almuhtada.org – Dalam sebuah buku karya Dale Cannon yang berjudul Six Ways of Being Religious disebutkan bahwa ada enam jalan atau tipe manusia dalam beragama. Menariknya, keenam tipe ini dapat kita temukan maknannya dalam tradisi keberagamaan Islam, meski tetap perlu penekanan yang harus disesuaikan dengan syariat dan prinsip tauhid.
Dengan melihat enam jalan ini dari perspektif agama Islam, dapat membuka wawasan kita bahwa keberagamaan Islam tidak tunggal, namun kaya dan seimbang antara spiritualitas, akhlak, ritual, dan intelektualitas.
Yang pertama, dalam buku tersebut adalah sacred rite (ritual suci) yang jelas terlihat dalam kegiatan ritual pokok Islam seperti, sholat, puasa, zakat, dan haji. Ritual-ritual tersebut bukan hanya sebuah upacara formal, tetapi jalan pensucian batin sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan melaksanakan sholat lima waktu, berarti orang tersebut termasuk tipe beragama pertama yang menjaga ritme spiritual seorang muslim.
Kedua, ada right action (tindakan benar) yang menjadi inti dari ajaran moral beragama. Dalam Islam, seseorang yang beragama tidak hanya diukur dari kegiatan ritualnya saja, tetapi juga keselarasan perilaku atau akhlak dengan nilai ilahi. Perilaku-perilaku ini sudah dicontohkan oleh Rasul kita sang penyempurna akhlak seperti, kejujuran, adil, amanah, dermawan dan tidak menyakiti orang lain.
Ketiga, yaitu devotion (pengabdian), dalam Islam tipe ini memiliki makna yang mendalam. Islam secara tegas menolak adanya devosi atau mengabdi kepada selain Allah sebagai bentuk ketuhanan, tetapi sangat menekankan penghambaan kepada Allah. Hal ini sering diwujudkan dalam bentuk doa, dzikir, tawakkal, dan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Tradisi seperti tilawah Al-Qur’an, qiyamullail, dan salawat menjadi wujud pengabdian hati seorang muslim untuk memperkuat hubungan spiritualnya.
Kemudian yang keempat ada shamanic mediation, dalam konsep Cannon tipe seperti ini merujuk pada sosok perantara dunia spiritual. Islam melarang keras praktik perdukunan, namun mengenal bentuk bimbingan spiritual yang benar seperti ulama, guru ruhani dan mursyid. Oarng dengan tipe beragama seperti ini, mereka meyakini bahwa tokoh-tokoh tersebut bukan mediator gaib, tetapi pembimbing ilmu dan akhlak yang telah membantunya mendekatkan diri kepada Allah melalui ilmu dan pemahaman yang benar, bukan melalui praktik supernaturaal.
Kelima ada mystical quest (pencarian mistik), dalam Islam tipe ini lebih sering terlihat oleh orang-orang tasawuf. Para sufi menempuh perjalanan rohani dengan banyak berzikir, melakukan introspeksi diri, dan membersihkan hati agar dapat mencapai ma’rifah, yaitu pengenalan yang lebih dekat dan mendalam kepada Allah. Tujuan mereka bukan menyatu dengan Allah, tetapi meraih kedekatan spiritual yang tetap menjaga adab dan selalu mengikuti syariat.
Terakhir yaitu reasoned inquiry, tipe ini telah lama mewarnai peradaban dalam Islam. Dalam Sejarah, perdebatan ilmu fiqih, ushul fiqih, ilmu kalam, filsafat Islam, hingga tafsir menunjukkan bahwa akal manusia mendapatkan tempat untuk memahami wahyu. Orang dengan tipe seperti ini, akan selalu menggunakan akal untuk mencari alasan rasionalnya dalam beragama. Karena Islam mendorong perpaduan yang seimbang antara naql (wahyu) dan ‘aql (akal).
Dengan melihat Six Ways of Being Religious dari sudut pandang Islam mengajarkan bahwa keberagamaan umat muslim sangatlah beragam. Ada yang menonjol dalam ritual, ada yang kuat dalam intelektual, ada yang mendalam dalam tasawuf, dan ada pula yang aktif dalam sosial kemasyarakatan. Semua cara ini sah selama tetap berlandaskan pada Al-Qur’an dan sunnah. Namun, satu hal yang harus kita jaga adalah jangan sampai karena perbedaan tipe beragama diantara sesama muslim ini, membuat kita saling membenci, memperdebat, bahkan memusuhi. [] Sahrul Mujab











