Almuhtada.org – Dalam sebuah kisah yang menggetarkan hati, seorang pemuda kota harus menghadapi konsekuensi tragis dari tindakan ghibah dan adu domba yang dilakukan oleh saudarinya. Kisah ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, mengingatkan akan pentingnya menjauhi perilaku negatif yang dapat mendatangkan azab kubur.
Dikisahkan ada seorang pemuda penduduk kota yang memiliki saudari perempuan yang tidak tinggal bersamanya. Saudari perempuannya ini tinggal bersama ibunya di salah satu sudut kota. Pemuda itu memiliki urusan lain hingga memaksa dirinya tidak tinggal bersama keluarganya.
Suatu hari, saudari perempuannya ini mengadu kepada pemuda itu bahwa dirinya sedang sakit parah. Mengetahui saudrainya sedang berada dalam kondisi yang tidak baik, pemuda itu bergegas pulang untuk menjenguknya.
nahas, saudari pemuda itu meninggal tak lama kemudian. Pemuda itu merasa bersalah. Ia merasa tidak mampu melindungi keluarganya. Ia merasa bertanggung jawab untuk menebus segala kesalahannya sebagai lelaki.
Merasa bersalah dan bertanggung jawab sebagai seorang lelaki, pemuda itu dengan penuh cinta dan kepedulian mengikuti semua prosesi pemulasaraan jenazah saudaranya. Dia bahkan turun ke liang lahat untuk mengistirahatkan saudaranya dengan penghormatan yang tinggi.
Selesai prosesi pemakaman, ia kembali ke rumah bersama sanak saudara dan ibunya. Selang beberapa saat, ia merasa dompetnya tidak ada di tangannya. Ternyata dompetnya jatuh di liang lahat dan kemudian terkubur di makam saudarinya.
Ia kemudian meminta seorang sahabatnya untuk menemaninya menggali ulang kuburan saudarinya. Keduanya pergi ke pemakaman dan mulai menggali dengan hati-hati. sambil memperhatikan setiap cangkul tanah yang mungkin mengandung dompet yang ia maksud. Selain itu, dompetnya akhirnya ditemukan setelah proses penggalian mendekati jenazah.
Pemuda itu meminta sahabatnya untuk menyingkir darinya untuk melihat keadaan jenazah saudariku. “Menyingkirlah sebentar dari situ, aku ingin melihat keadaan saudariku” ujar pemuda itu kepada sahabatnya.
Segera setelah itu, sahabatnya keluar dari liang lahat dan memakluminya. sebagai anggota keluarga jenazah pasti ia ingin memastikan bahwa keadaan saudarinya baik-baik saja di dalam lubang peristirahatan. Mungkin juga ada dua patah kata yang ingin dia katakan kepada saudarinya. Selain itu, privasi keluarga harus dihargai.
Namun, apa yang terjadi selanjutnya sangat mengejutkan pemuda itu. Api tiba-tiba muncul dari liang lahat dan tampak siap untuk melahap jenazah saudarinya. Pemuda itu segera keluar dari liang lahat dan menyuruh sahabatnya menutup kuburan dengan cepat. Beruntungnya sahabatnya tidak melihat kejadian tersebut.
Dengan hati yang berat dan penuh kebingungan, pemuda itu kembali ke rumah dan bertanya kepada ibunya tentang kehidupan saudarinya. “Wahai ibu, ceritakanlah kepadaku bagaimana saudari perempuanku menjalani kehidupan di dunia?”
Ibunya merasa aneh dengan pertanyaan yang diajukan putranya. Setelah itu, sang ibu menanyakan alasan mengapa dia bertanya seperti itu. Pemuda itupun akhirnya menceritakan kejadian di pemakaman saudarinya. Namun, anehnya, ibunya tidak merasa terkejut, malah pandangannya menerawang jauh saat bercerita.
“Saudarimu biasa mendatangi pintu rumah tetangga. Setelah itu, ia menempelkan telinganya di daun pintu untuk mencuri dengar apa yang terjadi di rumah tetangganya. Ketika ia tahu tentang apa yang terjadi, ia langsung memberi tahu orang lain, berlaku ghibah, dan bahkan mengadu domba tetangganya.”
Setelah mendengar apa yang diceritakan ibunya, pemuda itupun sadar bahwa itulah yang menyebabkan saudarinya diazab di kubur.
Imam Ghazali mengakhiri kisah ini dengan pelajaran berharga bahwa kita harus menjauhi perilaku adu domba dan ghibah jika ingin terhindar dari azab kubur yang pedih. Kisah ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga lidah dan perilaku kita agar selalu positif dan bermanfaat.
Dalam dunia yang penuh dengan godaan untuk berbicara buruk tentang orang lain, kisah ini menjadi pengingat kuat tentang pentingnya berbicara dengan bijak, menghindari ghibah, dan menciptakan kedamaian di antara sesama.
Demikianlah perkataan Hujjatul Islam, Syekh Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali atau biasa dikenal dengan Imam Ghazali, kisah tersebut termaktub dalam Kitab Mukasyafatul Qulub Al-Muqarrib ila Hadrati ‘Alamil Ghuyub fi ‘Ilmi Tasawuf, halaman 71. [] Sahaki
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah