almuhtada.org- Diceritakan dahulu di kota Tarim ada seorang murid yang sangat cerdas dan pintar tapi durhaka kepada gurunya, dalam sebuah kisah yang penuh hikmah pada belasan tahun lalu ada seorang santri yang sedang nyantri di Rubat Tarim dan diasuh langsung oleh Habib Abdulloh Assyatiri, dia terkenal santri yang sangat alim, cerdas dan pintar hingga mampu menghafal Kitab Tuhfatul Muhtaj 4 jilid.
Suatu hari disaat Habib Abdulloh mengisi pengajian rutin santri, tiba tiba sang Habib bertanya kepada santri yang lainnya tentang kemanakah santri yang sangat terkenal pandai dan cerdas itu??? “Kemana si fulan???”
Semua santri bingung dan tidak bisa menjawab pertanyaan sang guru. Ternyata santri yang dimaksud itu sedang tidak ada di pondok, melainkan keluar berniat mengisi pengajian di kota Mukalla tanpa izin.
Akhirnya Habib Abdulloh As Syatiri yg sangat terkenal Allamah dan Waliyulloh terdiam lalu berkata : “Baiklah, orangnya boleh keluar tanpa izin, tapi ilmunya tetap disini!”. Di Kotta Mukalla, santri yang sudah terkenal cerdas dan pandai tersebut sudah di nanti-nantikan para pecinta ilmu untuk mengisi pengajian di Masjid Omar Mukalla. Singkat cerita si santri ini pun maju kedepan dan mulai membuka ceramahnya dengan salam dan muqaddimah pendek.
Wallahualam ternyata, setelah membaca amma ba’du si santri yang cerdas dan pintar ini tak mampu berkata sama sekali, bahkan kitab paling kecil sekelas Safinah pun tak mampu ia ingat sedikitpun. Sontak dia tertunduk dan menangis, para hadirin pun heran, “Ada apa ini?” akhirnya salah satu ulama kota Mukalla pun menghapirinya dan bertanya: “Saudara mengapa bisa begini? Apa yang saudara lakukan sebelumnya? Lalu ia menjawab: “aku keluar tanpa izin Habib dari pesantren untuk mengisi acara ini” Dia terus menangis, dan beberapa orang menyarankan agar ia meminta maaf kepada sang Habib gurunya itu.
Parahnya dia dengan sombong tidak mau meminta maaf, kesombongannya ini membuat semua orang menjauhinya, dan tidak ada satupun yang perduli padanya, bahkan hidupnya setelah itu sangat miskin dan terlunta – lunta, dia bertahan hidup hanya dengan menjual daging ikan kering di sebuah pasar. Dan disaat ia meninggal, dia mati dalam keadaan miskin bahkan kain kafannya pun tak mampu dibeli dan akhirnya diberi oleh seseorang.
Dari kisah santri durhaka ini mengajarkan bahwa adab dan rida guru adalah kunci keberkahan ilmu. Sekalipun seseorang cerdas dan berilmu, tanpa adab dan kerendahan hati, maka ilmunya tidak ada artinya apa-apa, ilmu itu bisa hilang dan hidupnya hancur. Maka dari itu kita sebagai seorang murid yang dididik oleh seorang guru hormatilah gurumu itu, jauhi kesombongan, dan jagalah adab dalam menuntut ilmu. Karena tanpa adanya seorang guru, ilmu itu tidak akan ada untuk kita. [Shokifatus Salamah]