almuhtada.org – Pada masa Rasulullah dulu, ada seorang sahabat bernama Tsa‘labah bin Hathib. Ia dikenal sebagai seorang muslim biasa, tidak kaya, bahkan cenderung hidup sederhana. Lebih dari itu, Tsa’labah juga dikenal karena rajin dan taat dalam beribadah. Namun, ada kisah yang akhirnya menyebabkan zakat Tsa’labah tidak diterima oleh Allah SWT.
Lalu, bagaimana kisahnya sehingga zakatnya tidak diterima Allah?
Diceritakan bahwa, Tsa‘labah memang sering datang kepada Rasulullah Saw. dengan tujuan untuk didoakan agar Allah melapangkan rezekinya dan menjadikannya kaya. Awalnya Rasulullah menolak agar Tsa’labah dapat bersyukur dengan rezekinya saat itu. Namun, pada akhirnya Rasulullah Saw. mau mendoakan Tsa’labah karena ia terus memohon dan berjanji akan menggunakan kekayaannya di jalan Allah dan tidak lalai dari kewajibannya sebagai muslim.
Doa Rasulullah pun terkabul dan beliau juga memberikan dua ekor kambing kepada Tsa’labah. Tsa‘labah mulai beternak kambing, dan jumlahnya semakin hari semakin bertambah. Pada awalnya, ia masih rajin berjamaah di masjid. Tetapi seiring dengan bertambahnya harta, kesibukannya pun ikut bertambah. Sampai pada akhirnya, Ia mulai jarang terlihat di masjid, bahkan akhirnya meninggalkan shalat berjamaah.
Puncak dari keberpalingan Tsa’labah terjadi saat adanya kewajiban zakat. Rasulullah Saw. mengutus dua orang amil untuk memungut zakat dari kaum muslimin, termasuk Tsa‘labah. Namun, saat didatangi, Tsa‘labah justru menolak dengan menjawab bahwa zakat hanyalah “pajak/upeti” yang hanya memberatkannya. Dua orang amil itu lalu melaporkan perkataan Tsa’labah kepada Rasulullah, kemudian turunlah wahyu Allah pada Q.S At-Taubah: 75-76 yang berbunyi:
وَمِنْهُمْ مَّنْ عٰهَدَ اللّٰهَ لَىِٕنْ اٰتٰىنَا مِنْ فَضْلِهٖ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُوْنَنَّ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ ٧٥
فَلَمَّآ اٰتٰىهُمْ مِّنْ فَضْلِهٖ بَخِلُوْا بِهٖ وَتَوَلَّوْا وَّهُمْ مُّعْرِضُوْنَ ٧٦
”Dan di antara mereka ada orang yang berikrar kepada Allah: ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, niscaya kami akan bersedekah dan termasuk orang-orang yang shalih.’ Akan tetapi, ketika Allah menganugerahkan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka menjadi kikir dan berpaling seraya menjadi penentang (kebenaran). (QS. At-Taubah: 75-76)
Ketika ayat ini turun dan sampai pada telinga Tsa’labah, ia langsung pergi untuk menemui Rasulullah dan membayarkan zakatnya. Namun, Rasulullah menolak untuk menerimanya, dan bersabda “Sesungguhnya Allah telah melarangku untuk menerima zakatmu.” Bahkan hingga Rasulullah wafat, pada masa Abu Bakar dan Umar, zakat Tsa‘labah tetap tidak diterima. Sampai pada akhirnya, Ia pun wafat dalam penyesalan mendalam.
Kisah ini memberikan kita pelajaran bahwa harta memang bisa menjadi ujian yang lebih berat daripada kemiskinan. Lebih dari itu, janji kepada Allah bukanlah sekadar ucapan, tapi sebuah tanggung jawab yang harus dipenuhi. Karena memang, sering rasanya manusia hanya berdoa saat sempit, namun lupa bahkan berpaling saat lapang.
Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
”Tiga golongan yang Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat, tidak melihat mereka, tidak menyucikan mereka, dan bagi mereka azab yang pedih: orang yang melanggar janji setelah bersumpah, orang yang menjual barang dagangan dengan sumpah palsu, dan orang yang melapangkan kainnya (dengan sombong).” (HR. Muslim)
Dalam hal ini, Tsa‘labah bin Hathib adalah representasi nyata dari peringatan itu. Kisah Tsa’labah diabadikan agar kita sebagai umat muslim dapat belajar dan dijauhkan dari perbuatan-perbuatan serupa. Dari cerita ini, kita juga dapat belajar dan sedikit merenung. Apakah saat nantinya kita diberi kekayaan oleh Allah, kita akan tetap rajin berdoa dan beribadah atau justru berpaling. [Abian Hilmi Hidayat]