almuhtada.org – Pembahasan tentang manusia tidak luput dari analisis nya tentang sifat-sifat atau kepribadian manusia. Dalam memahami kepribadian, diperlukan metode dan penalaran psikologi yang sistematik untuk kemudian menganalisis emosi, perilaku, dan pikiran manusia. Maka, dalam kajiannya, kepribadian merupakan salah satu bidang studi dalam psikologi manusia.
Saat membahas tentang kepribadian, tentu saja kita akan teringat dengan Carl Gustav Jung (atau lebih sering disapa Carl Jung) yang mengemukakan mengenai dua tipe kepribadian, yaitu introvert dan ekstrovert. Secara sederhana, Jung membagi dua tipe kepribadian ini berdasarkan energi yang diarahkan oleh individu. Untuk introvert dianggap mengarahkan energinya ke dalam diri sehingga lebih fokus dan aktif bila sendiri. Sedangkan, ekstrovert mengarahkan energinya ke luar dari dirinya (orang lain atau lingkungan sekitar), sehingga mereka lebih energik saat bersama orang lain.
Selain dari energi yang diarahkan, introvert–ekstrovert juga bisa dilihat atau didefinisikan dalam hal lain. Misalnya, ekstrovert lebih tertarik pada pengalaman objektif, mengarahkan perhatiannya pada dunia luar (bebas, tidak privat), dan cenderung enregik saat bersama orang lain. Kemudian, introvert lebih terhubung dengan dunia batin dan pikiran manusia itu sendiri, seseorang yang pendiam, sibuk dengan kehidupannya sendiri, cenderung berpikir lebih banyak, dan kurang aktif.
Kemudian, sebagai respons dari kedua tipe kepribadian itu, muncullah konsep ambivert. Ambivert diartikan sebagai tipe kepribadian yang ada di antara keduanya (introvert dan ekstrovert) dan memiliki keduanya. Konsep ambivert muncul karena ada anggapan bahwa individu tidak sepenuhnya berada pada salah satu spektrum introvert–ekstrovert. Konsep ini dipopulerkan oleh Hans Eysenck pada tahun 1947 dan dianggap sebagai stabilitas normal dari kedua tipe kepribadian tadi.
Ambivert dianggap sebagai orang yang bisa menyesuaikan diri dengan situasi, terkadang lebih ekstrovert, dan terkadang lebih introvert, tergantung pada lingkungan dan kebutuhan sosial mereka. Namun, apakah ambivert benar-benar ada?
Dalam membahas ini, pertama-tama penulis akan mulai dari pandangan bahwa tidak ada individu yang sepenuhnya berada pada salah satu spektrum. Penulis tentu setuju dengan pandangan ini, malahan sebenarnya penulis lebih percaya bahwa konsep yang menggambarkan pandangan itu hanyalah sebuah “istilah” atau hanyalah sebuah kata pengganti untuk suatu konsep yang sudah ada sebelumnya.
Mungkin akan lebih jelas jika penulis jelaskan melalui tes kepribadian yang populer, yaitu Myers-Briggs Type Indicator (MBTI). Dalam MBTI, kepribadian dibedakan ke dalam 16 tipe berdasarkan 8 spektrum, di antaranya terdapat introvert dan ekstrovert. Setelah selesai melaksanakan tes, kita akan dilihatkan persentase dari 8 spektrum yang ada.
Kemudian misalnya seseorang mendapatkan 70% introvert dan 30% ekstrovert apakah berarti seseorang adalah seorang introvert sepenuhnya? Dan begitu pun sebaliknya. Bagi penulis, perbandingan persentase dalam tes itu akan menunjukkan kecenderungan seseorang, bukan sepenuhnya. Jadi setelah mendapatkan hasil itu, apakah seseorang seorang introvert ? Ya, karena kecenderungannya lebih besar. Tapi, apakah seseorang itu tidak memiliki sisi ekstrovert di dalam dirinya? Padahal ada 30% ekstrovert di dalam dirinya?
Meskipun begitu, tes MBTI ini tidak selalu akurat dan tidak bisa selalu dijadikan acuan. Apalagi, bagaimana jika persentase nya menunjukkan 50% : 50%. Maka, cobalah tanya diri Anda atau teman Anda, atau mungking hanya sekedar mengobservasi. Apakah teman Anda yang Anda anggap ekstrovert tidak pernah menginginkan waktu sendiri? Begitupun sebaliknya, apakah teman Anda yang Anda anggap introvert selalu terlihat tidak senang dan tidak nyaman ketika bersosialisasi?
Penulis berpandangan bahwa ambivert hanyalah istilah hanya untuk digunakan pada sesuatu yang sudah jelas “ada”. Jadi, apakah ambivert ada? Berdasarkan definisinya tentu ada, bahkan semua orang adalah ambivert, karena ini hanyalah sebuah istilah dan bukan tipe kepribadian baru!
Lebih lanjut, penulis berpandangan bahwa ambivert lebih dikenalkan lagi karena ada anggapan negatif pada orang-orang dengan tipe kepribadian introvert. Orang introvert sering diasosiasikan dengan sikap anti sosial, pemalu, dan tidak bisa berbicara dengan banyak orang. Karena pandangan negatif itulah orang-orang menumbuhkan tipe kepribadian ambivert dan sering digunakan oleh orang yang cenderung introvert. Coba lihat di sekeliling Anda, apakah orang yang kerap mengaku ambivert lebih terlihat introvert atau ekstrovert? [Abian Hilmi]
Editor: Syukron Ma’mun