almuhtada.org – Setiap tahun, umat Muslim di seluruh dunia merayakan Hari Raya Idul Adha dengan penuh rasa khidmat dan semangat. Mereka melaksanakan salat di berbagai tempat, mulai dari masjid, lapangan, hingga area terbuka yang menawarkan pemandangan alam yang sangat indah.
Salah satu tempat yang ramai dibicarakan tahun ini adalah Lapangan Garung, yang terletak di Desa Butuh, Kecamatan Kalikajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Lokasi ini memang begitu menakjubkan, karena langsung menghadap ke Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing yang tampak megah.
Tak heran kalau banyak orang dari berbagai daerah datang ke tempat ini untuk merasakan suasana yang berbeda saat salat Idul Adha. Dengan udara pegunungan yang sejuk dan pemandangan sawah yang hijau, suasana salat terasa lebih tenang dan menyentuh hati.
Namun sayangnya, di balik keindahan alam yang memukau itu, muncul hal yang sedikit mengganggu kekhusyukan ibadah, yaitu munculnya budaya FOMO (Fear of Missing Out) atau rasa takut ketinggalan momen.
Banyak orang yang datang bukan semata-mata karena ingin beribadah, tetapi karena tergoda oleh keinginan untuk mengikuti tren. Mereka datang lebih awal untuk mencari tempat paling strategis agar bisa mendapatkan foto/video terbaik.
Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari berbagai sumber, jumlah pengunjung salat Idul Adha di Lapangan Garung tahun ini mencapai sekitar 27.000 orang, sementara kapasitas lapangannya hanya sekitar 5.000 orang. Lonjakan jumlah ini membuat sebagian besar jemaah harus menempati area yang sebenarnya tidak diperuntukkan untuk salat.
Situasi ini menimbulkan beberapa masalah, yaitu beberapa jemaah yang salat di depan imam, padahal dalam salat berjamaah, posisi makmum seharusnya tidak boleh didepan imam. Selain itu, banyak juga jemaah yang salat di atas sawah, dan tanpa sengaja merusak tanaman yang sedang tumbuh. Hal ini tentu sangat merugikan para petani yang menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian.
Fenomena ini membuat kita bertanya-tanya, apakah keinginan untuk hadir di tempat yang viral dengan pemandangan yang indah telah membuat kita lupa pada adab dalam beribadah?
Padahal, Idul Adha seharusnya menjadi momen yang mengajarkan kita tentang arti keikhlasan dan pengorbanan. Kita diajak meneladani kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang rela menyerahkan sesuatu yang paling mereka cintai demi menjalankan perintah Allah.
Seharusnya ini menjadi momen yang tepat untuk memperbaiki diri, memperkuat keimanan, dan menumbuhkan rasa peduli kepada sesama. Tapi semua itu bisa kehilangan makna kalau niat kita berubah hanya karena ingin ikut-ikutan tren (FOMO).
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan menikmati pemandangan indah saat beribadah. Justru, melihat ciptaan Allah yang begitu luar biasa seharusnya membuat kita makin bersyukur. Tapi akan sangat disayangkan jika demi keindahan itu, kita sampai mengabaikan adab saat salat, bahkan sampai merugikan orang lain.
Salat di tempat terbuka yang indah akan terasa lebih khidmat jika kita tetap menjaga ketertiban, memperhatikan adab dalam salat, dan tidak merusak lingkungan maupun hak orang lain.
Semoga kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Bagi panitia dan penyelenggara, semoga kedepannya bisa membuat mekanisme salat yang lebih efektif, memperhitungkan kapasitas tempat, dan keamanan bagi para jemaah. Bagi para jemaah, semoga bisa lebih bijak dalam memilih lokasi ibadah, dan lebih mengutamakan adab beribadah daripada tren foto/video yang viral.
Karena pada akhirnya, yang Allah lihat bukan tempat kita salat, tapi niat, tata cara, dan bagaimana kita menjaga sikap saat beribadah. Mari kita jaga niat kita, jaga lingkungan sekitar, dan sikap saling menghormati antar sesama. [] M. Akiyasul Azkiya