Almuhtada.org – Seperti yang kita tahu beberapa hukum Islam di suatu daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan hukum Islam di Arab Saudi, contohnya beberapa tempat di Jawa tengah dan Jawa timur memiliki tradisi tradisional yang bercampur dengan Islam, seperti sedekah bumi dengan doa-doa, selametan, kenduri, ziarah dan yang paling terkenal adalah ‘tahlilan,’ yang dimana tahlilan ini tidak terdapat dalam ajaran Rasulullah, lantas bagaimana caranya tradisi ‘tahlilan’ dan tradisi serupa ini muncul di Jawa Tengah dan Jawa Timur? Jawabannya adalah Walisongo.
Sebelum ajaran Islam masuk ke Indonesia masyarakat Indonesia masih menganut kepercayaan Animisme dan ajaran Hindu Budha, yang di mana mereka percaya bahwa ruh orang yang telah meninggal takut untuk meninggalkan dunia, sehingga mereka ingin mengajak keluarganya yang lain untuk menemaninya di alam sana. Lalu agar ruh tersebut tenang, anggota keluarganya harus memberikan sesaji atau persembahan dengan cara menyembelih binatang ternak seperti ayam, kambing, kerbau atau sapi yang kemudian akan di letakan di tempat tertentu dengan tujuan agar ruh binatang ternak tersebut dapat menemani sang mayit.
Saat Walisongo mengetahui tradisi ini di pulau Jawa dan mereka mengetahui bahwa tradisi yang kental akan sulit di ubah, maka akhirnya mereka membawa tradisi tahlilan sebagai metode dakwah dengan tujuan agar Islam lebih mudah diterima oleh masyarakat, karena tahlilan sendiri memiliki konsep yang tidak terlalu jauh dengan tradisi sesaji, yaitu sama-sama memberi sesuatu pada orang yang telah meninggal, yang menjadi pembedanya adalah tahlilan mengirim bacaan doa dan dzikir seperti membaca surah Yasin dan tahlil, sedangkan tradisi sesajen memberikan persembahan berupa binatang ternak yang di sembelih.
Waktu berlalu dan tradisi tahlilan telah dikenal banyak orang, hingga pertanyaan dan kritik pun muncul terhadap tradisi tahlilan ini, beberapa orang setuju, namun banyak juga yang menyebut bahwa hal ini merupakan bid’ah yang menyesatkan. Jika kita menelisik kembali pada masa jahiliah di tempat kelahiran Rasulullah, kaum kafir Quraisy dulunya merupakan kaum yang sangat suka berjudi, berzina, dan minum khamr (arak). Hingga Nabi Muhammad SAW lahir dan turunlah ayat Alquran yang melarang mereka untuk meminum khamr, namun berbeda dengan ayat lain yang secara langsung dan tegas melarang umatnya, ayat tentang larangan khamr diturunkan secara bertahap menyesuaikan kebiasaan kaum Quraisy, seolah mempermudah kaum Quraisy untuk berhenti dari meminum khamr karena seperti yang kita tahu menghilangkan rasa kecanduan terhadap minuman keras merupakan hal yang tidak mudah dilakukan. Hal ini lah yang di lakukan oleh Walisongo, dengan secara bertahap mengubah kepercayaan animisme yang ada di pulau Jawa dengan tradisi tahlilan, hingga kepercayaan animisme perlahan tergantikan.
[] Dani Hasan