Al-Muhtada.org – Agama Islam sangat menjujung tinggi tentang pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia, dan mendorong umatnya untuk terus belajar. Dalam proses pembelajaran, penting untuk memiliki komitmen yang kuat dan sikap tanggung jawab serta integritas,. Karena ilmu yang baik adalah ilmu yang bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam proses belajar akan selalu berkaitan dengan pengerjaan tugas akademik,yang merupakan persyaratan seseorang untuk mendapatkan nilai ataupun ijazah. Namun, dalam prosesnya terdapat tantangan dan hambatan yang dapat memicu adanya kecurangan.
Sebagaimana dari abu Hurairah R.A ia berkata Rasulullah SAW bersabda: ‘’barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu maka Allah SAW akan memudahkan baginya jalan menuju surga ,dan tidaklah seorang hamba berjalan menempuh jalan itu melainkan dicatat baginya satu kebaikan dan dihapus darinya satu keburukan’’ hadis riwayat Muslim
Hadis ini menjelaskan bahwa mencari ilmu adalah tindakan yang sangat mulia. Dengan menempuh jalan untuk menuntut ilmu, seseorang akan mendapatkan banyak kebaikan dan kemudahan dari Allah SWT. Hadis ini juga mengingatkan bahwa dalam proses belajar, seseorang harus bersikap jujur dan berusaha dengan sungguh-sungguh. Kejujuran dan keterbukaan dalam belajar akan membantu seseorang mendapatkan ilmu dengan benar tanpa melakukan kecurangan. Dalam Islam, kecurangan dalam belajar dilarang karena dapat merugikan diri sendiri dan orang lain serta bertentangan dengan nilai kejujuran dan kebenaran yang diajarkan agama.
Namun, terdapat fenomena yang menjadi kecurangan dan kebiasaan buruk bagi mahasiswa dalam pengerjaan tugas yaitu praktik jasa joki. Fenomena “joki” atau penggunaan orang lain untuk menyelesaikan tugas atau ujian atas nama seseorang telah menjadi isu yang sering terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Praktik jasa joki tugas atau diartikan dengan membayar orang lain untuk menyelesaikan tugas pengguna jasa tersebut. Praktik ini muncul kaena adanya berbagai motif dan alasan yang melatarbelakangi tindakan tersebut. Yaitu, tekanan akademik yang tinggi,tidak mengerti atau paham terhadap tugas yang diberikan,kurangnya waktu dan lain sebagainya.
Tekanan akademik yang tinggi menjadi alasan utama mahasiswa menggunakan jasa joki tugas. Mahasiswa merasa terbebani karena harus mendapatkan nilai yang baik dan lulus dengan cepat. Sehingga mencari jalan pintas dengan menggunakan jasa joki yang mudah ditemukan di media sosial. Tekanan ini juga dapat menyebabkan stres. Stres pada mahasiswa muncul karena banyaknya tanggung jawab, seperti tugas kuliah yang harus segera diselesaikan. Oleh karena itu, banyak mahasiswa merasa terbantu dengan menggunakan jasa joki tugas untuk meringankan beban mereka.
Namun bagaimana pandangan hukum pidana dan hukum islam mengenai fenomena joki ini??
Dalam hukum pidana, tindakan joki dapat dianggap sebagai bentuk penipuan. Menurut Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penipuan adalah perbuatan yang dilakukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menggunakan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau keadaan palsu untuk menggerakkan orang lain menyerahkan barang, memberi hutang, atau menghapuskan piutang.
Tindakan joki dapat dikategorikan sebagai penipuan karena melibatkan penyampaian informasi yang salah dan pengelabuan institusi pendidikan atau pihak yang berwenang. Pelaku joki dapat dijerat dengan hukuman pidana penjara maksimal 4 tahun.
Dari sudut pandang hukum Islam, tindakan joki juga dianggap sebagai perbuatan yang tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip moral. Islam mengajarkan tentang kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab individu.
Hasil kajian (Arifi,2023) mengenai akad yang terjadi dalam praktik jasa joki tugas menunjukkan bahwa akad tersebut adalah akad ijarah (sewa jasa). Jika dilihat dari rukun akadnya, akad ini tidak bertentangan dengan hukum Islam. Namun, dari sisi manfaat objek akad, penggunaan jasa joki tugas melanggar syarat sah akad karena mendukung perbuatan curang dan penipuan, yang menyebabkan dosa. Dalam Islam, perbuatan ini tidak dibenarkan, sesuai dengan tafsir QS. An-Nisa: 29 :
‘’Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu’’
Selain itu, tindakan joki juga dapat dianggap sebagai bentuk gharar (ketidakpastian) dan tadlis (penipuan), yang keduanya dilarang dalam Islam. Konsep gharar mencakup segala bentuk ketidakjelasan dan ketidakpastian yang merugikan salah satu pihak, sementara tadlis merujuk pada perbuatan menipu atau menyembunyikan kebenaran untuk menguntungkan diri sendiri.
Baik penyedia jasa joki maupun pengguna jasa sama-sama mendapatkan hasil yang tidak baik. Nilai yang diperoleh pengguna jasa adalah hasil kecurangan dan kebohongan, sehingga gelar yang didapat bisa berakibat pada pekerjaan yang tidak berkah. Begitu juga dengan penyedia jasa, imbalan yang diterima merupakan uang yang dihasilkan dari pekerjaan ilegal dan tidak sesuai dengan syariat Islam. [Juliana Setefani Husaini]