Almuhtada.org – Al-Quran memiliki banyak keistimewaan. Banyak kisah yang menceritakan tentang bagaimana seseorang bisa memeluk Islam, baik seseorang dari kalangan terkemuka maupun dari kalangan biasa saja.
Seperti kisah seorang ilmuwan Prancis bernama Prof. Dr. Maurice Bucaille yang masuk Islam dari agama sebelumnya, Kristen.
Ia adalah salah satu ahli bedah paling terkenal dan terpandai yang pernah ada di Prancis modern.
Ia juga seorang penulis yang terkenal karena karyanya di bidang sains dan agama berjudul The Bible, The Qur’an, and The Science.
Bermula pada tahun 1898, beberapa tahun setelah seorang arkeolog Mesir menemukan jasad Fir’aun di makamnya Firaun Ramses II, yaitu Fir’aun ketiga dari Dinasti ke-19 Mesir.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa jasad Fir’aun ini ditemukan pada tahun 1975.
Ada juga yang menyebutkan di tahun 1881.
Jasad Fir’aun tersebut masih utuh setelah meninggal lebih dari 3000 tahun yang lalu di zaman Nabi Musa a.s.
Karena pada waktu itu Prancis terkenal akan minatnya yang unik dalam arkeologi dan warisan, maka Prancis yang saat itu dipimpin oleh Presiden Sosialis François Mitterrand meminta Mesir, di akhir tahun 80-an untuk meneliti dan mempelajari jasad atau mumi Fir’aun.
Oleh karenanya, mumi Fir’aun diterbangkan ke Prancis untuk dilakukan serangkaian eksperimen monumental dan pemrosesan.
Sesampainya di Prancis, mumi Fir’aun disambut oleh Presiden Prancis dan menterinya dengan berbaris, membungkuk, dan menggunakan karpet merah, layaknya seorang pemimpin yang masih hidup.
Prof. Dr. Maurice Bucaille adalah kepala ahli bedah terkemuka pada masa itu. Ia kemudian menjadi pemimpin sekaligus penanggungjawab utama penelitian mumi Fir’aun itu bersama dengan para ahli arkeolog, ahli anatomi, dan ahli bedah lainnya.
Ia mengerahkan semua kemampuannya untuk mempelajari dan menganalisis jasad mumi Fir’aun, termasuk mencari penyebab kematiannya dan menguak misteri utuhnya jasad Fir’aun.
Setelah mumi Fir’aun diteliti dan dianalisis, hasilnya menunjukkan bahwa sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh mumi Fir’aun adalah bukti terbesar bahwa Fir’aun telah mati karena tenggelam.
Jasadnya dikeluarkan dari laut, kemudian dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar awet.
Hal itu membuat Prof. Dr. Maurice Bucaille bertanya-tanya mengapa jasad mumi yang telah tenggelam sangat lama masih dalam keadaan utuh dan baik?
Prof. Dr. Maurice Bucaille kemudian hendak menyiapkan laporan akhir tentang penelitiannya tersebut sebagai penemuan baru, akan tetapi salah satu rekannya memberi tahu agar Prof. Dr. Maurice Bucaille tidak tergesa-gesa dalam membuat kesimpulan akhir, sebab umat Muslim sudah mengetahuinya bagaimana kisah tenggelamnya Fir’aun dan bagaimana jasadnya tetap utuh.
Tentu saja Prof. Dr. Maurice Bucaille terkejut dan tidak percaya mendengar hal itu. Menurutnya, mustahil mengetahui bagaimana jasad Fir’aun tetap utuh tanpa menggunakan peralatan canggih, sebagaimana peralatan yang digunakan pada saat penelitian.
Rekannya kemudian memberitahu bahwa Al-Quran sudah menjelaskannya terlebih dahulu, mengisahkan tenggelamnya Fir’aun dan penyelamatan mayatnya.
Prof. Dr. Bucaille semakin dibuat bingung, bagaimana mungkin-bagaimana mungkin, jasadnya baru diangkat pada 1898, sementara Alquran sudah ada sejak ribuan tahun sebelumnya.
Ia duduk semalaman memandang mayat Firaun dan terus memikirkan hal tersebut.
Ucapan rekannya masih terngiang-ngiang dibenaknya, bahwa Alquran telah membicarakan kisah Firaun yang jasadnya diselamatkan dari kehancuran sejak ribuan tahun lalu.
Ia kemudian mengambil taurat dan injil untuk dibandingkan dengan Al-Quran. Ternyata, taurat dan injil tidak bisa menjelaskan bagaimana jasad Fir’aun masih tetap utuh.
Karena Prof. Dr. Bucaille bertambah bingung, ia memutuskan untuk pergi menghadiri konferensi medis di Arab Saudi dan mendapat penjelasan tentang kisah Fir’aun dan bagaimana jasadnya tetap utuh meskipun telah tenggelam beribu-ribu tahun yang lalu.
Saat dibacakannya ayat 92 Q.S. Yunus oleh salah satu peserta yang hadir di konferensi medis, hati Prof. Dr. Bucaille gemetar dan mengaku masuk Islam dan mengimani Al-Quran.
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيْكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُوْنَ لِمَنْ خَلْفَكَ اٰيَةً ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِ عَنْ اٰيٰتِنَا لَغٰفِلُوْنَ
Artinya: “Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 92).
Ayat tersebut sangat menyentuh hati Prof. Dr. Bucaille. Ia mengatakan bahwa ayat Alquran tersebut masuk akal dan mendorong sains untuk maju.
Ia menyatakan bahwa Al-Quran merupakan kitab suci yang objektif dan berisi petunjuk bagi pengembangan ilmu pengetahuan modern. Menurutnya, kandungan ajaran Al-Quran sangat sempurna dan tidak bertentangan dengan hasil penemuan sains modern.
Kesesuaian-kesesuaian ini membuat Bucaille tercengang. Sebagai seorang ilmuwan yang terbiasa dengan metodologi ilmiah yang ketat, ia tidak dapat menemukan penjelasan lain selain bahwa Al-Quran berasal dari sumber yang benar dan memiliki pengetahuan yang jauh melampaui zamannya. [] Nihayatur Rif’ah