Almuhtada.org – Pernahkah kita memilih jujur meski bisa saja berbohong dan untung besar? Inilah kisah langka yang jadi pelajaran lintas zaman.
Dalam keseharian, kita sering dihadapkan pada pilihan antara untung sesaat atau berkah jangka panjang. Kisah berikut menggambarkan bagaimana kejujuran yang tampak sederhana ternyata membawa ridha Allah yang luar biasa.
Diceritakan dalam beberapa kitab tafsir dan hadits, bahwa ada seorang lelaki dari Bani Israil yang hendak menjual sebidang tanah miliknya. Setelah harga disepakati dan akad dilakukan, pembeli mulai menggali tanah itu dan menemukan sebuah peti berisi emas.
Seketika, pembeli itu menemui sang penjual dan berkata,
“Ambillah emas ini, karena ia milikmu. Aku hanya membeli tanah, bukan harta yang tersembunyi di dalamnya.”
Namun penjual itu menjawab,
“Aku menjual tanah berserta isinya, maka emas itu sekarang milikmu.”
Keduanya berselisih dalam kebaikan, bukan dalam kerakusan. Karena tak menemukan titik temu, mereka mendatangi seorang hakim.
Hakim pun bertanya kepada keduanya, “Apakah kalian memiliki anak?” Salah satu menjawab, “Aku punya seorang putra.” Dan yang lain menjawab, “Aku memiliki seorang putri.”
Akhirnya hakim memberi solusi, “Nikahkan putra dan putri kalian, lalu berikan emas itu sebagai mahar. Kalian berdua telah berlaku jujur dan Allah akan memberi keberkahan.”
Meskipun kisah ini terjadi di zaman Bani Israil, nilai moral dan keimanan di dalamnya selaras dengan ajaran Islam. Kejujuran adalah sifat dasar dalam Islam. Rasulullah ﷺ dikenal sebagai Al-Amin, orang yang terpercaya, bahkan sebelum diangkat menjadi Nabi.
Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (QS. At-Taubah: 119)
Di zaman sekarang, ketika banyak orang menghalalkan segala cara demi keuntungan duniawi, kisah ini adalah cermin yang menampar nurani kita. Bahwa jujur bukan sekadar amal mulia, tapi kunci keberkahan dan kepercayaan.
Kisah ini mengajarkan bahwa kejujuran bukan berarti kehilangan, justru ia adalah pintu datangnya rezeki yang tak disangka. Ketika dua orang ini berselisih, bukan karena ingin merebut, tapi karena ingin saling mengalah dalam kebaikan. Itu tanda kebeningan hati yang lahir dari iman. Di tengah godaan dunia, tetap memilih yang halal dan jujur adalah bukti kekuatan jiwa. Maka, mari kita tanamkan kejujuran dalam setiap aspek hidup agar hidup kita diberkahi, seperti dua orang saleh ini.
Semoga kisah ini mampu menggugah hati kita untuk kembali menata niat dalam setiap transaksi dan urusan. Karena yang jujur mungkin tidak selalu cepat sukses, tapi pasti sampai pada keberkahan.[]Sahaki