almuhtada.org – Ketika membaca surat At-Tin, Allah mengawali ayatnya dengan tiga sumpah. Sumpah pertama ditujukan kepada buah tin dan zaitun. sumpah kedua yaitu untuk bukit Thursina lalu sumpah ketiga adalah kepada negeri yang aman atau yang dimaksud adalah Mekah.
Ketiga sumpah itu jika dibaca sekilas seperti tidak berkesinambungan dengan ayat berikutnya. Ayat berikutnya Allah berfirman bahwa Ia telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik. Apa kaitannya dengan ketiga sumpah di awal tadi?
Ada berbagai tafsir dari ayat pertama surat At-Tin yang Allah bersumpah atas nama buah tin dan zaitun. Banyak ulama menafsirkan buah tin sebagai tempat tumbuhnya nabi Nuh ‘alaihi assalam, yaitu kota Damaskus karena di sana banyak tumbuh buah tin sedangkan buah zaitun merujuk kepada Baitul maqdis karena banyak buah zaitun tumbuh di sana.
Sumpah Allah kepada buah tin dan zaitun menandakan keduanya memiliki keistimewaan, baik karena buah itu sendiri atau karena filosofi di dalamnya yang menjadi simbolik tempat-tempat agung nan istimewa.
Ayat kedua surat At-Tin, Allah bersumpah kepada bukit Thursina. Bukit ini memang tempat yang istimewa karena di sanalah nabi Musa menerima wahyu secara langsung tanpa perantara malaikat. Sumpah tersebut menandakan bahwa bukit tersebut memiliki kedudukan yang agung.
Sumpah Allah pun masih berlanjut, “Dan Aku bersumpah atas kota yang aman ini (Mekah)”, Allah bersumpah untuk kota Mekah. Mekah adalah tempat kelahiran, tumbuh dan dakwah nabi Muhammad. Tempat ini jelas memiliki kedudukan yang istimewa, terlebih Allah menyebutnya sebagai kota yang aman.
Ketiga sumpah tersebut memiliki hubungan makna dengan ayat-ayat berikutnya. Hubungan ketiganya adalah sebagai simbolik tempat-tempat agung yang memiliki kedudukan istimewa serta kisah historis sepanjang perjalanan dakwah agama Allah.
Ayat pun dilanjut dengan “Dan Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Hubungan ayat ini dengan ketiga ayat sebelumnya yang bersumpah atas buah tin dan zaitun, bukit Thursina serta kota Mekah adalah Allah yang telah menyempurnakan ajaran agama-Nya melalui wahyu yang diturunkan di tempat-tempat istimewa dengan utusan pilihan-Nya lalu menyempurnakan ciptaan-Nya dengan segala kesempurnaan berupa akal, hati, serta fisik.
Pada ayat kelima Allah memperingatkan orang-orang mukmin bahwa walaupun Allah telah menyempurnakan kita yaitu manusia, kita bisa saja ditempatkan atau dikembalikan ke tempat yang paling rendah. Apa yang dimaksud dengan tempat paling rendah? Tempat terendah tersebut atau disebut Asfala Saafiliin memiliki makna bahwa tempat seburuk-buruknya kembali adalah neraka.
Dalam surat ini Allah mengingatkan bahwa Ia telah menurunkan wahyu dengan begitu sempurnanya, menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya, tapi bisa saja kesempurnaan itu membawa kepada keburukan jika tidak disikapi dengan tepat.
Maka seperti apa sikap yang tepat? Sikap yang tepat disebutkan dalam ayat berikutnya. Allah mengecualikan orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan dari tempat paling rendah. Allah akan memberi ganjaran yang setimpal dengan keimanan dan kebaikan hamba-Nya.
Sehingga pada dua ayat terakhir ayat seakan menantang siapakah yang berani mendustai Allah setelah datangnya kebenaran ajaran Allah? bahkan Allah pun memberikan ganjaran bagi orang yang beriman dan berbuat baik setelah Allah berikan banyak sekali bukti, petunjuk dan kenikmatan. Seperti ayat terakhir yang berbunyi “Bukankah Allah adalah sebaik-sebaik hakim?”
Surat At-Tin ini mengajak kita untuk merenungi dengan berpikir terlebih dahulu, Allah membukanya dengan sumpah yang memiliki makna simbolik, Pesan utama yang ingin disampaikan sebenarnya hanya sesederhana perintah berbuat kebaikan dan beriman. Namun cara yang Allah gunakan dalam surat At-Tin ini berbeda.
Kita diajak untuk merenungi dan berpikir terlebih dahulu lalu disadarkan dengan banyaknya kenikmatan yang telah Allah berikan dan terakhir diberi pertanyaan reflektif agar kita lebih sadar akan keagungan Allah. Wallahu a’lam bisshowab [Pranita Wulan Andini]