ALMUHTADA.ORG – Islam seringkali didefinisikan sebagai agama Allah yang diperintahkan kepada Nabi Muhammad untuk mengajarkan pokok-pokok dan peraturan-Nya serta menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut kepada seluruh manusia dan mengajak mereka untuk memeluknya. Dari definisi ini Islam merupakan nama bagi sebuah agama yang dibawa oleh Muhammad SAW.
Namun, jika kita menelusuri makna Islam dalam Al-Qur’an, Islam sebenarnya lebih dari sekadar agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad.
Islam adalah ajaran Tuhan yang universal, yang disampaikan kepada seluruh makhluk melalui para nabi dan rasul, sesuai dengan waktu dan tempat yang berbeda-beda. Islam sebagai ajaran yang universal tersebut diterjemahkan sebagai sikap pasrah dan tunduk sepenuhnya kepada Allah SWT.
Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa semua nabi mengajarkan Islam, yang menunjukkan bahwa agama mereka pada dasarnya sama, yaitu Islam, meskipun syariat mereka berbeda tergantung pada waktu dan tempat masing-masing nabi.
Ibn Taymiyyah juga menuliskan sebuah Hadis Nabi yang menyatakan bahwa, “para Nabi itu bersaudara satu ayah lain ibu… jadi agama mereka adalah satu. Yaitu ajaran beribadat hanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa yang tiada padanan bagi-Nya.”
Dengan demikian Islam dalam makna generiknya adalah sikap pasrah dan tunduk kepada Tuhan. Sikap pasrah dan tunduk ini merupakan ajaran universal, berlaku untuk seluruh masa dan tempat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Ketundukan yang terjadi dengan sendirinya (keterpaksaan) terlihat pada alam semesta yang sama sekali tidak memiliki hak pilih. Matahari misalnya, benda langit yang telah ber-islam dengan sendirinya tanpa ada alternatif pilihan lain.
Jika ia terbit di Timur dan terbenam di Barat, itu merupakan aktualisasi dari keislamannya yang telah ditentukan Allah SWT. Matahari sampai kapan pun tidak akan pernah terbit di Utara dan terbenam di Selatan. Rekayasa Allah terhadap alam ini disebut dengan sunnatulah.
Sementara itu, ketundukan yang lahir akibat pilihan sadar contohnya adalah manusia yang memang telah diberikan potensi-potensi akal, hati dan nafsu untuk memilih. Kendati manusia memiliki kebebasan untuk tunduk kepada bermacam-macam jenis kepercayaan atau sesembahan semu lainnya.
Namun secara fitrah, manusia telah diciptakan dalam kondisi yang hanif (cenderung pada kebenaran). Dengan demikian, jika ada manusia yang tidak mau tunduk kepada kebenaran atau tunduk pada kebenaran yang semu, berarti ia telah melawan fitrahnya sendiri.
Adanya peluang kebebasan untuk memilih pada diri manusia, mengandung konsekuensi adanya kemungkinan kesalahan dalam menentukan pilihan tersebut. Untuk menuntun manusia agar jangan salah pilih sehingga ia menempuh hidup pasrah hanya kepada kebenaran, maka diutuslah para nabi dan rasul.
Para Rasul datang silih berganti dalam sejarah peradaban umat manusia dan mereka semuanya membawa pesan ajaran yang sama yaitu islam sebagai sikap pasrah dan tunduk pada Allah SWT. Manusia wajib beriman dalam arti menerima ajaran kebenaran yang dibawa oleh para Nabi dan rasul tersebut.
Jika demikian mengapa dalam ajaran para rasul yang satu berbeda dengan ajaran rasul lainnya? Ajaran Nabi Musa AS berbeda dengan ajaran Nabi Isa AS dan Nabi Muhamad SAW.
Sampai di sini agaknya kita perlu untuk membedakan ajaran para Nabi dan rasul yang bersifat lokal-historis dan ajaran yang bersifat normatif-universal.
Ajaran Nabi Musa AS tentang bagaimana cara menyembah Allah SWT berbeda dengan ajaran Nabi Isa dan mungkin lebih jauh lagi perbedaannya dengan ajaran Nabi Muhammad SAW.
Perbedaan itu terjadi karena masing-masing agama turun dalam setting sosial yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Sedangkan ajaran universalnya tetap saja sama yaitu ajakan untuk tunduk dan pasrah (ber-islam) kepada Allah dengan menerima segala implikasinya.
Dengan demikian, sejatinya pengertian islam harus dipahami dalam makna generiknya, yaitu sikap pasrah dan tunduk kepada tuhan Yang Maha Esa. Dalam hal ini, tidaklah terlalu tepat jika islam dibatasi hanya untuk agama yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW.[]Sholikul Abidin