Almuhtada.org – Rasa takut pada kematian, kalau ditarik garis besarnya, bukanlah sesuatu yang perlu dianggap aneh. Bahkan, bisa jadi itu pertanda kalau hati kita masih hidup. Takut mati bukan selalu berarti kita lemah iman bisa jadi justru karena kita sadar betapa besar urusan yang akan dihadapi setelahnya.
Dalam Islam, ketakutan seperti ini perlu dipahami dengan hati yang lapang dan pikiran yang jernih. Jangan sampai rasa takut itu justru membelenggu langkah kita untuk terus memperbaiki diri. Kematian merupakan peristiwa yang pasti. Ia adalah bagian dari takdir yang sudah Allah tetapkan bagi tiap-tiap hamba-Nya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS Ali Imran: 185)
Allah menjelaskan bahwa dunia ini adalah tempat bersenang-senang—atau gampangnya, dunia itu tempat bermain. Tapi, permainan di dunia akan “game over” pada waktu yang sudah ditentukan oleh Sang Pencipta alam semesta. Lalu, bagaimana dengan seseorang yang punya rasa takut terhadap kematian?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan perbedaan kondisi antara orang mukmin dan orang munafik: orang mukmin seperti air yang mengalir dari teko, sementara orang munafik seperti kain basah yang dicabut dengan pengait besi. Mendengar ini, tentu saja tak semua orang siap menghadapi kematian. Dan pertanyaannya, siapa di antara kita yang benar-benar siap?
Ada dua kategori rasa takut terhadap kematian:
- Ketakutan terhadap kematian yang terpuji
Dalam sebuah hadis diceritakan bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu sering menangis ketika datang ke pemakaman. Saat ditanya alasannya, beliau menjawab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya kubur ini adalah awal peristiwa akhirat. Siapa saja yang selamat di sana, maka setelahnya akan lebih mudah. Dan siapa saja yang tidak selamat, maka kondisi setelahnya akan lebih mengerikan.” (Shahih Ibnu Majah, no. 3461)
Lalu, bekal apa yang harus kita perbanyak supaya bisa menghadapi kematian dengan tenang? Jawabannya: ketakwaan. Seorang penyair Arab pernah berkata:
“Berbekallah dengan ketakwaan! Karena engkau tidak tahu ketika malam menjelang, apakah engkau masih bertahan hidup hingga fajar menyingsing.”
- Ketakutan terhadap kematian yang tercela
Ini adalah jenis kekhawatiran yang justru membuat seseorang enggan untuk bangkit dan taat kepada Allah. Bahkan bisa sampai pada titik berburuk sangka kepada Allah, atau berputus asa dari rahmat dan ampunan-Nya. Rasa takut yang seperti ini tidak ada manfaatnya—malah bisa jadi termasuk gangguan dari setan. Allah Ta‘ala berfirman: “Sesungguhnya tipu daya setan itu sangat lemah.” (QS An-Nisa: 76)
Lalu, bagaimana cara agar kita terhindar dari was-was seperti ini? Berikut beberapa kiatnya:
- Berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk
- Banyak mengingat Allah lewat zikir pagi-petang, zikir sebelum tidur, zikir saat masuk dan keluar kamar mandi, dan lain sebagainya
- Rutin membaca Al-Qur’an
- Memperbanyak salat sunah, khususnya salat malam.
- Menambah amalan-amalan sunah lainnya semampunya. [] Lailia Lutfi
Editor : Aulia Cassanova