya.

Sebagai contoh tentang ibadah haji yang merupakan sebuah amalan bersifat fisik dan lahiriah. Banyak orang yang bersusah payah untuk menunaikan ibadah haji ya kan?

Ada banyak perjuangan untuk bisa ibadah haji ya kan? Tentu untuk melaksanakan ibadah tersebut tidak mudah tetapi keimanan yang bersifat non-fisik, membuahkan sebab yang jelas baginya.

Islam selalu teguh mengajarkan bahwa non-fisik lebih utama daripada fisik.

Pada awal masa Islam, Allah memerintahkan Rasulullah SAW untuk melaksanakan dakwah dan membangun fondasi non-fisik selama 13 tahun di Mekkah.

Banyak kita lihat, ayat-ayat di Mekkah lebih banyak membicarakan tentang perkara-perkara yang bersifat non-fisik. Misalnya, belief system, prinsip hidup, tauhid, dan akidah.

Setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, ayat Madaniyah baru banyak membahas perkara fisik (terlihat). Misalnya, tata cara sholat, puasa, dan amalan sholehnya.

Islam mengajarkan jika kita mampu menyelesaikan apa yang ada dalam kepala maka akan sangat mudah untuk menyelesaikan kenyataanya.

Baca Juga:  Mengenal Lebih Dekat Baitul Maqdis, Ini Dia Perannya dalam Sejarah Islam

Kenyataan tergantung dari pemikiran. Begitu juag pendekatan yang kita pilih menyelesaikan sebuah persoalan.

Kebanyakan permasalahan tidak terletak pada fisik tapi non-fisik. Bukan pada kemampuan tapi pada kemauan. Bukan pada teknis tapi pada mindset.

Pemikiran membentuk dan memperkuat persepsi terhadap segala sesuatu. [] Raudhatul Jannah

Related Posts

Latest Post