almuhtada.org – Tradisi membersihkan makam menjelang bulan suci Ramadhan sudah mengakar kuat dalam kebiasaan Masyarakat. Kegiatan ini seringkali melibatkan pembersihan total, termasuk mencabut rumput dan tanaman yang tumbuh di atas kuburan.
Namun, kegiatan yang berniat baik ini ternyata menyentuh ranah pembahasan fikih yang menarik. Seringkali muncul pertanyaan, apakah mencabut tanaman yang tumbuh di atas makam diperbolehkan, mengingat adanya keyakinan bahwa tanaman tersebut bertasbih dan memohon ampunan bagi mayit itu?
Secara garis besar terdapat perbedaan pendapat, dengan sebagian ulama menghukumi haram dan sebagian lainnya menghukumi makruh untuk mencabut rumput yang masih segar di atas makam.
Dikisahkan bahwa Rasulullah saw pernah meletakkan dua pelepah kurma yang masih segar di atas kubur dengan tujuan agar tasbih dari dahan basah tersebut dapat meringankan siksa ahli kubur. Dari kisah ini, ulama mengambil kesimpulan bahwa disunahkan untuk meletakkan tanaman apapun yang masih segar di atas kubur. Lebih lanjut, rumput yang tumbuh secara alami di atas kubur juga dianggap sebagai tanaman segar yang bertasbih dan beristighfar, sehingga dapat mendatangkan rahmat bagi mayit.
Ulama Syafi’iyah, seperti yang disarikan dari kitab Fathul Mu’in, cenderung menghukumi haram mengambil sesuatu dari tanaman yang masih segar di atas kubur.
Sayyid Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati menjelaskan bahwa hukum haram tersebut mengarah pada tiga pendapat. Pertama, haram secara mutlak. Kedua, haram bagi orang lain, dan boleh bagi pemilik, dan ketiga, haram jika tanamannya sedikit, dan boleh jika tanamannya banyak.
قَوْلُهُ وَيَحْرُمُ أَخْذُ شَيْءٍ مِنْهُمَا أَيْ مَنَ الْجَرِيْدَةِ الْخَضْرَاءِ وَمِنْ نَحْوِ الرَّيْحَانِ الرَّطْبِ وَظَاهِرُهُ أَنَّهُ يَحْرُمُ ذَلِكَ مُطْلَقًا أَيْ عَلَى مَالِكِهِ وَغَيْرِهِ وَفِي النِّهَايَةِ وَيَمْتَنِعُ عَلَى غَيْرِ مَالِكِهِ أَخْذُهُ مِن عَلَى الْقَبْرِ قَبْلَ يَبِسِهِ فَقَيَّدَ ذَلِكَ بِغَيْرِ مَالِكِهِ وَفَصَّلَ ابْنُ قَاسِمٍ بَيْنَ أَنْ يَكُوْنَ قَلِيْلًا كَخَوْصَةٍ أَوْ خَوْصَتَيْنِ فَلَا يَجُوْزُ لِمَالِكِهِ أَخْذُهُ لِتَعَلُّقِ حَقِّ الْمَيِّتِ بِهِ وَأَنْ يَكُوْنَ كَثِيْرًا فَيَجُوْزُ لَهُ أَخْذُهُ.
Artinya, “(Dilarang mengambil sesuatu dari keduanya), maksudnya dari pelepah kurma yang masih hijau dan dari semisal tanaman wangi-wangian yang segar. Tampaknya hal ini dilarang secara mutlak, baik bagi pemiliknya maupun orang lain.
Di antara ulama yang menyampaikan pendapat makruh ini adalah ulama mazhab Hanafiyah. Mereka menjelaskan bahwa hukumnya makruh untuk memotong rumput kuburan yang masih segar, karena hal itu dapat menghilangkan bacaan tasbih yang membahagiakan ahli kubur.
Ibnu Abidin menjelaskan:
يُكْرَهُ أَيْضًا قَطْعُ النَّبَاتِ الرَّطْبِ وَالْحَشِيْشِ مِنَ الْمَقْبَرَةِ دُوْنَ الْيَابِسِ كَمَا فِي الْبَحْرِ وَ الدُّرَرِ وَ شَرْحِ الْمُنِيَّةِ وَعَلَّلَهُ فِي الْإِمْدَادِ بِأَنَّهُ مَا دَامَ رَطْبًا يُسَبِّحُ اللهَ تَعَالَى فَيُؤْنِسُ الْمَيِّتَ وَتَنْزِلُ بِذِكْرِهِ الرَّحْمَةُ اهـ
Artinya, “Dimakruhkan pula memotong tanaman dan rumput yang basah dari kuburan, bukan yang kering, seperti dalam kitab Al-Bahr, Al-Durar, dan Sharh Al-Muniah. Sebabnya ada dalam kitab Al-Imdad yang menyebutkan bahwa selama tanaman itu masih basah, maka ia bertasbih kepada Allah swt, maka hal itu dapat menghibur orang yang sudah meninggal, dan turun rahmat melalui dzikir kepada-Nya.”
Mencabut rumput atau tanaman yang masih segar di atas makam hukumnya diperselisihkan oleh ulama, yaitu antara haram (menurut sebagian ulama Syafi’iyah) dan makruh (menurut ulama Hanafiyah), karena dikhawatirkan dapat menghilangkan hak mayit untuk mendapatkan rahmat.
Sunnahnya adalah membiarkan tanaman segar tersebut tumbuh di atas kuburan. Namun, jika pembersihan harus dilakukan karena rumput terlalu lebat, dianjurkan untuk menyisakan sebagiannya agar tasbih tetap berlangsung, dan pembersihan sebaiknya difokuskan pada rumput yang tumbuh di sekitar makam atau yang sudah mengering. [Shokifatus Salamah]











