almuhtada.org – Pernah nggak, lagi serius ngerjain tugas tiba-tiba jadi ingin buka Instagram? Atau baru mulai belajar, eh muncul notifikasi WhatsApp, lalu tanpa sadar kamu sudah scrolling hampir setengah jam?
Dan parahnya, tugasmu belum tersentuh sama sekali karena dua jam tadi habis buat scrolling TikTok, balas chat grup, atau nonton video random di YouTube.
Tenang, kamu nggak sendirian. Ternyata, masalah sulit fokus adalah hal yang sangat manusiawi.
Faktanya, menjadi manusia yang fokus di zaman sekarang itu susahnya minta ampun. Tapi, kenapa ya?
Apakah karena HP kita terlalu canggih? Atau karena notifikasi kita terlalu berisik? Jawabannya ternyata lebih dalam dari itu.
Sebuah penelitian dari Harvard University mengungkapkan fakta yang cukup menohok: 47% dari waktu kita saat terjaga, pikiran kita itu sedang “mengembara” (mind wandering).
Bayangkan, hampir separuh waktu hidup kita sebenarnya tidak benar-benar hadir di momen saat ini (not in the present moment).
Jadi, kalau kamu merasa susah fokus saat ngerjain skripsi atau laporan, itu wajar.
Secara statistik, ada peluang 50:50 pikiranmu bakal melenceng ke mana-mana mikirin ajakan mabar, mikirin omongan teman, atau sekadar mikir “nanti makan apa ya?”.
Bukan Salah Notifikasi, Tapi Salah “Perasaan”
Selama ini kita sering menyalahkan notifikasi HP sebagai biang kerok hancurnya fokus. “Ah, gara-gara ada notif masuk nih, aku jadi buyar.”
Tapi, Nir Eyal, penulis buku Indistractable, punya pandangan yang beda. Menurut dia, alasan utama kita kehilangan fokus bukanlah gangguan eksternal (notif, suara bising), melainkan karena kita berusaha lari dari rasa tidak nyaman.
Coba perhatikan polanya: Saat kamu harus ngerjain tugas yang susah, otak kamu merasa beban (tidak nyaman).
Saat kamu harus belajar materi yang membosankan, otak kamu merasa jenuh (tidak nyaman).
Nah, otak manusia itu didesain untuk menghindari rasa sakit.
Jadi, ketika rasa “nggak nyaman” itu muncul, otakmu secara otomatis mencari pelarian instan untuk refreshing.
Apa pelarian paling mudah? Betul, scrolling medsos.
Inilah yang disebut “Anxiety Distraction Feedback Loop” atau lingkaran setan kecemasan.
- Kamu bosan/cemas sama tugas.
- Kamu cari distraksi (buka HP) buat nenangin diri.
- Waktu terbuang, tugas makin numpuk.
- Kamu makin cemas, lalu cari distraksi lagi. Begitu terus sampai deadline mencekik.
Lalu, Gimana Cara Mengatasinya?
Kita nggak mungkin menghilangkan distraksi 100%, tetapi kita bisa mengelolanya. Berikut dua jurus ampuh yang bisa kamu coba:
- Pisahkan Distraksi Baik dan Distraksi Tidak Baik
Nggak semua distraksi itu buruk. Kita perlu membedakannya.
- Distraksi Baik (Good Distraction): Ini adalah jeda yang bikin kamu recharge.
Contoh: Ngobrol sama keluarga saat penat kerja, atau hangout bentar bareng teman karena otak udah ngebul. Ini sehat dan perlu.
- Distraksi Tidak Baik (Toxic Distraction): Ini yang harus kamu “Bodo Amat”-in.
Contoh: Notifikasi gosip artis, drama viral yang nggak ada faedahnya, atau debat kusir di kolom komentar.
Terapkan seni “Bodo Amat” pada kategori kedua. Kalau infonya nggak bikin kamu makin pintar atau makin kaya (hati/harta), skip aja.
- Nikmati Progresnya, Bukan Cuma Hasilnya
Salah satu cara melawan rasa bosan adalah dengan membuat pekerjaanmu terasa menyenangkan (have fun). Sadari bahwa “buntu” itu bagian dari proses.
Misalnya saat menulis artikel. Momen kamu bengong mencari inspirasi itu bukan buang waktu, itu adalah progress. Nikmati prosesnya.
Biar makin seru, bikin sistem reward sendiri. “Oke, kalau aku fokus nulis 25 menit tanpa pegang HP, aku boleh nonton satu video YouTube.”
Dengan begitu, otakmu belajar bahwa fokus itu ada hadiahnya.
Teman-teman, musuh utama fokus kita bukanlah distraksi, melainkan ketidakmampuan kita berdamai dengan diri sendiri.
Kunci produktivitas adalah kemampuan untuk memilah: mana gangguan yang harus digubris, dan mana yang harus diabaikan.
Yuk, mulai kurangi scrolling yang nggak penting, biar hidup kita bisa semakin baik. [] Raffi Wizdaan Albari











