Syukur di Tengah Derita: Ketabahan Hati Abu Qilabah

Ilustrasi seseorang yang sedang merenung sebagai simbol keteguhan dan rasa syukur di tengah ujian (freepik.com-almuhtada.org)

almuhtada.org – Dalam kehidupan, setiap manusia pasti diuji dengan berbagai bentuk cobaan. Seperti halnya kehilangan, sakit, kegagalan, atau kesedihan. Kadang kita bertanya dalam hati, “Mengapa harus aku?” atau “Kapan ujian ini berakhir?” Namun, Islam mengajarkan bahwa tidak ada satu pun ujian yang sia-sia.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 286 :

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Artinya:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”

Ayat ini menjadi pengingat bahwa setiap beban yang Allah titipkan sudah disesuaikan dengan kekuatan kita. Salah satu contoh nyata dari keteguhan hati dan syukur dalam ujian adalah kisah Abu Qilabah, seorang sahabat Nabi yang hidupnya menjadi teladan luar biasa dalam menerima takdir dengan penuh keikhlasan.

Kisah Abu Qilabah: Syukur di Tengah Penderitaan

Dikisahkan oleh Abdullah bin Muhammad, suatu hari ia berjalan di daerah Aris, dekat perbatasan Mesir. Ia melihat sebuah kemah kecil di tengah padang pasir dan merasa penasaran. Saat masuk, ia menemukan seorang laki-laki terbaring dengan kondisi yang sangat memprihatinkan yakni kedua tangan dan kakinya buntung, matanya buta, tubuhnya kurus, dan pendengarannya hampir hilang. Hanya lisannya saja yang masih berfungsi dengan baik.

Namun yang mengejutkan, dari lisan laki-laki itu terdengar kalimat yang lembut tapi penuh makna:

“Ya Allah, ilhamilah aku untuk tetap bersyukur atas nikmat dan kemuliaan yang Engkau berikan kepadaku di antara makhluk-Mu.”

Baca Juga:  Ketahuilah! Rasa Malu itu Sebagian dari Iman

Abdullah pun bertanya heran, “Wahai saudaraku, nikmat apa yang kau syukuri dari Allah dalam keadaan seperti ini?”

Lelaki itu menjawab,

“Demi Allah, seandainya Allah menenggelamkanku di laut atau menjatuhkan gunung kepadaku, aku tidak akan berkata kecuali bersyukur kepada-Nya. Bukankah Dia masih memberiku lisan untuk berdzikir dan bersyukur?”

Ia melanjutkan bahwa ia memiliki seorang anak yang menuntunnya ke masjid dan menyuapinya, namun tiga hari ini anak itu belum kembali. Ia pun memohon Abdullah untuk mencarikannya.

Setelah mencari, Abdullah mendapati sang anak telah wafat diterkam singa. Dengan hati berat, ia kembali ke kemah dan menyampaikan kabar itu dengan lembut. Ia mulai dengan bertanya :

“Sudahkah engkau mendengar kisah Nabi Ayub? “ laki-laki itu mengangguk dan menjawab “Ya”. Abdullah melanjutkan, “Allah mengujinya dengan hilangnya harta anak-anak dan penyakit yang parah. Bagaimana beliau menghadapi ujian itu? “

Laki-laki itu menjawab berulang kali “Ia bersabar, ia bersabar,dan bersabar” laki laki itu kemudian bertanya “Sekarang katakan padaku dimana anakku”.

Abdullah menjawab “Putramu telah wafat diterkam binatang buas. Semoga Allah melipatgandakan pahala untukmu dan memberimu kesabaran”.

Laki-laki itu mendengarkan, menarik nafas panjang, lalu berkata,

“Alhamdulillah Allah SWT tidak membiarkan anakku menjadi makhluk yang bermaksiat hingga harus diazab di neraka”

Beberapa saat kemudian, ia menghembuskan nafas terakhirnya dalam keadaan bersyukur. Abdullah menangis lalu membaringkan jasadnya, menutupi tubuhnya dengan jubah lalu mencari bantuan. Beberapa saat kemudian datang 4 orang penunggang kuda, mereka terkejut saat melihat jenazah itu dan berkata ini adalah Abu Qilabah sahabat dari Ibnu Abbas, dahulu ia ditawari menjadi hakim oleh khalifah tapi ia menolak karena takut tidak adil. Hal ini tercantum dalam kitab Ats-tsiqat karya imam Ibnu Hibban.

Baca Juga:  Meraih Cinta Allah Pada Shalat Malam

Makna Syukur yang Sesungguhnya

Dari kisah Abu Qilabah, kita belajar bahwa syukur bukanlah sekadar ucapan saat mendapat nikmat, tapi sikap hati yang menerima setiap ketentuan Allah SWT baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan.

Allah SWT berfirman dalam QS. Ibrahim ayat 7 :

لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu; tetapi jika kamu kufur, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Syukur tidak tergantung pada keadaan, tetapi pada kesadaran bahwa setiap hal datang dari Allah dan pasti membawa kebaikan. Sementara sabar adalah bentuk keyakinan bahwa di balik kesulitan selalu ada kemudahan.

Refleksi

Dalam hidup modern yang serba cepat, kita sering mengukur nikmat dari hal-hal besar seperti gaji, jabatan, pencapaian. Padahal, kemampuan bernapas, mendengar, atau sekadar tersenyum pun adalah karunia luar biasa yang layak disyukuri.

Abu Qilabah telah kehilangan hampir segalanya, tetapi ia tidak kehilangan rasa syukurnya kepada Allah. Ia menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati tidak ditentukan oleh kondisi fisik, melainkan oleh ketenangan hati yang yakin pada takdir Allah.

Maka, marilah kita belajar darinya untuk tetap bersyukur meski keadaan tak selalu mudah, dan bersabar saat ujian datang tanpa henti. Karena, sebagaimana pepatah mengatakan:

“Barang siapa bersabar, maka Allah akan menolongnya. Dan barangsiapa bersyukur, maka Allah akan menambah nikmatnya”.

Baca Juga:  Leadership Tanpa Moral: Refleksi dari Kepemimpinan Adolf Hitler, Dampak dan pelajaran bagi pemimpin modern.

Wallahu a’lam bishawab. [] Rezza Salsabella Putri

 

Related Posts

Latest Post