Pada hari Sabtu, 9 Februari 2019, para mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada melakukan kunjungan studi banding ke dua pesantren mahasiswa di daerah Ngaliyan, Semarang. Dua pesantren tersebut yaitu Monash Institute, yang dibina oleh Bapak Mohammad Nasih, dan Pesantren Bina Insani yang berada di bawah Yayasan Bina Insani Semarang.
Kami tiba di Monash Institute sekitar pukul setengah sembilan pagi. Sekitar dua puluhan deciples, begitu sebutan untuk para santri di Monash Institute, menyambut hangat kedatangan kami dengan menggunakan seragam kebanggaan mereka. Tujuan kedatangan kami adalah untuk mengetahui dan membandingkan seperti apa kegiatan di Monash Institute.
Pada pukul sembilan tepat, kegiatan saling memaparkan program pada masing-masing pesantren pun dimulai. Perwakilan dari Pesantren Riset Al-Muhtada memaparkan kegiatan harian, mulai dari mengaji dan menghafal Alquran, menambah kosa kata bahasa Inggris dan Arab, sampai pelatihan menulis dan melakukan riset atau penelitian. Selanjutnya, para pengurus di Monash Institute bergantian menjelaskan program kerja mereka. Presiden Monash Institute, yaitu Kodrat, mengungkapkan bahwa struktur kepengurusan di Monash Institute sendiri dibuat seperti sebuah negara. Ada berbagai menteri yang mengurusi berbagai bidang. Ada juga partai-partai yang didirikan oleh para pengurus, ketika mendekati pemilihan presiden di Monash Institute. Satu periode berjalan selama kurang lebih 4 bulan. Kemudian beliau mengungkapkan juga bahwa syarat untuk mencalonkan diri menjadi presiden Monash Institute yaitu, memiliki hafalan Al-Qur’an minimal 7 juz, sebanyak 10 tulisan telah dipublish, baik di media cetak ataupun media lainnya, dan tentu saja bergabung di sebuah partai yang mereka dirikan.
Setelah Presiden menjelaskan beberapa hal, gantilah menteri kesekretariatan yang berbicara. Jika biasanya media pesantren hanya dikelola oleh pembina, maka berbeda di sini. Media sosial dan web dikelola sendiri oleh deciples, terutama bidang sekretaris. Sekretaris juga bertanggung jawab atas surat ijin apabila deciples tidak dapat hadir dalam perkuliahan. Tak hanya itu, ada berbagai menteri-menteri yang tersusun atas 2 sampai 3 orang per kementerian. Ada menteri kependidikan yang bertanggung jawab atas kegiatan harian di Monas. Salah satu kegiatan unggulannya yaitu I’robul Qur’an, yaitu mengkaji Al-Qur’an perkata dengan mengetahui hukum-hukum bacaanya. Para deciples juga harus mengumpulkan tulisan-tulisan mereka tiap minggunya. Kemudian ada menteri hukum yang bertanggung jawab atas kelalaian para diciples atau keterlambatan ketika melakukan suatu kegiatan. Untuk hukuman yang diberlakukan, mereka lebih memikirkan tentang moral daripada hanya hukuman fisik. Menteri hukum juga menerapkan sistem surat peringatan apabila pelanggar telah melewati batasan yang ditentukan.
Selanjutnya, ada menteri bahasa yang bertanggung jawab atas kebahasaan di sini. Beberapa programnya yaitu pemberian kosa kata bahasa inggris dan arab, juga menerapkan berbicara dengan bahasa asing setiap hari bagi para deciples. Juga ada ujian bahasa setiap 2 minggu sekali. Ada juga Menteri Peribadatan dan akhlak, mereka yang bertanggung jawab atas jama’ah Shalat, dan bidang peribadatan lainnya, mereka juga bertanggung jawab atas ketepatan berpakaian para deciples. Ada juga Menteri kesehatan dan kebersihan yang mengatur jadwal piket dan olahraga para deciples. Tak lupa juga Menteri sarana prasarana yang bertanggungjawab atas inventaris-inventaris di Monash Institute.
Setelah pemaparan tersebut selesai, dilanjutkan oleh motivasi singkat dari Abah Nasih bahwa kami sebagai para santri dan mahasiswa harus menjadi santri yang berintelektual islam dan juga berkuasa. Maksudnya, tak hanya cerdas, kita juga bermanfaat bagi orang lain dengan ilmu yang kita miliki. Tidak lupa juga kaya, agar bisa menunjang beberapa hal tersebut.
Selepas dari Monash Institute, kami melanjutkan perjalanan ke Pesantren Bina Insani. Sangat banyak sekali santri di sana yang menyambut kami dengan hangat. Kemudian seperti yang kami lakukan di Monash sebelumnya, di sini kami juga membahas tentang bagaimana kepengurusan dan kegiatan di Pesantren Bina Insani. Tak jauh berbeda dengan Monash Institute, kepengurusan di sini pun juga menggunakan Presiden sebagai pimpinannya dan Menteri-menteri sebagai penanggung jawab bidang.
Mulai dari Menteri Pendidikan, Kominfo, Olahraga, Bahasa, hingga Menteri Sarana Prasarana semuanya berjalan sangat baik dan tidak jauh berbeda dengan Monash Institute. Namun ada satu hal yang sangat menonjol dari Pesantren Bina Insani ini, yaitu di bidang jurnalistiknya. Sudah banyak santri Bina Insani yang menulis tentang berbagai hal dan di publish di media cetak maupun online. Sebuah prestasi yang patut dibanggakan bukan.
Begitulah kunjungan singkat yang telah kami lakukan hari itu. Walau hanya beberapa jam kami berkunjung, namun akan selalu berkesan karena banyak hal baik yang bisa kami contoh untuk membangun program-program di Pesantren Riset Al-Muhtada ini. (Penulis Zakiyah Azzahro Haidar).