almuhtada.org – Bicara tentang mukjizat, kita bisa teringat banyak hal menakjubkan berkaitan, contohnya seperti kisah Nabi Musa dengan tongkat ajaibnya yang berubah jadi ular, atau cerita tangan Nabi Isa yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit bahkan bisa membangkitkan orang yang telah meninggal, atau air yang mengalir dari jari-jari Rasulullah SAW.
Dan dari sekian banyak kisah menakjubkan, mengapa Al-Qur’an yang dipilih dan dianggap sebagai mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad? Kenapa bukan sesuatu yang lebih “wah” di mata manusia seperti membelah langit atau menahan waktu?
Mungkin pertanyaan itu muncul karena sebenarnya kita masih belum memahaminya, maka dari itu, mari kita menyelami betapa hebatnya Al-Quran melalui bacaan ini.
Setiap nabi diberi mukjizat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi umatnya. Di zaman Nabi Musa, sihir dan keajaiban yang berwujud sangat dikagumi. Maka Allah mengutus mukjizat yang “menantang” kemampuan itu.
Sama halnya dengan Nabi Muhammad SAW yang diutus pada zaman di mana bangsa Arab sangat mengagungkan sastra, seperti syair contohnya. Jadi bukan bukan tanpa sebab jika Allah memberikan mukjizat berupa ayat-ayat Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW.
Bangsa Arab pada masa itu menjadikan syair sebagai kebanggaan. Bagi mereka, keindahan kata bisa mengubah persepsi atau bahkan menggerakkan hati. Ibaratnya seperti sihir. Hanya dengan sebuah untaian kata indah, orang bisa saja berubah. Begitulah mereka mengagungkan dan membanggakan syair.
Tapi Al-Qur’an hadir bukan sekadar untuk menyaingi, Al-Quran telah melampauinya. Al-Qur’an bukan hanya indah, tapi tak tertandingi. Di dalamnya bukan sekedar sisi estetika namun mengandung pesan, kekuatan, dan petunjuk hidup yang tidak bisa diciptakan oleh manusia mana pun. Bahkan para penyair handal pun terdiam. Mereka sebenarnya tau bahwa ini bukan karya manusia.
Coba kita perhatikan akhir-akhir ayat Al-Qur’an. Setiap ayatnya terdengar berima, puitis, dan nyaman didengar, namun tetap mengandung makna mendalam dan teratur sempurna. Contohnya dalam surat Al-Gasiyah, pada ayat 17 hingga ayat 20, Allah mengajak kita untuk merenungkan penciptaannya, “Maka apakah mereka tidak memerhatikan unta bagaimana diciptakan?” dan selanjutnya.
Akhir ayatnya berima indah sehingga sangat nyaman didengarkan. Namun bukan itu saja yang harus diperhatikan. Tetapi kandungan dalam ayat-ayat tersebut yang mengajak manusia merenungi bahwa penciptaan Allah begitu seimbang dan sempurna.
Masih membicarakan hal yang sama, yaitu soal keajaiban Al-Qur’an, karena kita tak akan pernah kehabisan. Karena jumlah surat di dalam Al-Quran ada 114 dan ayat-ayatnya yang lebih dari 6.000.
Banyak pula para peneliti yang menemukan keseimbangan kata di dalam Al-Quran, misalnya, “Hayat” (hidup) dan “maut” (mati) sama-sama disebut 145 kali, “Setan” dan “malaikat” masing-masing 88 kali, dan kata “bulan” disebut 12 kali, dan “hari” disebut 365 kali. Apakah itu bisa disebut sebagai kebetulan? Bukan, ini bukan sekedar kebetulan. Semuanya bagian dari kesempurnaan ilahi yang manusia tak bisa tiru.
Semua mukjizat nabi terdahulu sudah selesai masa tugasnya. Tapi Al-Qur’an masih ada dan tidak berubah isinya sama sekali dari awal hingga beribu tahun kemudian. Isinya masih terbuka untuk dibaca siapa pun, kapan pun. Sudah lebih dari 1400 tahun sejak diturunkan, tapi isinya masih relevan, menggetarkan, dan bisa menuntun hidup manusia zaman mana pun. karena Al-Quran hidup sebagai kalam dari Zat Yang Maha Hidup.
Jika dahulu orang bisa terpesona dengan keindahan syair, kenapa kita tidak bisa jatuh cinta lagi pada keindahan Al-Qur’an? Bukan cuma karena indah, tapi karena ia menguatkan jiwa, memberi arah, dan membisikkan rasa kasih dari Allah yang tak pernah berhenti menyayangi kita.
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus…” (QS. Al-Isra: 9)
Mungkin saatnya kita lebih sering membuka Al-Qur’an, bukan hanya untuk dibaca, tapi untuk diselami karena di sanalah kita akan menemukan petunjuk, hidayah dan begitu agungnya sang Ilahi. [Pranita Wulan Andini]