Stop Normalisasi Umpatan, Saatnya Menebar Kebaikan dengan Ucapan

Ilustrasi seseorang yang sedang menutup muka sebab khilaf mengucapkan kata umpatan (freepik.com-almuhtada.org)

Almuhtada.org – Sebagai makhluk sosial, kita tidak pernah terlepas dari  aktivitas komunikasi.

Melalui komunikasi, kita bisa bertegur sapa, mengekspresikan perasaan maupun pendapat kepada orang lain.

Namun, di era sekarang, penggunaan bahasa dalam komunikasi sudah bergeser dari adab yang seharusnya dijaga.

Kita kerap mendengar umpatan di berbagai tempat, baik ketika sedang berkumpul dengan teman, melihat media sosial, atau bahkan ketika berada di ruang publik.

Kata-kata seperti “anjir, anying, anjay, bjir”, dan sejenisnya kini terdengar begitu akrab di telinga, diucapkan oleh anak-anak SD hingga orang dewasa.

Umpatan seperti “anjir, anying, anjay, bjir” menjadi sesuatu yang dinormalisasikan.

Umpatan tersebut merupakan plesetan dari kata anjing.

Dalam pandangan Islam, mengucapkan kata-kata semacam ini termasuk perbuatan yang tidak pantas.

Besar dosa yang didapat adalah sama antara menggunakan bahasa plesetan dengan mengumpat menggunakan kata aslinya.

Ironisnya, kata-kata kasar seperti “anjir, anying, anjay, bjir” menjadi perkataan serbaguna untuk mengekspresikan berbagai emosi, mulai dari keterkejutan, kekesalan, kekaguman, hingga pujian.

Bahkan conten creator di media sosial pun tanpa ragu dan malu mengucapkan kata umpatan tersebut.

Hal ini tentu memberi dampak negatif bagi para pengikutnya terutama untuk anak kecil.

Mereka akan meniru tanpa memahami bahwa ucapan tersebut mengandung makna yang buruk.

Kondisi ini berbeda sekali dengan zaman dulu, ketika adab masih sangat dijunjung tinggi.

Baca Juga:  Healing Bukan Sekadar Liburan: Memahami Makna Pemulihan Mental yang Sebenarnya

Berseragam merah putih sekolah dasar pun fasih mengucapkannya. Bahasa kasar yang dulu tabu menjadi bahasa umum di mana-mana.

Di dalam Islam, kita diperintahkan untuk menjadikan lisan sebagai sesuatu yang harus ditempatkan dengan benar.

Lisan adalah amanah besar yang akan dipertanggungjawabkan. Sebagaimana yang disabadakan Nabi Muhammad SAW:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Artinya :“ Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” ( HR. Bukhari dan Muslim ).

Lebih lanjut, Rasulullah Saw menegaskan:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلاَ اللَّعَّانِ وَلاَ الفَاحِشِ وَلاَ البَذِيءِ».
– [رواه الترمذي] –

Artinya :“ Seorang mukmin bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berkata keji, atau berkata kotor. ” ( HR. Tirmidzi ).

Dengan demikian, meski “anjir, anying, anjay, bjir” terdengar ringan atau gaul, akan tetapi berasal dari umpatan.

Kebiasaan ini tidak sejalan dengan adab Islam yang menuntun kita menjaga lisan agar bersih dari kata-kata keji.

Apabila kata-kata kasar terus dinormalisasi, maka generasi muda akan tumbuh tanpa memahami pentingnya adab.

Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam berkata.

Mengumpat bukanlah tren, melainkan kebiasaan yang perlahan membawa dampak negatif bagi diri sendiri dan orang lain.

Baca Juga:  Mari Menjaga Lisan, Demi Meraih Ridho Allah Swt

Sudah saatnya kita mulai memperbaiki kebiasaan berucap, menjadikan lisan sebagai alat untuk menyebarkan kebaikan, bukan keburukan.

Sebab, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, setiap kata yang keluar dari lisan akan dicatat oleh malaikat dan di hisab di hari akhir nanti.

Maka, jagalah lisanmu sebagaimana engkau menjaga kehormatanmu, karena ucapan yang baik adalah cermin dari hati yang beriman. [ ] Nihayatur Rif’ah

Related Posts

Latest Post