Almuhtada.org – Dalam kehidupan, tidak ada satu pun di antara kita yang bisa menghindar dari hal-hal buruk.
Setiap orang akan melalui masa-masa sulit, masa di mana segala sesuatu terasa berat dan menyesakkan.
Pada titik itu, muncul pertanyaan dalam hati, “mengapa hal ini terjadi padaku?”
Kemudian kita tidak bisa merasakan apapun, baik senang maupun sedih.
Mati rasa kita tanggung tanpa kita inginkan, berharap kesembuhan segera menggantikannya.
Dalam kondisi seperti ini, sering kali kita lupa bahwa masih banyak nikmat yang sepatutnya kita syukuri.
Misalnya, ketika seseorang kehilangan pekerjaan, ia mungkin larut dalam rasa kecewa dan khawatir akan masa depannya, hingga lupa bahwa ia masih memiliki keluarga yang mendukung dan kesehatan yang memungkinkan untuk berjuang kembali.
Atau saat seseorang gagal dalam ujian yang telah dipersiapkan dengan sungguh-sungguh, ia merasa sia-sia, padahal kegagalan itu bisa menjadi motivasi untuk belajar lebih giat.
Ketika sedang mati rasa, kita tidak lagi exited dengan hal-hal yang sebelumnya kita senangi.
Kita patah hati dan berujung pada kecewa. Hal ini sangat wajar karena seseorang akan melalui 5 fase berduka setelah mengalami kesedihan atau traumatis.
Fase pertama adalah ketika seseorang akan cenderung menyangkal bahwa dirinya sedang menghadapi hal buruk.
Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosianal yang sedang dirasakan. Fase ini disebut fase menyangkal atau denial.
Fase kedua adalah perasaan marah yang dirasakan sebagai bentuk penolakan atas hal buruk yang terjadi padanya.
Amarah ini bisa disimpan dan juga diluapkan kepada lingkungan sekitarnya. Fase ini disebu fase marah atau anger.
Fase ketiga adalah fase kembalinya kontrol atas diri sendiri.
Pada fase ini, kemarahan seseorang mulai mereda dan akan mencari pencegahan atas hal buruk yang telah terjadi. Fase ini disebut fase tawar menawar atau bargaining.
Fase keempat adalah fase terberat karena apabila pencegahan atas hal buruk yang dilakukan tidak berhasil, maka ia yang berduka akan merasa down dan melampiaskannya pada perilaku buruk.
Misalnya sering menangis, tidak nafsu makan, sampai naudzubillah bunuh diri. Fase ini disebut fase depresi atau depression.
Fase kelima adalah fase dimana seseorang yang berduka pada akhirnya akan menerima kenyataan atas hal buruk yang ditakdirkan padanya.
Tidak semua orang akan mencapai fase ini dalam waktu yang singkat.
Beberapa orang mungkin baru bisa menerima kenyataan takdirnya setalah bertahun-tahun. Fase ini disebut fase menerima atau acceptance.
Setiap peristiwa yang Allah gariskan memiliki maksud dan pelajaran.
Bagaimana kita menghadapinya adalah cara kita untuk tumbuh menjadi diri kita di masa depan.
Rasa senang, sedih, marah, lapar, kenyang, cinta, dan bahkan kecewa, semuanya adalah bagian dari fitrah manusia yang Allah ciptakan. Allah Swt. berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 153:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah: 153)
Kita punya Allah Swt. untuk tempat bergantung. Allah adalah dzat yang Maha Segalanya.
ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ
Artinya: “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (Q.S. Al-Ikhlas: 2)
Allah lah yang mampu menyembuhkan kita dari keterpurukan. Oleh karena itu, kita dekatkan diri kita kepada-Nya.
Kita bersabar dan percaya pada takdir Allah, bahwa segala sesuatu ada hikmah dan pelajaran yang bisa kita ambil untuk menjadi lebih baik.[]Nihayatur Rif’ah