Melihat Pandangan Islam tentang Tambang: Bolehkah?

Ilustrasi eksploitasi tambang (freepik.com-almuhtada.org)

Almuhtada.org – Indonesia dikenal sebagai negeri kaya sumber daya alam.

Tanahnya menyimpan emas, nikel, batu bara, dan timah yang tersebar dari ujung Papua hingga Sumatra.

Namun ironisnya, kekayaan ini belum menjadi jalan keluar bagi kemiskinan dan ketimpangan.

Justru yang sering muncul ke permukaan adalah kisah korupsi, kerusakan lingkungan, dan ketidakadilan terhadap rakyat kecil.

Kasus dugaan korupsi tambang timah senilai Rp271 triliun adalah salah satu contoh terbaru yang menggambarkan betapa kacaunya pengelolaan sektor pertambangan di negeri ini.

Dugaan ini bahkan menyeret banyak nama besar dari perusahaan swasta, pejabat kementerian, hingga elit politik daerah.

Yang paling menyedihkan, kerugian negara mencapai ratusan triliun rupiah uang yang semestinya bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Mantan Ketua KPK Abraham Samad bahkan pernah menyampaikan bahwa jika kebocoran dan celah korupsi di sektor pertambangan bisa ditutup, maka setiap warga Indonesia berpotensi memperoleh manfaat ekonomi setara Rp20 juta per bulan.

Tentu ini bukan angka kecil, dan menunjukkan betapa besarnya potensi yang selama ini justru mengalir kepada segelintir orang dan perusahaan.

Dampak Nyata dari Sistem Tambang

Kerusakan akibat sistem pengelolaan tambang saat ini bukan hanya secara ekonomi, tapi juga sosial dan lingkungan. Beberapa masalah yang mencolok antara lain:

  1. Ketimpangan kepemilikan lahan
    Pemerintah memberikan lebih dari 36 juta hektar lahan kepada korporasi besar, sementara rakyat hanya mendapatkan sekitar 8 persen dari total tersebut. Ini menciptakan ketimpangan sosial dan ekonomi yang sangat lebar.
  2. Dominasi swasta dan asing
    Banyak tambang dikuasai oleh swasta dan perusahaan asing. Peran negara dan masyarakat hanya menjadi pelengkap atau bahkan tersingkirkan sama sekali.
  3. Keuntungan tidak dinikmati rakyat
    Sebagian besar keuntungan dari tambang justru mengalir ke luar negeri atau ke kantong pribadi, sementara masyarakat sekitar tambang tetap hidup dalam kemiskinan.
  4. Kerusakan lingkungan
    Aktivitas tambang sering menyebabkan deforestasi, pencemaran air, dan konflik agraria. Alam rusak, masyarakat menderita.
Baca Juga:  Nurjaya dan Gema Aditya Mahendra, Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada Kembali Mengukir Berprestasi

Bagaimana Pandangan Islam?

Dalam pandangan Islam, tambang apa pun yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak terkategori sebagai harta milik umum (milkiyyah ‘ammah).

Dasarnya antara lain hadis Nabi saw. yang dituturkan oleh Abyadh bin Hammal ra. Disebutkan demikian,

أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ فَقَطَعَ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ قَالَ فَانْتَزَعَهُ مِنْهُ

“Sungguh ia (Abyadh bin Hammal) pernah datang kepada Rasulullah saw.. Ia lalu meminta kepada beliau konsensi atas tambang garam. Beliau lalu memberikan konsensi tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, tatkala Abyadh telah berlalu, seseorang di majelis tersebut berkata kepada Rasulullah saw., “Tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada Abyadh? Sungguh Anda telah memberinya harta yang (jumlahnya) seperti air mengalir (sangat berlimpah).” (Mendengar itu) Rasulullah saw. lalu menarik kembali pemberian konsesi atas tambang garam itu dari Abyadh.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Hadis ini memang berkaitan dengan tambang garam. Namun demikian, ini berlaku umum untuk semua tambang yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak. Ini sesuai dengan kaidah usul,

العِبْرَةُ بِعُمُوْمِ اللَفْظِ، لاَ بِخُصُوْصِ السَّبَبِ

“Patokan hukum itu bergantung pada keumuman redaksi (nas)-nya, bukan bergantung pada sebab (latar belakang)-nya.” (Fakhruddin ar-Razi, Al-Mahshûl fii ‘Ilm Ushûl Fiqh, 3/125).

Baca Juga:  Warisan Seni Kaligrafi yang Menginspirasi Dunia

Berdasarkan hadis di atas, tambang apa pun yang menguasai hajat hidup orang banyak atau jumlahnya berlimpah tidak hanya tambang garam, sebagaimana dalam hadis di atas haram dimiliki oleh pribadi/swasta, apalagi pihak asing, termasuk haram diklaim sebagai milik negara.

Negara hanya memiliki kewajiban dalam pengelolaannya, lalu hasilnya diberikan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Masalah utama dari carut-marutnya pengelolaan tambang hari ini bukan hanya soal teknis atau kebijakan semata, tapi akar sistem yang digunakan.

Sistem kapitalisme membolehkan siapa pun yang punya modal untuk menguasai apa pun, bahkan yang menjadi hak publik.

Sementara Islam menetapkan batas yang jelas antara harta pribadi, harta umum, dan harta negara.

Allah Swt. telah memerintahkan kaum Muslim untuk mengamalkan Islam secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan, termasuk ekonomi dan pengelolaan tambang. Dalam QS Al-Baqarah ayat 208, Allah berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia adalah musuh yang nyata bagi kalian.”

Kini saatnya kita kembali membuka mata dan hati.

Tambang bukan kutukan, ia adalah berkah jika dikelola sesuai syariat Islam.

Dan hanya dengan kembali pada aturan Allah-lah, berkah itu akan kembali terasa oleh seluruh rakyat, bukan hanya segelintir elit. [] Raffi Wizdaan Albari

Related Posts

Latest Post