almuhtada.org – Sudah menjadi rutinitas kita setiap menjelang hari Raya Idul Fitri untuk menyajikan berbagai macam makanan seperti berbagai kue nastar, cookies, wafer kemasan, permen, hingga kerupuk di dalam rumah yang nantinya untuk menjamu tamu yang datang nantinya. Begitu sebaliknya para tetangga juga tidak kalah dengan hal tersebut, hingga menjadikannya setiap kita bertamu untuk halal bihalal tidak terlewatkan harus mencicipi makanan yang ada disana.
Apalagi ketika keluarga besar sudah berkumpul, pasti tidak terlewat kan adanya makan besar-besaran. Dari hidangan nasi, ketupat, lontong, ayam, sampai sapi tersaji sempurna.
Bagi umat islam hal tersebut sudah menjadi hal biasa setelah menjalankan puasa 30 hari di bulan Ramadhan. Kebiasaan ini bukan hanya sekadar tradisi, namun juga menjadi bentuk rasa syukur dan kebahagiaan setelah menjalani bulan penuh perjuangan dan pengendalian diri. Hari Raya Idul Fitri adalah momentum kemenangan, di mana setiap umat Muslim merayakan keberhasilan menahan hawa nafsu serta mempererat tali silaturahmi dengan keluarga, tetangga, dan kerabat.
Namun tanpa kita sadari hal tersebut bisa berdampak bagi kesehatan tubuh kita. Dengan melahap apa saja yang ada di depan kita secara berlebihan.
Kata “berlebihan” dalam konteks ini bukan hanya sekedar makan terlalu banyak, tetapi juga mencakup sikap menuruti hawa nafsu tanpa kendali. Ketika seseorang terbiasa memakan segala sesuatu yang ia inginkan tanpa mempertimbangkan kebutuhan tubuh, kesehatan, atau nilai-nilai etika, itu menunjukkan adanya perilaku israf atau melampaui batas.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)
Dalam bulan suci Ramadhan, kita dilatih untuk menahan diri dari makan dan minum dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Latihan ini tidak hanya bersifat ritual, tetapi juga spiritual dan moral. Hadits ini menjadi pengingat bahwa ibadah puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tapi juga mengendalikan diri dari kerakusan dan kebiasaan konsumtif.
Ironisnya, banyak orang justru mengubah waktu berbuka puasa menjadi ajang untuk “balas dendam” terhadap rasa lapar. Hidangan berlimpah disajikan, bahkan hingga berakhir dengan pemborosan. Ini bertentangan dengan esensi puasa yang seharusnya mendidik jiwa untuk hidup sederhana dan bersyukur. Apalagi ketika sudah memasuki Hari Raya Idul Fitri berbagai makanan tersaji yang membuat kita semakin tergiur untuk mencobanya.
Maka dari itu kita sebaiknya mampu mengendalikan nafsu makan kita untuk menjaga kesehatan tubuh dan menjaga makna spiritual dari ibadah yang telah dijalankan selama bulan Ramadan. Mengendalikan nafsu makan bukan berarti menahan diri dari menikmati hidangan yang telah disediakan, tetapi lebih kepada menjaga porsi, memilih makanan yang sehat, dan tetap bersikap sederhana dalam menikmati nikmat yang Allah berikan.
Hari Raya Idul Fitri sejatinya bukan ajang untuk melampiaskan segala yang tertunda selama sebulan berpuasa, melainkan kesempatan untuk menyeimbangkan kembali kehidupan fisik dan spiritual. Dengan tetap menjaga pola makan yang sehat dan terukur, kita dapat mempertahankan kebiasaan baik yang telah dilatih selama Ramadan, seperti disiplin, kesederhanaan, dan syukur atas nikmat yang cukup.
Selain itu, momen berkumpul bersama keluarga besar bisa dijadikan ajang untuk saling mengingatkan akan pentingnya gaya hidup yang seimbang. Orang tua bisa memberikan contoh kepada anak-anak tentang pentingnya menjaga kesehatan melalui pola makan yang tidak berlebihan. Tradisi halal bihalal bisa menjadi lebih bermakna ketika kita tidak hanya menyambung tali silaturahmi, tapi juga menyebarkan semangat hidup sehat dan bersahaja.
Akhirnya, mari kita jadikan Hari Raya Idul Fitri bukan hanya sebagai momen kemenangan secara spiritual, tetapi juga kemenangan dalam mengelola diri, termasuk dalam hal konsumsi. Sehingga, kita tidak hanya kembali kepada fitrah dalam hati dan jiwa, tetapi juga dalam pola hidup yang lebih sehat, teratur, dan seimbang.
Sebagaimana pesan dalam hadits riwayat Ibnu Majah tersebut, “Salah satu ciri berlebihan adalah melahap apa saja yang engkau inginkan.” Maka, mari kita jaga diri kita dari sikap berlebihan, agar keberkahan Idul Fitri benar-benar terasa dalam setiap aspek kehidupan kita. [Shokifatus Salamah]