Inilah 7 Jenis Kesabaran dalam Kitab Suci Al-Qur’an yang Wajib Kita Ketahui Sebagai Seoarang Muslim

Ilustrasi seorang muslim yang sedang berdoa khusyuk di dalam masjid, menunjukkan sebuah ketabahan dalam menghadapi berbagai cobaan kehidupan di dunia ini. (sumber: Arsip Dokumen Pribadi – ALMUHTADA.ORG).

almuhtada.org – Hidup Tidak Pernah Bebas dari Ujian, Tapi Ada Jawabannya.

Di dalam Kitab Suci Al-Qur’an memetakan dan juga membagi sabar dalam berbagai dimensi kehidupan yaitu mulai dari perjuangan, penuntut ilmu, hingga kehidupan keluarga dan juga sosial.

Dalam Islam, kesabaran nggak hanya dalam satu bentuk saja. Akan tetapi ia memiliki beragam cabang dan juga konteks masing-masing sesuai dengan bobot dan juga pahala yang berbeda.

Al-Qur’an secara detail telah menyebutkan bentuk-bentuk kesabaran ini, sebagai bekal dan juga petunjuk hidup bagi kita sebagai orang-orang beriman.

Berikut adalah penjelasan mengenai tujuh jenis kesabaran yang diajarkan langsung dalam Kitab Suci Al-Qur’an, kemudian kita cerminkan ke dalam kehidupan sehari-hari kita:

Pertama, Sabar dalam Menghadapi Musuh dan Tekanan Eksternal

Allah Swt. memerintahkan kaum muslimin untuk tetap tegar dan tidak mudah terpancing emosi saat menghadapi lawan atau ujian berat di medan perjuangan. Kesabaran ini menjaga kekuatan dan persatuan.

Sebagaimana Firman Allah Swt.: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu; dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfaal ayat ke-46).

Maka, coba kita bayangkan seorang pilot yang menerbangkan pesawat di tengah badai. Itu artinya semua penumpang bergantung pada ketenangannya. Jika ia panik, bencana besar mungkin bisa saja terjadi.

Begitu pula kita sebagai seorang muslim, dalam menghadapi berbagai macam ujian entah di pekerjaan, media sosial, atau tekanan dari pihak luar.

Dengan adanya kesabaran maka menjadi ruang kendali yang menjaga kita tetap terarah.

Tanpa adanya kesabaran, bisa jadi diri kita tercerai-berai oleh emosi yang sesaat.

Kedua, Sabar karena Cinta kepada Allah Swt.

Orang-orang yang sabar demi mengharap ridha Allah Swt. tidak hanya sabar terhadap musibah atau ujian saja, akan tetapi juga dalam melakukan amal kebaikan secara konsisten.

Sebagaimana Firman Allah Swt.: “Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi ataupun terang-terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan. Mereka itulah yang memperoleh tempat kesudahan (yang baik).” (QS. Ar-Ra’d ayat ke-22)

Baca Juga:  Learn, Share & Care Tugas Generasional: Inilah 11 Alasan Mengapa Kita Harus Bebaskan Baitul Maqdis

Dari ayat diatas dapat kita tarik bahwa sabar ini mirip dengan kasih seorang ibu kepada bayinya. Ibu rela begadang, kemudian menahan rasa lelah, dan juga tetap tersenyum demi sang buah hatinya.

Dengan adanya cinta inilah yang membuat pengorbanan terasa manis.

Begitulah harusnya kita sebagai seorang hamba, kita harus tetap melaksanakan dan menegakkan shalat meskipun rasa lelah datang menghampiri hidup kita, kemudian juga tetap bersedekah meskipun sedikit, tetap memaafkan orang lain meski kadang kita disakiti.

Karena semua atas dasar cinta kepada Allah Swt.

Ketiga, Sabar dalam Proses Menuntut Ilmu

Selanjutnya yaitu belajar dan juga menimba ilmu memerlukan sebuah kesabaran dalam memahami untuk belajar hal-hal yang baru dan menghadapi tantangan intelektual.

Sama halnya seperti Kisah dari Nabi Musa dan juga Nabi Khidir yang menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa tanpa adanya kesabaran, maka ilmu sulit untuk diterima.

Sebagaimana Firman Allah Swt.: “Musa berkata: ‘Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu urusan pun.’” (QS. Al-Kahfi ayat ke-69)

Jadi, Ilmu itu diibaratkan seperti pohon. Artinya biji atau benih yang kita tanam tidak langsung berbuah begitu saja. Akan tetapi benih itu butuh yang namanya air, tanah, waktu, dan juga pastinya perawatan.

Apabila kita tergesa-gesa mencabut bijinya karena kita tidak sabar menunggu, maka kita hanya akan kehilangan kesempatan menikmati buahnya yang lezat.

Begitupun ketika menuntut ilmu, maka kita harus bersabar dan juga siap menghadapi alur prosesnya.

Yaitu dengan membaca buku atau materi secara berulang-ulang, mendengar penjelasan guru atau dosen dengan teliti, dan juga dengan sadar kita mengakui bahwa ada hal-hal yang belum kita pahami makanya perlu yang namanya belajar.

Keempat, Sabar Menjalankan Ibadah secara Konsisten

Melakukan amal shaleh secara istiqomah dan juga konsisten juga merupakan bentuk sabar yang tinggi nilainya.

Sebagaimana Firman Allah Swt.: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Maryam ayat ke-65)

Baca Juga:  Apa itu Insan Kamil? Bentuk Penghambaan Tertinggi kepada Allah SWT

Ibadah itu diibaratkan seperti api kecil pada sebuah lilin. Jika kita jaga dengan penuh rasa kesabaran, maka ia akan menerangi sekeliling kita.

Apabila kita biarkan padam, maka kegelapan kembali menyelimuti kita.

Kadang kita merasa rutinitas ibadah terasa berat dan juga melelahkan, apalagi di tengah kesibukan kita sehari-hari.

Tapi dengan kesabaran kita dalam dalam menjaga istiqomah walau sedikit demi sedikit maka semoga menjadi cahaya kita di akhirat kelak.

Kelima, Kesabaran dalam Membina Keluarga dan juga Mengajaknya pada Ketaatan kepada Allah Swt.

Sebagai kepala keluarga maka sudah menjadi tugasnya untuk menjadi pembina dalam keluarga, yang berarti bersabar dalam membimbing dan juga menanamkan nilai-nilai ajaran agama islam dalam kehidupan berumah tangga, meski seringkali menemui bermacam-macam rintangan di dalamnya.

Sebagaimana Firman Allah Swt.: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya…” (QS. Thaaha ayat ke-132)

Dari ayat di atas menjelaskan kepada kita  bahwasanya mengajarkan nilai pada keluarga itu ibarat meneteskan air demi tetes ke atas batu.

Perubahannya mungkin tidak tampak dalam sehari begitu saja, akan tetapi tetesan yang konsisten inilah akan mengukir bentuk di atas batu.

Anak-anak, pasangan, bahkan diri kita sendiri memerlukan keteladanan yang terus-menerus dan juga berulang-ulang.

Itu artinya pendidikan dan juga pembinaan dalam keluarga tidak cukup hanya dengan sekali nasihat atau sekali contoh saja dan dalam keluarga belajar dari kebiasaan baik yang diulang-ulang serta keteladan nyata yang konsisten, bukan dari teori/ucapan yang didengar sesekali.

Keenam, Sabar Menghadapi Lingkungan Sosial yang Menantang

Manusia juga menjadi ujian bagi manusia lainnya. Dalam interaksi sosial, kita diuji entah itu perilaku orang lain seperti celaan, kemudian fitnah, hingga ketidakadilan.

Jadi dengan adanya kesabaran inilah yang menjadi pelindung kita dari reaksi negatif.

Sebagaimana Firman Allah Swt.: “Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat.” (QS. Al-Furqaan ayat ke-20)

Baca Juga:  Pemaknaan Amar Ma'ruf Nahi Munkar dalam Dinamika Kehidupan Masyarakat

Sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat itu ibarat kita berjalan di jalan raya. Mungkin ada pengemudi yang sabar dan ada pula yang ugal-ugalan.

Jika diri kita mudah terpancing setiap kali disalip, maka perjalanan kita pastinya tidak akan tenang, bukan?.

Nah, begitu juga dalam pergaulan, mungkin kita pernah mendapatkan celaan, fitnah, ataupun ketidakadilan maka itu adalah “kendaraan” yang lewat di sekitar kita.

Hanya dengan kesabaran inilah yang menjadi sabuk pengaman. Yang menjaga diri kita dari reaksi gegabah agar selamat sampai tujuan akhir kita masing-masing.

Ketujuh, Sabar Menghadapi Penolakan Terhadap Kebenaran

Perlu kita ketahui bahwa para rasul pun tidak luput dari penolakan dan juga penganiayaan.

Namun, apa responnya?, mereka tetap dalam jalan kesabaran dalam menyampaikan risalah para rasul-Nya. Atas dasar kesabaran mereka lah yang menjadi contoh keteguhan dalam mempertahankan prinsip kebenaran.

Sebagaimana firman Allah Swt.: “Dan sungguh telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, maka mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka…” (QS. Al-An’am ayat ke-34)

Para rasul ini seperti seorang petani kurma yang menanam benihnya di padang pasir. Mungkin orang-orang yang melihatnya menertawakan karena melihat kondisi tanahnya yang tandus.

Tapi para rasul Allah Swt. tidak menghiraukannya dan tetap untuk senantiasa menyiram dan juga merawat yaitu dengan sikap penuh kesabaran.

Bertahun-tahun kemudian, maka pohon itu akan tumbuh kokoh dan juga berbuah manis.

Maka demikian pula dengan kebenaran. Ia mungkin ditolak pada awalnya, akan tetapi dengan penuh kesabaran, insyaAllah ia akan berbuah indah di masa depan.

Sabar Itu Multi Sisi

Kesabaran dalam Ajaran Agama Islam itu bukan hanya satu warna saja. Ia fleksibel, menyentuh seluruh sisi kehidupan kita di dunia ini. Mulai dari perjuangan, spiritualitas, keluarga, pendidikan, dan juga sosial.

Dan setiap bentuk kesabaran memiliki nilainya tersendiri di sisi Allah Swt. “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfaal ayat yang ke-46).  [] ALFIAN HIDAYAT – Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada Angkatan 5

Related Posts

Latest Post