Seni Mendengar, Terkadang Diam Juga Mengajarkan Banyak Hal

Ilustrasi seorang ibu sedang mengajar anak - anaknyaa (Pinterest.com - almuhtada.org)

almuhtada.org – Ketika kamu berbicara, kamu hanya sedang mengulang apa yang kamu tahu, tapi ketika kamu mendengar, kamu mempelajari hal baru.- Dalai Lama

Di zaman ini, banyak orang berlomba-lomba untuk didengar. Setiap hari kita disuguhi pendapat demi pendapat, perdebatan yang tak ada habisnya, dan suara-suara yang saling tumpang tindih di ruang digital maupun nyata.

Namun, di tengah hiruk pikuk itu semua, kita jarang melihat orang yang benar-benar hadir sebagai pendengar. Padahal, mendengar bukan tanda ketidakmampuan bicara ia justru cerminan kedewasaan dalam menyerap makna.

Diam bukan berarti tidak tahu. Kadang, diam adalah tanda bahwa seseorang sedang belajar. Karena saat kita berbicara, kita hanya mengulang apa yang kita tahu. Tapi saat kita mendengarkan, kita membuka diri terhadap hal-hal yang sebelumnya belum kita pahami. Islam sangat memuliakan adab ini. Rasulullah SAW bersabda,

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.”

Hadis ini bukan hanya perintah untuk menjaga lisan, tapi juga ajakan untuk merenung: apakah setiap kata yang keluar dari mulut kita memang perlu? Ataukah justru kita sedang menutup pintu ilmu dengan terlalu banyak bicara?

Dalam tradisi keilmuan Islam, diam adalah bagian dari proses menuntut ilmu. Ulama-ulama besar dahulu mengajarkan murid-muridnya untuk lebih banyak menyimak daripada bicara.

Baca Juga:  Pentingnya Menjaga Lisan Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Mereka paham, ilmu itu masuk dari telinga, bukan dari mulut. Dalam majelis ilmu, murid yang duduk tenang dan penuh hormat kepada gurunya bukanlah murid yang pasif, tapi murid yang sedang aktif menyerap hikmah dengan cara paling bijak: mendengarkan.

Dalam Al-Qur’an, Allah mengabadikan sikap orang-orang beriman dengan kalimat, “Sami’na wa atha’na” kami dengar dan kami taat. Mendengar bukan sekadar kegiatan pasif, melainkan bentuk kesiapan jiwa untuk menerima petunjuk, lalu menjalankannya.

Inilah bedanya antara mendengar biasa dengan mendengar yang bernilai ibadah. Sebab banyak orang yang mendengar, tapi tidak semua benar-benar menyimak. Banyak yang tahu, tapi tidak semua mengamalkan.

Diam juga mengajarkan kesabaran. Saat kita tidak buru-buru membalas, tidak tergesa menanggapi, kita memberi ruang bagi diri sendiri untuk memahami maksud, mempertimbangkan respon, dan menjaga adab.

Orang yang mampu diam pada saat yang tepat sedang melatih dirinya untuk bersikap lebih tenang dan bijaksana. Mendengar keluh kesah orang tua, menyimak cerita teman, memperhatikan guru, atau sekadar hadir penuh perhatian saat seseorang bicara semua itu bagian dari adab, dan juga bentuk kasih sayang.

Karena dalam diam yang penuh adab, sering kali ilmu datang diam-diam, mengetuk pintu hati kita dengan cara yang paling halus. [] Adinda Aulia

Related Posts

Latest Post