Tradisi Dalam Agama Islam : Apakah Menjadi Berkah Atau malah Dianggap Syirik?

Sumber : Pinterest.com

almuhtada.org – Tradisi atau adat istiadat telah menjadi suatu warisan yang sangat kental dalam kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan dan warisan nilai – nilai budaya dari nenek moyang manusia dalam adat istiadat tersebut. Sehingga banyak adat istiadat ataupun tradisi di beberapa negara menjadi salah satu simbol akan kearifan lokal dari negara tersebut.

Indonesia juga tak luput dari hal tersebut, apalagi Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki adat istiadat dan tradisi yang sangat beraneka ragam dari berbagai pelosok wilayah di negara tersebut. Tak sedikit adat istiadat yang menjadi simbol akan kebijakan para nenek moyang di wilayah masing – masing.

Baca Juga:  Teruntuk Siapapun yang Sedang Merasa Tidak Berharga di Dunia Ini

Selain dikenal akan berbagai macam tradisi dan adat istiadat yang ada, Indonesia juga memiliki berbagai macam agama yang dianut oleh warga negaranya. Agama yang dianut oleh mayoritas warga Indonesia adalah agama islam.

Terkadang dalam beberapa adat istiadat atau tradisi yang ada dalam suatu wilayah, ada elemen – elemen yang terkadang tidak sesuai dengan norma – norma dalam agama islam. Lalu sebagai umat islam, bagaimana kita menghadapi pelaksanaan tradisi dan adat istiadat tersebut tanpa melanggar aturan dalam agama namun juga menghormati tradisi yang sudah lama ada di masyarakat?

Baca Juga:  Memperbaiki Kesalahan: Adab yang Harus Diperhatikan dalam Menegur Orang Lain

Para ulama menetapkan bahwa sebuah tradisi yang bisa dijadikan sebagai sebuah pedoman hukum adalah:

1. Tradisi yang telah berjalan sejak lama yang dikenal oleh masyarakat umum.

2. Diterima oleh akal sehat sebagai sebuah tradis yang baik.

3. Tidak bertentangan dengan nash al-Qur’an dan hadis Nabi Saw.

Menurut para ulama’, adat atau tradisi dapat dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan hukum syara’ apabila tradisi tersebut telah berlaku secara umum di masyarakat tertentu. Sebaliknya jika tradisi tidak berlaku secara umum, maka ia tidak dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan boleh atau tidaknya tradisi tersebut dilakukan.

Syarat lain yang terpenting adalah tidak bertentangan dengan nash. Artinya, sebuah tradisi bisa dijadikan sebagai pedoman hukum apabila tidak bertentangan dengan nash al-Qur’an maupun al-Hadis. Karena itu, sebuah tradisi yang tidak memenuhi syarat ini harus ditolak dan tidak bisa dijadikan pijakan hukum bagi masyarakat. Nash yang dimaksudkan disinimaadalah nash yang bersifat qath’i (pasti), yakni nash yang sudah jelas dan tegas kandungan hukumnya, sehingga tidak memungkinkan adanya takwil atau penafsiran lain.

Baca Juga:  MUSLIM HARUS TAU!! TERNYATA BEGINI,HUKUM MAKAN SAMBIL BERBICARA DALAM ISLAM!!

Jika ditinjau dari segi keabsahannya, ‘urf atau adat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. ‘Urf Sahih, yaitu suatu hal yang baik yang menjadi kebiasaan suatu masyarakat, tidak bertentangan dengan ajaran agama, sopan santun, dan budaya yang luhur. Misalnya pemberian pihak laki-laki kepada calon istrinya dalam pelaksanaan pinangan dianggap sebagai hadiah, bukan mahar. Ini seperti juga kebiasaan penduduk kota Baghdad dulunya untuk menyiapkan makan siang bagi tukang yang bekerja dalam pembangunan rumah.

2. ‘Urf Fasid (adat kebiasaan yang tidak benar), yaitu suatu yang menjadi kebiasaan yang sampai pada penghalalan sesuatu yang diharamkan oleh Allah (bertentangan dengan ajaran agama), undang-undang negara dan sopan santun. Misalnya menyediakan hiburan perempuan yang tidak memelihara aurat dan kehormatannya dalam sebuah acara atau pesta, dan akad perniagaan yang mengandung riba

Telah dijelaskan diatas bahwa sebuah tradisi yang berjalan secara umum di tengah-tengah masyarakat memeiliki kekuatan hukum bagi mereka. Artinya, tradisi tersebut dapat dibenarkan untuk terus dipertahankan. Sebaliknya, jika sebuah tradisi belum berlaku secara umum, maka tradisi tersebut tidak bisa dijadikan sebagai ketetapan hukum. dalam al-Qur’an juga diceritakan mengenai sebagian kebiasaan masyarakat Arab yang ditetapkan sebagai hukum. Diantaranya adalah dalam surat an-Nur ayat 58, yaitu:

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Baca Juga:  Doa Tidak Terkabul Jangan Nyerah Gitu Aja! Yuk Coba Perbaiki!!

Memelihara ‘urf dalam sebagian keadaan juga dianggap sebagai memelihara maslahat itu sendiri. Hal ini bisa disebut demikian karena diantara maslahat manusia itu adalah mengakui terhadap apa yang mereka anggap baik dan biasa, dan keadaan mereka tersebut telah berlangsung selama bertahun-tahun dan dari satu generasi ke generassi berikutnya. Sehingga ini menjadi bagian dari kehidupan sosial mereka yang sekaligus sukar untuk ditinggalkan dan berat bagi mereka untuk hidup tanpa kebiasaan tersebut

Dari hal diatas, dapat kita ketahui bahwa tradisi dan adat istiadat yang ada dalam suatu wilayah dapat ditoleransi asalkan sesuai dengan ‘urf yang ditentukan oleh para ulama’. Dan yang paling penting adalah kita jangan sampai was – was dalam melakukannya, karena jika kita was – was, maka itu bisa berujung pada ketidakpastian hukum akan hal yang kalian lakukan. [] Idha Fitri Nuril Layliyah

 

Related Posts

Latest Post