Almuhtada.org – Setelah pada artikel-artikel sebelumya membahas tentang sejarah peradaban Islam pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah.
Setelah keruntuhan kedua dinasti tersebut, menandakan bahwa masa kejayaan sudah berakhir. Hingga menjelang abad ke-16 M, menjadi masa yang krusial bagi sejarah peradaban Islam, dimana Islam mulai bangkit kembali ditandai dengan berdirinya tiga kerajaan beasr,yakni Kerajaan Utsmani di Turki, Kerajaan Syafawi di Persia dan Kerajaan Mughal di india.
Artikel ini akan membahas mengenai Kerajaan Turki Utsmani yang merupakan salah satu dari ketiga kerajaan tersebut.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Utsmani
Kerajaan ini didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara dataran Cina. Dalam jangka waktu kira-kira 3 abad lamanya, mereka masuk Islam sekitar abad ke-9 atau ke-10 Masehi.
Dibawah tekanan dan serangan bangsas Mongol pada abad ke-13, mereka melarikan diri ke barat dan mencari tempat untuk tinggal di pegunungan di tengah-tengah saudara mereka, orang-orang Turki Saljuk. Di bawah kepemimpinan Ertugul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, sultan Saljuk yang saat itu sedang berperang melawan Biantium.
Atas bantuan merkea (Kabilah Oghuz), Sultan Alauddin II mendapat kemenangan. Atas jasa mereka membantu hingga mencapai kemenangan, mereka dihadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan langsung dengan Bizantium. Mereka memilih kota Syukud sebagai ibukota dan terus merawat wilayahnya.
Di tahun 1289 M, Ertugul meninggal dunia dan kepemimpinannya dilanjutkan oleh anaknya bernama Utsman bin Ertugul dan nantinya akan dikenal sebegai pendiri kerajaan Utsmani.
Utsman bin Ertugul, seperti ayahnya, mengabdikan dirinya kepada Sultan Alauddin II dalam peperangan melawan Bizantium hingga akhirnya dapat menduduki beberapa wilayah Bizantium.
Namun, tidak lama setelah mereka menang melawan Bizantium, tentara Mongol datang dan memporak-porandakan tentara Saljuk, mengakibatkan kematian Sultan Alauddin II.
Pada tahun 699 H/1300 M, Utsman bin Ertuhul mengumumkan berdirinya dinasti Islam dan mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-utsman, yang berarti Raja Besar Keluarga Utsman. Dia menjadi penguasa pertama dan sering disebut sebagai Utsman I.
Kemajuan Kerajaan Utsmani
Kemajuan demi kemajuan kerajaan utsmani mulai dirasakan setelah Utsman I memimpin, berbagai bidang mengalami kemajuan yang pesat sehingga mampu memperluas pengaruh mereka hingga ke berbagai wilayah di dunia.
Di bidang militer, kerajaan Utsmani melakukan perombakan besar besaran oleh Orkhan, tidak hanya dalam bentuk mutasi individu pimpinan, tetapi perombakan dilakukan hingga dalam keanggotaan. Hal ini juga didukung dengan sikap keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapanpun dan dimanapun.
Beberapa pasukan khusus dibentuk guna memperkuat militer kerajaan Utsmani, diantaranya adalah pasukan Jenissari atau Inkisyariah yang anggotanya tidak hanya dari kalangan muslim saja, tetapi anak anak kristen juga masuk dan dibimbing dari kecil degan nuansa islami sehingga nanti saat dewasa menjadi pribadi yang kuat dan cocok dalam menjadi prajurit.
Selain itu ada juga tentara kaum feodal yang biasa disebut militer Thaujiah. Di abad ke-16, angkatan laut Utsmani mencapai kejayaannya dengan melakukan ekspansi wilayah di Asia, Eropa dan bahkan Afrika. Salah satu faktor kemajuan militer Turki Utsmani adalah tabiat atau sifat bangsa ini sendiri yang bersifat militer, disiplin dan patuh terhadap hukum.
Berkat kemajuan dari militer, bidang pemerintahan juga mengalami kemajuan dalam bentuk struktur pemerintahan yang menjadi semakin teratur. Pemerintahan Turki Utsmani secara berurutan adalah, Sultan sebagai penguasa tertinggi dengan dibantu oleh perdana menteri (shadr al-a’zham) yang membawahi gubernur (pasya), tiap gubernur membawahi daerah-daerah tingkat I yang dikepalai beberapa bupati atau walikota (al-zanaziq atau al-‘alawiyah).
Di bidang kebudayaan. Turki Utssmani yang merupakan perpaduan dari berbagai kebudayaan, seperti Bizantium, Persia, dan Arab. Masing-masing kebudayaan berpadu sehingga menciptakan kebudayaan yang baik.
Diantaranya kebudayaan Arab, membawa ajaran-ajaran tentang prinsip ekonomi, sosial dan kemasyarakatan. Kebudayaan Persia membawa ajaran etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Budaya Bizantium yakni kemiliteran dan pemerintahan yang baik.
Pada bidang ekonomi, Turki Utsmani mengalami berbagai kemajuan juga ditunjang dari perekonomian yang memadai dan maju sehingga memberikan dampak positif akan kemajuan bangsa Turki Utsmani guna melakukan berbagai kegiatan dan urusan yang bertujuan memajukan kerajaan Turki Utsmani sendiri. Perekonomian ini terus maju juga sebagai akibat dari keberhasilannya menaklukkan berbagai wilayah terutama Bizantium dan Konstantinopel.
Konstantinopel jatuh ke tangan muslim pada tahun 1453 M juga merupakan salah satu kemajuan yang sangat membanggakan bagi umat muslim, hal ini karena konstantinopel merupakan salah satu wilayah yang sangat krusial karena menjadi pusat perdagangan dari 3 wilayah besar disekitarnya. Sosok yang menaklukkan konstantinopel adalah Sultan Utsmani ke-7 yang bernama Sultan Muhammad II dengan gelar Al-Fatih dan Abu Al-Akhirat.
Kemunduran Kerajaan Turki Utsmani
Sebagaimana kekuasaan pasti ada kalanya mengalami kemunduran bahkan kehancuran. Awal kemunduran Turki Utsmani sendiri terdiri dari dua faktor utama, yaitu faktor intenal dan eksternal.
Faktor internal adalah banyaknya permasalahan di internal pemerintahan itu sendiri yang mengakibatkan ketidakstabilan, hal ini disebabkan oleh watak dan sifat para pemimpin saat itu yang terkenal berleha-leha, mabuk-mabukan hingga akhirnya melahirkan kekecewaan di kalangan masyarakat.
Hal ini juga didukung faktor eksternal. Dalam peperangan yang semakin memperkeruh keadaan Turki Utsmani, puncaknya pada tahun 1914 dimana Perang Dunia I sedang berlangsung, akibat dari hal ini adalah hilangnya seluruh provinsi semenanjung Balkan, Mesir, dan Inggris. Turki Utsmani runtuh sepenuhnya ketika kelompok nasionalis Mustafa Kemal Pasha berhasil menjatuhkan kerajaan. [] Raffi Wizdaan Albari
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah