Almuhtada.org – Akhir-akhir ini terjadi kejadian memilukan di kota Semarang, dimana seorang polisi menembak 2 orang siswa berinisial GRO (tewas) dan S (luka-luka). Korban yang merupakan siswa berprestasi di SMKN 4 Semarang dan anggota PASKIBRAKA menjadi korban dari tindakan represif polisi. Korban yang merupakan anggota PASKIBRAKA yang biasanya bercita-cita menjadi polisi malah meninggal dengan tragis di tangan polisi.
Kronologi bermula pada tanggal 24 November 2024 di sekitar Perumahan Paramount, Kalipancur Semarang Barat. Pada saat itu, korban yang mengendarai motor tidak sengaja menyenggol motor aparat Kepolisian, tak terima disenggol polisi tersebut mengeluarkan pistol dan menembak korban. Korban sempat dilarikan ke Rumah Sakit Kariadi, setelah beberapa jam kemudian korban dinyatakan meninggal dunia.
Pihak kapolrestabes semarang merespon kejadian tersebut dengan mengatakan bahwa penembakan tersebut merupakan proses penertiban tawuran. Namun pihak keluarga, sekolah, dan kesaksian dari satpam mengatakan sebaliknya.
SMKN 4 Semarang meragukan bahwa korban terlibat dalam tawuran dikarenakan korban dikenal sebagai siswa yang aktif dan baik. Pihak sekolah juga menambahkan bahwasanya Gamma siswa yang baik dan tidak memiliki catatan kenakalan.
“Korban adalah anggota ekstrakurikuler paskibraka dan tidak ada indikasi keterlibatan dalam gangster atau tawuran,” ujar Nanang Agus B., staf kesiswaan sekolah.
Kejadian tersebut sontak saja menimbulkan kecaman dari berbagai pihak khususnya para aktivis HAM dan mahasiswa. Hingga pada puncaknya pada Kamis, 28 November digelar aksi kamisan didepan kantor Polda Jateng yang diikuti oleh berbagai macam golongan yang peduli dan bersimpati dengan korban GRO. Aksi tersebut bertujuan untuk menunjukan simpati kepada korban dan menuntut Polri untuk melakukan reformasi kepolisian, mengusut tuntas kasus ini secara transparan, dan menghukum pelaku seberat-beratnya.
Sontak tagar #ACAB pun berseliweran di sosial media sebagai bentuk kekecewaan warganet atas kinerja kepolisian republic Indonesia selama ini. Dimulai dari penanganan demonstran yang seringkali salah, Kasus Kanjuruhan, dan berbagai macam pelanggaran HAM lainnya yang dilakukan kepolisian.
Jika kita melihat kebelakang kasus ini bukanlah yang pertamakali terjadi, di bulan November juga terjadi penembakan yang melibatkan anggota kepolisian. Kali ini korbannya sesame anggota polri dengan pangkat yang sama di Solok Selatan. Lalu terdapat kasus Sambo yang juga membunuh anak buahnya sendiri.
Atas adanya kejadian ini sudah sepatutnya Kepolisian RI melakukan evaluasi besar-besaran utamanya mengenai penanganan masyarakat sipil supaya tidak ada lagi Gamma-gamma lainnya kedepannya. Dan juga kejadian ini seharusnya menjadi perhatian besar dalam upaya penegakan HAM di Indonesia
Penulis berharap setelah kejadian ini POLRI mampu melakukan perubahan guna memperbaiki citranya yang saat ini sudah hancur di masyarakat Indonesia. [] Muhammad Nabil Hasan
Editor : Raffi Wizdaan Albari