almuhtada.org – Wahabi adalah gerakan keagamaan Islam yang dipelopori Muhammad ibn Abd al-Wahhab pada abad ke-18 di Arab Saudi. Gerakan ini adalah gerakan dengan kemurnian ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis, menolak praktik yang dianggap bid’ah atau syirik. Didukung keluarga Saud, Wahabi menyebar melalui pendidikan dan dakwah, meskipun kerap dianggap konservatif.
Dalam isu lingkungan, Wahabi sejalan dengan ajaran Islam bahwa manusia sebagai khalifah wajib menjaga bumi (Al-A’raf:56). Ulama Salafi di Arab Saudi mendukung pelestarian lingkungan, seperti melarang pencemaran. Namun, kontroversi muncul di Indonesia ketika Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla, pada Juni 2025 menyebut aktivis lingkungan seperti Greenpeace dan Walhi sebagai “Wahabi lingkungan”.
Ia mengkritik penolakan keras mereka terhadap tambang, khususnya nikel di Raja Ampat, dengan alasan tambang dapat bermanfaat jika dikelola baik, bukan praktik bad mining. Pernyataan ini memicu polemik. Aktivis menegaskan bahwa tambang nikel, seperti yang dikelola PT Gag Nikel, merusak hutan dan terumbu karang, melanggar UU No. 27 Tahun 2007 juncto UU No. 1 Tahun 2014 tentang larangan tambang di pulau kecil.
Kritik juga datang dari internal NU, seperti Nadirsyah Hosen, yang menyebut tambang sering menguntungkan elit, merusak ekosistem, dan merugikan masyarakat lokal, seperti kehilangan air bersih dan mata pencaharian.
Kontroversi diperparah karena PBNU menerima konsesi tambang batu bara di Kalimantan Timur, yang bertentangan dengan fatwa NU tentang perlindungan lingkungan. Keterlibatan KH Ahmad Fahrur Rozi sebagai komisaris PT Gag Nikel memicu tudingan konflik kepentingan, meskipun PBNU membantah keterkaitan resmi.
Istilah “Wahabi lingkungan” dianggap tidak tepat, karena perjuangan aktivis didasarkan pada fakta kerusakan lingkungan, bukan dogmatisme.
Polemik ini menunjukkan perlunya dialog antara ormas, aktivis, dan pemerintah untuk menyeimbangkan manfaat tambang dengan keadilan ekologis dan kesejahteraan masyarakat.[Nailatuz Zahro]