almuhtada.org – Halo sobat Al-Muhtada! Dalam hidup, setiap manusia memiliki kesenangan masing-masing. Ada yang merasa bahagia saat makan, ada yang merasa tenang ketika berkeliling tempat baru, ada yang merasa puas saat mengumpulkan uang, ada yang menemukan kenyamanannya dalam tidur panjang, dan ada pula yang merasa jiwanya hidup ketika mendengarkan musik.
Semua itu adalah rasa cinta yang manusiawi. Allah menciptakan hati dengan kemampuan untuk mencintai.
Namun, sebagai hamba diperlukan penjagaan dalam cinta agar terarah. Jangan sampai rasa suka terhadap dunia ini perlahan membuat lupa kepada pemilik dunia dan seisinya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam QS. Al-An’am 6: Ayat 32:
وَ مَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَاۤ اِلَّا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ ۗ وَلَـلدَّا رُ الْاٰ خِرَةُ خَيْرٌ لِّـلَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
Artinya: “Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?”
Ayat ini tidak melarang dalam menikmati dunia dan seisinya. Menikmati dunia bukan menjadi masalah melainkan dunia menjadi tujuan hidup. Maka bila mencintai makan, cobalah mulai berpuasa. Puasa akan mengajari bahwa kenikmatan yang sesungguhnya bukan terletak pada banyaknya makanan, tetapi pada syukur ketika berbuka.
Jika engkau mencintai perjalanan, mulailah mendatangi masjid. Di sana ada perjalanan yang lebih jauh daripada langkah kaki yaitu perjalanan hati menuju ketenangan.
Lalu jika engkau mencintai uang, mulailah bersedekah. Dengan itu apa yang diberikan itulah yang benar-benar menjadi milikmu.
Jika engkau mencintai tidur, cobalah bangun sejenak di keheningan malam. Tahajud tidak akan mengambil banyak waktumu, tetapi ia akan mengembalikan cahaya pada hatimu.
Dan jika engkau mencintai musik, cobalah mendengarkan Al-Qur’an dengan perlahan. Bukan hanya suaranya yang menyentuh, tetapi pahamilah maknanya.
Karena cinta tidak harus dihilangkan, hanya perlu diarahkan. Allah tidak meminta untuk membenci dunia, namun hanya meminta hambanya untuk mencintai-Nya lebih dari segala yang lain. Sebab jika dunia akan pergi, tubuh akan lelah, waktu akan habis, semua yang dikejar akan berubah dan hilang. Namun cinta kepada Allah tidak pernah sia-sia, tidak pernah habis, dan tidak pernah ditinggalkan. [Neha Puspita Arum]











